KPAI: Bullying Tak Bisa Selesai Usai Mediasi, Pelaku Perlu Berubah

- Kasus perundungan terjadi di Indragiri Hulu, Riau. Anak kelas II SD meninggal setelah dipukul oleh kakak kelasnya.
- KPAI menekankan perlunya peningkatan keterampilan berbagai pihak untuk mengintervensi kasus perundungan, serta mendorong semua pihak ambil peran dalam pencegahan dan penanganan perundungan.
- Deteksi dini dan respons cepat diperlukan dalam penanganan kasus perundungan. Perubahan perspektif terhadap bullying juga dibutuhkan untuk memulihkan korban dan masyarakat yang terlibat.
Jakarta, IDN Times - Kasus perundungan kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Anak berusia 8 tahun kelas II SD di Indragiri Hulu, Riau, meninggal dunia usai dipukul dan kemudian jatuh sakit. Pelakunya diduga kakak kelas korban.
Komisioner KPAI Dian Sasmita mengatakan, perlu peningkatan keterampilan berbagai pihak untuk mengintervensi kasus perundungan. Kasus perundungan tak bisa selesai dari mediasi saja.
"Kasus bullying tidak akan selesai hanya dengan pertemuan mediasi tanpa ada intervensi perubahan perilaku. Sehingga perlu sekali pelibatan guru atau pendidik, pekerja sosial dan konselor untuk mendampingi anak dan keluarganya," kata dia dalam keterangannya kepada IDN Times, Senin(2/6/2025).
1. Bullying selalu hadir karena ketimpangan relasi kuasa

KPAI, kata dia, mendorong semua pihak ambil peran dalam pencegahan dan penanganan perundungan. Dia berharap jangan sampai ada lagi anak-anak yang menjadi korban bullying karena menormalisasinya.
"Bullying selalu hadir karena ketimpangan relasi kuasa. Bullying selalu datangkan penderitaan. Oleh karenanya kita semua harus ambil peran untuk menghentikan bullying," katanya.
2. Ada keberulangan dalam kasus perundungan

Dia mengatakan, kasus perundungan tak terjadi hanya dalam satu peristiwa saja, namun ada unsur keberulangan di dalamnya. Maka upaya deteksi dini harus dilakukan. Saat perundungan sudah terjadi maka perlu upaya cepat penangannya.
"Jangan pernah menganggap enteng perilaku bullying yang terjadi. Respon yang cepat dan deteksi dini dapat minimalkan dampak lebih buruk dari perilaku bullying. Baik bagi korban, dan juga yang melakukan bullying. Termasuk lingkungan sosial mereka, dan juga termasuk keluarga para anak tersebut," kata Dian.
3. Menormalisasi perundungan sama dengan menormoilasi kekerasan

Dian mengatakan, menormalisasi perundungan sama dengan menormoilasi kekerasan. Maka perlu ada perubahan perspektif terkait hal itu, dalam aturan yang ada seperti Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak ada prinsip dasar kepentingan terbaij bagi anak, yang menggunakan pendekatan keadilan restoratif.
Maksudnya adalah bertujuan memulihkan korban, masyarakat dan anak yang terlibat dalam konflik hukum Semua pihak perlu memberi fasilitas pemulihan hingga ada perubahan perilaku positif terkait kasus perundungan.
Namun aturan hukum tersebut dapat membawa perubahan jika setiap perangkat yang ada sudah terbangun perspektifnya bahwa bullying ini adalah kekerasan. Alhasil, setiap ada indikasi perilaku bullying harus direspons. Tingkatan respon tentunya memperhatikan bentuk dan dampak bullying yang terjadi.