Jakarta, IDN Times - Mantan penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengkritik langkah penegak hukum yang tetap memproses pelaporan terhadap Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. Hal ini menandakan Orde Reformasi yang diperjuangkan sejak 1998 lalu pada kenyataannya lebih buruk dibandingkan Orde Lama.
Kritik itu disampaikan Novel dan Bambang Widjojanto untuk merespons proses pelimpahan perkara tahap II laporan terhadap Haris dan Fatia. Keduanya dilaporkan secara langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Pandjaitan lantaran Haris dan Fatia dianggap menyebar hoaks bahwa ia ikut bermain di konsesi tambang di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.
Haris dan Fatia membahas soal dugaan keterlibatan Luhut dalam sebuah program siniar yang tayang di YouTube Haris dengan judul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!" Luhut kesal dengan tuduhan sepihak itu dan sempat melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.
Novel dan Bambang tegas menyebut apa yang menimpa Haris dan Fatia adalah bentuk kriminalisasi terhadap pembela HAM. "Padahal, ketika mereka dalam kapasitas sebagai pembela HAM, mereka dapat menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat yang sepenuhnya ditujukan kepada unsur kekuasaan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik," ungkap Novel dan Bambang di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Selasa, (7/3/2023).
Menurut keduanya, di masa Orde Lama saat Bung Karno berkuasa, ia tak pernah menggunakan institusi penegakan hukum untuk menghardik dan mengkriminalkan para pengkritiknya. Padahal, kata mereka, di masa itu, kelompok anti Soekarno pernah menyebabkan Bapak Proklamator itu naik pitam lantaran memberi gelar bagi Hartini 'Lonte Agung.'
"Kala itu, juga beredar luas pernyataan 'satu menteri satu istri' hingga 'setop impor istri'. Semua frasa itu merujuk kepada istri Soekarno berdarah Jepang, Ratna Sari Dewi. Tetapi, fakta sejarah menunjukkan Soekarno tak pernah mengkriminalkan para pengkritiknya," tutur mereka.
Lalu, kapan Haris dan Fatia mulai menjalani persidangan?