Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Korupsi, Sentimen Negatif Warganet ke Pertamina Capai 98 Persen

Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025). (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)
Intinya sih...
  • Analisis Drone Emprit: 98% sentimen negatif terhadap Pertamina di media sosial
  • Polemik pencampuran Pertamax: warganet protes harga BBM lebih tinggi, kualitas setara Pertalite

Jakarta, IDN Times - Lembaga pemantau media sosial, Drone Emprit mengungkap hasil analisis sentimen publik di media sosial terhadap Pertamina.

Analisis itu dibuat pada periode 24 sampai 27 Februari 2025 bertepatan dengan ramainya kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Hasilnya, ditemukan sentimen negatif warganet terhadap Pertamina hingga mencapai 98 persen.

1. Warganet jengkel dengan Pertamax campuran

Direktur optimasi feedstok dan produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan, kasus itu menjadi semakin diperbincangkan warganet lantaran kasus dugaan pencampuran Pertamax.

"Polemik dugaan pengoplosan Pertamax mencuat setelah banyak pengguna mengeluh kualitas BBM yang tidak sesuai harga. Mereka merasa tertipu karena harga lebih tinggi, tapi kualitas mirip Pertalite. Warganet mendesak transparansi dan langkah hukum," ucap dia dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).

Banyak warganet yang merasa tertipu, mengingat mereka membeli Pertamax dengan harga lebih tinggi, tetapi menerima kualitas yang setara dengan Pertalite, jenis BBM yang lebih murah.

Protes ini semakin meluas di media sosial dengan beberapa pengguna mengungkapkan kekecewaannya dan meminta transparansi dari pihak Pertamina serta pemerintah.

Dugaan ini tidak hanya menimbulkan keresahan di kalangan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap perusahaan pelat merah dan kebijakan harga serta subsidi BBM yang ada.

"Masyarakat kini mendesak pihak berwenang untuk memberikan klarifikasi serta langkah hukum terkait dugaan pengoplosan/blending ini," kata Ismail.

2. Sentimen negatif publik di media sosial tembus 98 persen

Ilustrasi media sosial. IDN Times/Paulus Risang

Ismail mengatakan, sentimen publik di media sosial terhadap Pertamina cenderung negatif mencapai persentase 98 persen. Publik marah dan kecewa terhadap dugaan korupsi Pertamina, meragukan kualitas BBM Pertamax, dan mengeluhkan harga yang tidak sebanding dengan kualitas.

Publik disebut marah karena merasa ditipu dengan BBM berkualitas rendah dan frustrasi atas kebijakan pemerintah dalam menangani korupsi Pertamina. Mereka terkejut dengan keterlibatan pejabat tinggi dan kini menantikan langkah perbaikan tata kelola dan hasil uji lab BBM. 

"Seruan boikot dan kritik transparansi juga mencuat," kata dia.

Sisanya, sebanyak dua persen sentimen publik di media sosial cenderung netral. Tidak ada sentimen positif dari warganet terhadap Pertamina.

3. Pembahasan di media sosial ramai pada 26 Februari

Pertamina bantah adanya oplosan. (IDN Times/istimewa).

Lebih lanjut, kata Ismail, pembahasan publik di media sosial terhadap Pertamina memuncak pada 26 Februari 2025.

"Pembahasan di media sosial memuncak pada 26 Februari, dipicu oleh kerugian negara Rp193 triliun, keluhan kualitas BBM, dan pengelolaan aset BUMN yang dipertanyakan," ujar dia.

Sementara, khusus di media online, pemberitaan melonjak pada 25 Februari dengan fokus pada dugaan korupsi dan pencampuran Pertamax.

Isu Pertamina terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, publik yang kritis menyoroti subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dan seruan boikot. Kedua, kelompok aktivis menentang pemberantasan mafia migas. Ketiga, media massa fokus pada perkembangan kasus korupsi dan tuntutan ganti rugi dari masyarakat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us