Jakarta, IDN Times -LBH Jakarta resmi mengumumkan pembukaan posko pengaduan secara luring bagi masyarakat yang merasa dirugikan atas dugaan praktik pencampuran Pertamax jenis RON 92.
Dugaan praktik ini disampaikan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan mega korupsi tata kelola minyak mentah pada 25 Februari 2025.
Salah satu modus para tersangka adalah melakukan blending atau mengcampur BBM jenis Pertamax dengan Pertalite. Praktik itu diduga terjadi pada rentang 2018 hingga 2023.
Tidak tanggung-tanggung, pihak yang diduga terlibat mega korupsi hingga ke Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan yang kini sudah ditahan.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, mengatakan, sejauh ini sudah ada 426 laporan dari masyarakat sejak pekan lalu yang disampaikan secara daring. Kemudian, LBH Jakarta juga membuka mekanisme luring bagi masyarakat yang kesulitan membuat laporan secara daring.
"Pos pengaduan secara online kami buka sejak 26 Februari 2025 lalu sebagai bentuk respons cepat. Karena kami lihat di media sosial dan ruang publik banyak masyarakat yang merasa bingung dan tidak tahu harus mengadu ke mana," ujar Fadhil ketika memberikan keterangan pers, Jumat (28/2/2025) di Kantor LBH Jakarta, Menteng.
"Posko pengaduan kami buka secara offline agar masyarakat yang tidak memungkinkan mengakses teknologi bisa ikut terakomodasi," kata dia.
Menurut Fadhil, masyarakat sangat dirugikan dari praktik dugaan korupsi yang terjadi di PT Pertamina Patra Niaga itu. Sedangkan, respons dari Kejaksaan Agung dan PT Pertamina Patra Niaga tidak ada yang memihak ke publik.
"Di satu sisi, Kejaksaan Agung kukuh dengan hasil penyidikan yang berbasis pencarian fakta, bukti yang jadi bagian dari proses penyidikan. Tapi, lain pihak ada juga sanggahan-sanggahan yang ala kadarnya," ujar dia.
Bahkan, sanggahan yang disampaikan oleh PT Pertamina Patra Niaga dilakukan tanpa ada proses pemeriksaan dan pengujian yang valid.