KPAI: Usut Anak Pemilik Kampus yang Perkosa Siswi SMP

Intinya sih...
Kasus harus ditangani sesuai UU SPPA
Korban harus segera dapat pendampingan psikologis hingga bantuan hukum
Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang anak SMP di Tangerang harus diusut tuntas.
Korban berinisial DNS menjadi korban pemerkosaan oleh salah seorang anak pemilik kampus. Kasus ini sudah dilaporkan oleh keluarga ke aparat kepolisian.
"Dugaan pelaku merupakan anak dari pemilik perguruan tinggi swasta di Jakarta menambah urgensi atas pentingnya penanganan kasus secara objektif, transparan, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak korban," kata Anggota KPAI, Dian Sasmita, dalam keterangannya, Selasa (24/6/2025).
1. Kasus harus ditangani sesuai UU SPPA
KPAI menegaskan, kasus ini harus ditangani dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Setiap anak yang menjadi korban berhak atas pendampingan serta pemulihan fisik, psikis, dan sosial secara menyeluruh. Termasuk penanganan hukum yang cepat dan transparan.
2. Korban harus segera dapat pendampingan psikologis hingga bantuan hukum
Dian menjelaskan, anak korban harus segera mendapatkan pendampingan psikologis dan bantuan hukum, serta dilindungi dari tekanan, intimidasi atau paparan publik yang berlebihan.
"KPAI siap melakukan pengawasan langsung terhadap proses penanganan kasus dan mendorong sinergi lintas sektor: kepolisian, UPTD PPA, lembaga layanan, dan lembaga pendamping anak," kata dia.
3. Tidak boleh ada impunitas dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak
Sebagaimana diatur dalam Pasal 59A UU Perlindungan Anak, kekerasan seksual adalah perlakuan salah yang berat terhadap anak dan negara wajib hadir untuk memberikan perlindungan khusus serta menjamin pemulihan yang komprehensif.
Dian mengajak semua pihak, termasuk media, untuk turut menjaga hak privasi anak korban dan tidak menyebarluaskan informasi identitas yang dapat menambah trauma atau merugikan proses pemulihan korban.
"Tidak boleh ada impunitas dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Setiap anak berhak hidup aman, bebas dari kekerasan, dan memperoleh keadilan. Negara, aparat, dan masyarakat wajib memastikan itu terjadi,” ujar dia.