Kala DPR Tuntut Empati Fadli Zon atas Tragedi Pemerkosaan Massal 1998

- Legislatur PDIP tak kuat menahan emosi saat Fadli Zon menceritakan korban kekerasan pada 1998, menyampaikan dokumen resmi kepada sang menteri.
- Fadli Zon dinilai tidak peka terhadap korban karena mempersoalkan diksi massal dalam peristiwa pemerkosaan 1998.
- Anggota DPR memberi contoh bagaimana pemerintah Jepang meminta maaf atas kasus Jugun Ianfu, sementara Indonesia masih berat menerima kasus pemerkosaan massal itu.
Jakarta, IDN Times - Suasana rapat pagi itu, Rabu (2/7/2025) berubah menjadi tegang, usai Menteri Kebudayaan Fadli Zon selesai memaparkan materi yang ia persiapkan untuk seluruh pimpinan dan anggota Komisi X DPR RI.
Gelombang protes dari para aktivis perempuan di negeri ini terus bermunculan, setelah Fadli Zon dalam wawancaranya bersama Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.
Di tengah gelombang protes dan kecaman publik itu, kehadiran Fadli Zon di ruang rapat komisi telah dinanti seluruh Komisi X, yang geram atas penyangkalan sang menteri terhadap pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.
Agenda rapat pada hari itu seharusnya terkait Pemaparan Anggaran Hasil Relaksasi APBN TA 2025 dan Pembahasan RKA-K/L TA 2026 dan RKP K/L Tahun 2026. Namun, setelah Fadli Zonmerampungkan memaparkan materinya, suasana rapat seketika berubah.
Rapat kerja Komisi X DPR RI yang biasanya berjalan formal lantas seketika berubah menjadi medan interogasi dan penuh emosi. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjadi pusat sorotan, setelah pernyataannya yang meragukan kebenaran peristiwa pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998 menuai kecaman luas.
Beberapa anggota dewan dari delapan fraksi partai politik seperti PDIP, Golkar, hingga PKB sudah menunggu giliran untuk berbicara. Apa yang akan dimulai sebagai rapat kerja biasa, berubah menjadi forum konfrontasi emosional.
1. Kala legislator PDIP tak kuat menahan emosi

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP, Mercy Chriesty Barends tak kuasa menahan emosi di hadapan Fadli Zon, saat menceritakan korban kekerasan yang ketakutan karena mengalami represi luar biasa dalam peristiwa itu.
Menurut Mercy penyangkalan Fadli Zon terkait pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998 ini hanya melukai para korban dan aktivis perempuan.
"Kami berproses bersamaan sampai dengan dokumen ini dihasilkan penyusunan human right document yang kami susun bersama Komnas Perempuan pada saat itu. Jadi kalau bapak mempertanyakan kasus pemerkosaan dan massal dan seterusnya cukup melukai kami pak," kata dia.
Di tengah suasana yang kian memanas, Mercy kemudian berdiri, menyerahkan tiga dokumen ke Fadli Zon dan pimpinan rapat. Dokumen itu mencatat pengakuan dan kesaksian yang menyayat, yang pernah membuat Presiden BJ Habibie secara terbuka menyampaikan permintaan maaf kepada para korban pada 1998.
"Dengan demikian, izin, Pak Pimpinan dan Pak Menteri, saya sampaikan seluruh dokumen ini secara resmi untuk menjadi bahan pertimbangan Pak Menteri sekali lagi," tuturnya.
2. Fadli Zon dinilai tidak peka terhadap korban

Fadli Zon berusaha menyusun kata demi kata untuk menjelaskan mengenai pendapat pribadinya tentang pemerkosaan pada 1998. Ia pun mengakui peristiwa itu terjadi, tetapi mempersoalkan diksi massal yang dilekatkan dalam kasus itu.
Kendati demikian, penyangkalan terhadap pemerkosaan massal pada Mei 1998 itu menurut Fadli Zon bukan bagian dari proyek penulisan ulang sejarah yang sedang digarapnya. Namun, penyangkalannya hanya pendapat pribadi.
"Saya begitu juga dengan kerusuhan Mei 1998 itu kan sesuatu kerusuhan yang telah menimbulkan banyak korban. Korban jiwa, korban harta, termasuk pemerkosaan, ya," kata Fadli Zon.
Alasan Fadli tak setuju dengan diksi "massal" dalam peristiwa itu karena massal berarti peristiwanya telah terjadi secara terstruktur dan sistematis.
"Nah, dan juga kita mengutuk saya termasuk di dalam penjelasan, karena itu sebenarnya saya tidak, bukan urusan soal penulisan sejarah itu, adalah pendapat saya pribadi," kata dia.
"Soal itu, soal massal itu, diksi massal. Kenapa? Massal itu sangat identik dengan terstruktur yang sistematis," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti tak kuasa menahan tangis saat Fadli Zon berusaha menjelaskan perisriwa pemerkosaan dalam kerusuhan Mei 1998. Kaca mata yang ia gunakan tak mampu menutupi bengkak kedua matanya. Sambil menarik napas panjang, Esty mengatakan pernyataan Fadli Zon menyakitkan.
"Semakin Pak Fadli Zon ini bicara kenapa rasanya semakin sakit ya," ujarnya.
Esty menuding Fadli Zon tak peka terhadap masalah yang dihadapi korban. Ia menilai, penjelasan sang menteri hanya membuat luka dalam bagi korban.
"ini menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban perkosaan. Menurut saya penjelasan Bapak yang berteori seperti ini dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu justru akan membuat luka dalam," ujarnya sambil menepuk-nepuk dadanya.
"Singkat saja pak. Jadi intinya memang peristiwa itu terjadi. Persoalan kemudian ada beberapa catatan yang bapak berikan tadi," lanjut Esty.
3. Kala DPR beri contoh bagaimana pemerintah Jepang meminta maaf

Di hadapan anggota dewan, Fadli Zon kemudian mengakui peristiwa pemerkosaan itu ada, tapi ia tetap saja menitikberatkan diksi massal tersebut.
Pernyataan itu langsung menginterupsi Mercy. Lalu mempersilakan Mercy bicara singkat. Mercy lantas memberi contoh kasus Jugun Ianfu dengan banyak perempuan Indonesia yang diperkosa.
Tapi, pemerintah Jepang mau mengakui kasus itu, bahkan Duta Besarnya sampai meminta maaf sambil menundukan kepala di hadapan publik.
"Pemerintah Jepang menerima semua, ini pemerintah Jepang! Duta Besarnya itu sampai begini (menunduk) terhadap kasus jugun ianfu," ujar Mercy sambil memperagakan menunduk.
"Kita bangsa sendiri kenapa begitu berat menerima ini?" lanjutnya.
Mercy pun menangis. Beberapa kali tangannya mengepal dan memukul meja.
"Kalau saya bicara ini kita sakit pak. Saya termasuk bagian juga itu mendata testimoni, sangat menyakitkan. Kita bawa testimoni itu dalam desingan peluru," ujarnya sesengukan.