Kisah Sri Firman Lawan Kanker Payudara, Penyintas Jadi Pelita di CISC

- Sri Firman didiagnosis menderita kanker payudara jenis Triple Negative Breast Cancer pada usia 36 tahun.
- Dukungan dari keluarga dan komunitas, serta keberanian Sri menjalani pengobatan medis, membantunya melewati masa-masa sulit.
Jakarta, IDN Times - Saat berusia 36 tahun, ketika banyak orang tengah menikmati puncak kehidupan, Sri Firman harus menghadapi kenyataan pahit yang mengguncang dunianya. Pada tahun 2006, ia didiagnosis menderita kanker payudara jenis Triple Negative Breast Cancer (TNBC), salah satu jenis kanker yang dikenal agresif dan berisiko tinggi.
"Saat itu, saya merasa terpuruk. Informasi mengenai kanker sangat minim dan saya tidak tahu harus berbuat apa," kenangnya dengan mata menerawang jauh.
TNBC berbeda dari jenis kanker payudara lainnya karena setelah pengobatan awal, tidak ada terapi lanjutan yang tersedia.
"Dikatakan berisiko tinggi karena obatnya biasanya tidak ada. Setelah diobati, kita hanya bisa menjaga diri sendiri," ujar Sri.
Kondisi ini pun membuatnya merasa seperti berjalan di atas tali tipis tanpa jaring pengaman.
1. Dukungan keluarga sat divonis stadium dua

Sri Firman ingat betul momen ketika dia menyadari ada benjolan di payudaranya. Saat itu, dia hanya mengandalkan insting dan kewaspadaan setelah mendengar cerita seorang teman kantor yang pernah menjalani operasi tumor jinak.
"Saya meraba sendiri, lalu memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Saat diberitahu bahwa saya sudah berada di stadium dua, saya tak bisa berkata-kata. Keluarga saya sangat terkejut, tidak ada riwayat kanker dalam keluarga kami. Itu menjadi pukulan besar bagi kami semua," ujar dia.
Namun, di tengah kegelapan, Sri Firman menemukan cahaya lewat dukungan dari orang-orang tercinta, terutama suaminya. Tanpa ragu, dia memilih menjalani pengobatan medis di tengah gempuran tawaran pengobatan alternatif.
"Suami saya selalu bilang, 'Kita harus ke dokter. Kita harus mengikuti jalan yang Tuhan berikan lewat pengobatan medis.' Saya merasa Tuhan memberikan saya kekuatan melalui orang-orang di sekitar saya, terutama keluarga," ucap dia.
2. Rasa sakit saat kemoterapi

Dengan keberanian dan doa, Sri menjalani operasi untuk mengangkat benjolan, disusul dengan 35 kali radioterapi dan 6 kali kemoterapi.
"Itu adalah masa-masa yang sangat sulit. Setiap kali saya menjalani kemo, tubuh saya terasa sangat lemah. Rambut saya rontok, kulit saya berubah, dan saya sering merasa mual. Tapi saya selalu ingat, saya harus bertahan untuk anak-anak saya, untuk suami saya. Mereka adalah alasan saya berjuang," kata dia.
3. CISC berikan dukungan dan kebudupan

