Kemenhan Minta Tambahan Anggaran Rp184 T pada 2026, untuk Apa Saja?

- Menhan Sjafrie ingatkan harga kedaulatan negara sangat mahal. Anggaran Kemenhan pada 2025 belum cukup dan sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai.
- Anggaran tambahan yang diajukan Kemenhan lebih besar dari pagu indikatif APBN. Pagu indikatif Kemenkeu lebih kecil daripada usulan tambahan anggaran oleh Sjafrie.
- Belanja modal alutsista baru cukup untuk membeli separuh alutsista. Sjafrie mengakui membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk membeli alutsista, namun anggaran dialokasikan tidak sebanding.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan tambahan anggaran untuk tahun 2026 sebesar Rp184 triliun. Usulan tambahan anggaran itu disampaikan karena pagu indikatif urusan keamanan dinilai belum mencukupi. Pengajuan tambahan anggaran itu sudah disampaikan oleh purnawirawan jenderal TNI tersebut dalam rapat tertutup dengan komisi I DPR pada 9 Juli 2025 lalu.
"Jadi, saya laporkan kebutuhan kami berapa (ke komisi I DPR). Ini akan dibahas di Banggar. Tetapi, kami juga akan mengajukan ke Kementerian Keuangan dan Bappenas. Rp184 triliun (pengajuan tambahan anggaran)," ujar Sjafrie di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Jumat (11/7/2025).
Ia mengatakan ada sejumlah hal yang ingin dipenuhi dengan tambahan anggaran lebih dari Rp180 triliun itu. Mulai dari pembangunan kekuatan pertahanan, perawatan personel, peningkatan kesejahteraan prajurit TNI, hingga pembinaan kekuatan di masing-masing markas besar angkatan.
Pada 2025 lalu, anggaran Kemenhan mencapai Rp166,2 triliun. Itu pun setelah ada pemotongan senilai Rp26,9 triliun yang merupakan implementasi kebijakan efisiensi anggaran.
Untuk kepentingan apa saja tambahan anggaran Rp184 triliun itu?
1. Menhan Sjafrie ingatkan harga kedaulatan negara sangat mahal

Lebih lanjut, Sjafrie mengatakan anggaran yang diberikan oleh Kementerian Keuangan pada 2025 lalu belum cukup. Bahkan, sebanyak 50 persen di antaranya telah digunakan untuk belanja pegawai.
"Mudah-mudahan ini bisa menjadi pertimbangan bagi mereka (Banggar, Bappenas dan Kemenkeu) bahwa kedaulatan itu sangat mahal. Ini tidak bisa kita bandingkan dengan membeli sesuatu. Peralatan militer ini sangat mahal untuk menjamin kedaulatan negara," ujar Sjafrie.
Ia juga menambahkan agar Kemenkeu, Bappenas dan Banggar DPR RI bisa memberikan perhatian tambahan berupa perawatan terhadap semua personel TNI. Baik itu personel TNI yang pangkatnya Tamtama, Bintara dan perwira.
"Ini dalam hal perumahan prajurit," imbuhnya.
2. Anggaran tambahan yang diajukan Kemenhan lebih besar dari pagu indikatif APBN

Sementara, di dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, Kemenkeu telah menetapkan pagu indikatif belanja kementerian dan lembaga (K/L) di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar Rp1.157,77 triliun. Dari jumlah tersebut, Kementerian Pertahanan ditetapkan mendapat pagu indikatif belanja sebesar Rp167,4 triliun, menempatkan instansi ini berada di posisi kedua dengan pagu terbesar setelah Badan Gizi Nasional (BGN), sebesar Rp 217,86 triliun. Pagu indikatif yang disiapkan oleh Kemenkeu lebih kecil dari usulan tambahan anggaran yang diajukan oleh Sjafrie.
Secara rinci, pagu indikatif belanja pertahanan itu dialokasikan untuk kebutuhan sebagai berikut:
Program dukungan manajemen sebesar Rp75,673 triliun
Program modernisasi alutsista, non alutsista dan sarana dan prasarana pertahanan Rp71,919 triliun
Program profesionalisme dan kesejahteraan prajurit Rp13,849 triliun
Program pelaksanaan tugas TNI sebesar Rp3,145 triliun
Program riset, industri, dan pendidikan tinggi pertahanan Rp2,495 triliun
Program pembinaan sumber daya pertahanan Rp293,1 miliar
Program kebijakan dan regulasi pertahanan sebesar Rp24,7 miliar
3. Belanja modal alutsista baru cukup untuk membeli separuh alutsista

Sjafrie pun mengakui membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk membeli alutsista. Namun, dalam pandangannya, anggaran yang dialokasikan tidak sebanding.
"Justru yang kami tahu belanja pegawai itu sudah mencapai 50 persen (dari anggaran). Sedangkan, belanja modal untuk kebutuhan alutsista masih setengahnya. Jadi, kami perlu ada penambahan untuk belanja modal agar jumlah pembelian alutsista itu dapat kami naikan," tutur dia.