Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Arifatul Choiri dan Wakil Menteri PPPA Veronica Tan usai rapat perdana dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (29/10/2024) (IDN Times/Amir Faisol)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Arifatul Choiri dan Wakil Menteri PPPA Veronica Tan usai rapat perdana dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (29/10/2024) (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Proses diversi harus sesuai dengan koridor UU SPPA

  • Semua anak berhak atas perlindungan dan hukum yang adil

  • Laporkan kasus kekerasan seksual di sekitar

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual pada anak kembali terjadi di Indonesia, namun dengan pelaku yang juga ternyata seorang anak. Korban adalah anak berusia empat tahun dan pelaku berusia 8 tahun, kasus ini terjadi di Bekasi, Jawa Barat.

Kekhasan kasus yang dihadapi ini menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum dan stakeholder untuk menanganinya karena pelaku masih berusia anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengatakan Kemen PPPA bersama Kementerian Hukum tengah berkoordinasi secara intensif untuk menyusun dan merampungkan pedoman penyelenggaraan pelatihan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual.

1. Proses diversi harus sesuai dengan koridor UU SPPA

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi di Universitas Hasanuddin, Sabtu (24/5/2025). (IDN Times/Istimewa)

Arifah menjelaskan, Kemen PPPA bersama Bareskrim Polri juga akan melakukan asistensi bersama dalam penanganan kasus-kasus serupa sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan anak yang holistik.

Terkait pelaksanaan diversi, penting untuk memastikan proses tersebut berjalan dalam koridor Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dengan melibatkan pekerja sosial profesional dan pembimbing kemasyarakatan. Diversi bukan semata-mata pengalihan perkara, tetapi proses hukum yang berbasis pemulihan.

"Dibutuhkan penelitian sosial (litsos) yang kuat dari Pekerja Sosial dan pendampingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas agar tindakan pembinaan yang diputuskan tidak hanya melindungi kepentingan pelaku, tetapi juga menjamin pemulihan bagi korban," ujarnya, Senin (11/6/2025).

2. Semua anak berhak atas perlindungan dan hukum yang adil

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi dalam acara Rapat Koordinasi Pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI), di kantornya, Senin (28/4/2025) (Youtube/KemenPPPA RI)

Dia mengatakan komitmen negara untuk berpihak pada anak korban kekerasan seksual, tidak ada toleransi terhadap kekerasan seksual.

"Semua anak berhak atas perlindungan dan semua proses hukum harus berkeadilan. Kepentingan terbaik bagi anak, terutama anak korban harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah kebijakan dan penanganan kasus," ujarnya.

3. Laporkan kasus kekerasan seksual di sekitar

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Jumat (23/5/2025). IDN Times/Ashrawi Muin

Dia meminta masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129

Editorial Team