Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi demo ojol /ChatGPT/
Ilustrasi demo ojol /ChatGPT/

Intinya sih...

  • Ojol tuntut pemerintah keluarkan regulasi yang berpihak

  • Tiga tuntutan ojol, tolak status karyawan pengemudi

  • DPR tegaskan ojol bukan buruh

Jakarta, IDN Times - Ratusan pengemudi ojek online yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC) menuntut Presiden RI Prabowo Subianto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Udang (Perppu) terkait ojek online (ojol). Ini sekaligus bentuk perlawanan terhadap ketidakpastian hukum dan narasi sepihak yang selama ini dianggap merugikan pengemudi ojol.

“Kami bukan buruh, kami mitra mandiri. Kami menolak regulasi yang memaksa pengemudi masuk dalam sistem kerja subordinatif. Sudah cukup kami diam, sekarang kami bicara,” kata Achsanul, sebagai jenderal lapangan URC, Kamis (17/7/2025).

1. Ojol tuntut pemerintah keluarkan regulasi yang berpihak

Para driver ojol saat berkumpul di jalan S Parman menuju alun alun Purwokerto sempat menjadi perhatian warga, Selasa (20/5/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Komunitas itu turut menggelar aksi di Jakarta untuk menuntut pemerintah. Achsanul mengatakan, pergerakan mereka murni suara dari bawah. Mereka menyatakan akan terus berjuang hingga pemerintah benar-benar mendengar dan menindaklanjuti aspirasi mereka.

Aksi itu berlangsung tertib, dikawal aparat kepolisian, dan diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap di depan kantor pemerintah pusat.

“Kami tidak anti-regulasi, tapi kami menuntut regulasi yang berpihak dan realistis. Jalanan tidak bisa diatur dari ruang rapat,” kata dia.

2. Tiga tuntutan ojol, tolak status karyawan pengemudi

Demo ojek online (ojol) di Kota Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Dalam aksi itu, membawa tiga tuntutan utama yang diklaim sebagai suara asli para pengemudi ojek online. Berikut tiga tuntutan mereka:

1. Menolak status pengemudi sebagai buruh/pekerja. URC menilai klasifikasi sebagai buruh akan menghilangkan fleksibilitas yang menjadi nilai utama profesi ojek online. Mereka ingin tetap dipandang sebagai mitra mandiri, bukan karyawan dengan jam kerja dan target yang mengikat.

2. Menolak isu pemotongan 10 persen. URC menegaskan tidak pernah mengusulkan perubahan skema potongan menjadi 10 persen. Mereka mengaku tidak keberatan dengan potongan 20 persen yang sudah berjalan selama ini, asalkan tidak dijadikan alat framing oleh pihak berkepentingan.

3. Menuntut Presiden RI keluarkan perppu khusus ojol. Desakan untuk payung hukum yang jelas disuarakan lantang. URC meminta Presiden mengeluarkan Perppu agar pengemudi dan aplikator memiliki status hukum yang pasti dan tidak terus menjadi korban kebijakan yang tumpang tindih antar lembaga.

3. DPR tegaskan ojol bukan buruh

Aksi driver ojol di depan kantor Gubsu (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sebelumnya, Koalisi Ojol Nasional (KON) juga menolak intervensi lembaga internasional terhadap sistem kemitraan ojol di Indonesia. Penolakan ini disampaikan sebagai respons pemerintah Indonesia dalam forum International Labour Organization (ILO), di mana Indonesia mendukung terhadap konvensi tersebut.

Ketua Umum KON, Andi Kristiyanto menegaskan, ojol bukanlah pekerja dan bukan buruh. Hasil konvensi itu dinilainya sangat bertentangan dengan realitas kemitraan ojol yang berlaku di Indonesia.

“ILO nggak ada urusannya dengan nasib ojol di Indonesia, karena ojol bukan pekerja dan bukan buruh. Kami tolak intervensi ILO,” kata Andi kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra, Obon Tabroni juga menegaskan, ojol bukan pekerja, melainkan mitra platform.

“Awalnya saya ragu, tapi setelah mendengarkan masukan dari Koalisi Ojol, saya sadar bahwa benar mereka bukan buruh yang kini tergabung dalam tim revisi UU Ketenagakerjaan,” kata dia.

Editorial Team