Setelah menyelesaikan pengobatan pada tahun 2007, Sri merasa butuh tempat untuk berbagi dan mendapatkan dukungan lebih. Dia akhirnya menemukan komunitas yang membuat dia lebih semangat.
“Saya melihat di televisi tentang Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan saya berpikir, harusnya ada orang yang bisa saya ajak bicara tentang ini. Saya pergi ke YKI dan mereka memperkenalkan saya pada CISC (Cancer Information and Support Center). Sejak saat itu, hidup saya berubah," kata dia.
CISC adalah komunitas yang memberikan dukungan bagi para penyintas dan pasien kanker dari berbagai jenis, tidak hanya kanker payudara. Bagi Sri Firman, bergabung dengan CISC memberikan rasa lega dan pemahaman yang lebih mendalam tentang kanker.
"Di sana, saya tidak merasa sendirian lagi. Kami saling berbagi cerita, saling mendukung. Kami juga rutin mengundang dokter-dokter untuk memberikan edukasi seputar kanker. Dari sana saya belajar bahwa saya tidak hanya bisa bertahan, tapi juga bisa membantu orang lain yang sedang berjuang," ujar dia.
Sri Firman tidak hanya menjadi anggota, tetapi juga pengurus CISC. Ia merasa, dukungan emosional adalah bagian penting dari perjalanan penyembuhan dan ia ingin memberikan dukungan yang sama kepada orang lain.
Saat ini CISC sudah ada di 13 kota dengan anggota lebih dari 700 orang yang memiliki dua rumah singgah, patient navigation di empat rumah sakit, dan melakukan advokasi layanan pengobatan kanker berkualitas.
"CISC mengajarkan saya bahwa kita bisa lebih kuat bersama. Ada begitu banyak orang yang menghadapi berbagai jenis kanker, dan di sini kami semua bisa belajar dari satu sama lain, dari kanker payudara hingga kanker paru-paru. Ini adalah keluarga kedua saya," kata dia.
4. Persediaan obat tak selalu ada

Namun, di tengah semangat yang ia temukan di CISC, Sri Firman menggarisbawahi tantangan besar yang masih dihadapi oleh pasien kanker di Indonesia, terutama tentang ketersediaan obat-obatan dan regulasi BPJS.
"Terkadang obat yang sangat dibutuhkan oleh pasien tidak tersedia di farmasi BPJS. Ini sangat menyakitkan karena bagi penderita kanker, waktu adalah hal yang sangat berharga. Kita berlomba dengan waktu dan sering kali birokrasi memperlambat proses pengobatan," kata dia.
Di balik kritikan itu, dia tetap berharap besar pada perbaikan layanan kesehatan di Indonesia.
"Sekarang ini sudah jauh lebih baik dibanding dulu, terutama dalam hal informasi. Dulu sulit sekali mencari informasi tentang kanker, tapi sekarang lewat internet dan media sosial, masyarakat lebih sadar dan teredukasi. Saya berharap pemerintah terus meningkatkan akses pengobatan, terutama untuk pasien kanker," ujar dia.
5. Pesan cinta untuk perempuan Indonesia

Sri mengirimkan pesan penuh harapan untuk para perempuan Indonesia agar mencintai tubuh sendiri dengan rutin memeriksakan diri dan memberikan perhatian di tiap perubahan
"Kita perempuan Indonesia, harus Sadari, periksa payudara sendiri. Lakukan setiap satu bulan sekali. Perhatikan jika ada perubahan bentuk, warna, atau benjolan. Jangan tunggu sampai terlambat. Selain itu, jaga pola hidup sehat dan pikiran yang positif. Kanker mungkin menakutkan, tapi saya adalah bukti bahwa kita bisa mengalahkannya. Jangan pernah menyerah," kata dia.
Kini, Sri tidak hanya menjadi penyintas, tapi juga sumber inspirasi bagi banyak orang. Dengan segala tantangan yang ia hadapi, ia tetap berdiri teguh, menjadi pilar kekuatan bagi keluarganya, komunitas, dan sesama penyintas kanker di seluruh negeri.
Dengan mata berbinar, Sri menyampaikan harapan khususnya untuk perempuan Indonesia.
"Semangat buat perempuan Indonesia. Kita harus kuat, saling mendukung, dan tidak takut menghadapi apa pun. Hidup ini berharga, dan kita punya kekuatan untuk menjalaninya dengan penuh cinta dan keberanian," kata dia.
Kisah Sri Firman adalah cerminan dari keteguhan hati dan kekuatan cinta. Dari kegelapan yang pernah menyelimutinya, ia bangkit dan menjadi cahaya bagi banyak orang. Melalui perjuangannya, ia mengajarkan bahwa harapan selalu ada, asalkan kita tidak menyerah dan terus berjuang.