Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pertamina Bantah Pertamax Oplosan, Kejagung: Kenyataan Tak Seperti Itu

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Kejaksaan Agung ungkap fakta penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak Pertamina.
  • Tidak ada pencampuran RON 90 dengan aditif, tetapi dicampur dengan RON 92 dan dijual seharga RON 92.
  • Bahan bakar minyak oplosan dijual sebagai Pertamax di perusahaan milik putra pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan fakta penyidikan dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan jika tak ada pencampuran RON 90 atau setara dengan bensin Pertalite dengan zat aditif, tetapi memang dicampur dengan RON 92 atau setara dengan bensin jenis Pertamax.

Hal ini jadi respons pernyataan PT Pertamina Patra Niaga yang mengklaim tak ada pengoplosan atau blending Pertamax dengan Pertalite.

"Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau di bawahnya ya (RON) 88 di-blending dengan RON 92, jadi RON dengan RON, jadi tadi kan tidak seperti itu,” kata dia dalam konferensi pers, Rabu (26/2/2025).

1. Nanti lebih detailnya akan diteliti

ilustrasi isi BBM (IStock.com/Koonsiri Boonnak)

Qohar menjelaskan, apa yang disampaikan penyidik itu adalah berdasar dari alat bukti yang ada. Namun, ada atau tidaknya zat adiktif, nanti ahli yang akan meneliti.

“Nah apakah itu nanti zat adatif atau tidak, ini ahli akan meneliti, tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu, keterangan saksi menyakatakan seperti itu,” kata Qohar.

Qohar juga menjelaskan bahan bakar minyak (BBM) oplosan tersebut dijual dengan harga Pertamax.

"Jadi hasil penyidikan, tadi saya sampaikan itu. RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada, dari keterangan saksi RON 88 di-blending dengan 92. Dan dipasarkan seharga 92," katanya. 

2. Lokasi oplos minyak BBM di PT Obit Terminal Merak

Kejaksaan Agung umumkan 2 nama baru tersangka kasus korupsi minyak mentah Pertamina (IDN Times/Lia Hutasoit)

Selain itu juga dijelaskan lokasi proses oplos minyak BBM ini ternyata berlangsung di perusahaan milik putra pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza, yakni PT Obit Terminal Merak. Kerry juga merupakan seorang Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

"Melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik Tersangka MKAR dan Tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92," kata Qohar.

3. Beli ron 90 dengan harga RON 92

Kejagung tetapkan 7 tersangka kasus korupsi di Pertamina (Dok. Kejagung)

Terbaru memang Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya jadi tersangka baru dalam kasus dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero). Semalam, dia ditetapkan menjadi tersangka bersama dengan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Keduanya punya peran masing-masing dalam tindak pidana ini. Atas persetujuan dari Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), keduanya melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 dan lebih rendah dengan harga RON 92 atau setara jenis Pertamax.

"Tersangka MK dan EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang," kata dia.

Kemudian, Maya memerintahkan atau memberikan persetujuan pada Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 atau setara dengan jenis bensin Premium dengan RON 92 di terminal storage PT Orbit Terminal Merak milik Kerry.

Usai dicampur di PT Orbit Terminal Merak dipimpin Direktur Utama Gading Ramadan Joede (GRJ) yang turut jadi tersangka, dua produk kilang itu dijual dengan harga RON 92 atau setara Pertamax.

"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us