8 Anak Jadi Korban Konten Porno, Modusnya Dapat Akun Game Online
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) membongkar kasus konten pornografi yang diperankan oleh anak di bawah umur. Konten tersebut ternyata diperjualbelikan oleh jaringan internasional.
Plh. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rini Handayani mengatakan modus yang dilakukan para pelaku adalah dengan mendekati anak korban untuk berteman, memberi makanan hingga mengajak bermain game online.
“Setelah itu para anak korban diberikan akun game online tersebut dan diiming-imingi akan diberikan uang berkisar antara Rp200 hingga Rp500 ribu dengan syarat para anak korban mau melakukan tindakan seksual,” kata dia, Senin (26/2/2024).
1. Ada delapan anak yang jadi korban jaringan ini
Sejak saat itu, para korban lantas melakukan tindakan seksual dengan terduga pelaku baik itu sentuhan alat kelamin hingga persetubuhan. Polisi berhasil mengidentifikasi delapan orang anak korban berinisial MAHAF, FM, RN, NF, HS, S, AFB, dan DP. Dalam kasus ini ada ketiga terduga pelaku yang diamankan.
Baca Juga: Polisi Periksa 8 Saksi Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila
2. Sudah ada pendampingan pada anak korban
Editor’s picks
Rini menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang untuk mengecek kondisi fisik dan psikologis anak korban. Selain itu sudah ada pendampingan psikologis kepada anak korban.
UPTD PPA Kota Tangerang juga telah melakukan tracing dan visit ke rumah para anak korban serta melakukan pendampingan dalam proses hukum Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada para anak korban.
Baca Juga: Polisi Ungkap Produksi Konten Porno Anak, Dijual Lewat Video Call
3. Para korban cenderung tunjukkan kecemasan dan tidak percaya diri
Selain itu sudah ada pendampingan psikologis kepada anak korban. Dari hasil pendampingan ditemukan kecenderungan anak merasa cemas dan memiliki rasa percaya diri yang kurang.
“Dari pendampingan psikologis yang telah dilakukan, para anak korban cenderung menunjukkan kecemasan dan memiliki rasa percaya diri yang kurang. Apalagi usia anak korban tengah memasuki tahap remaja awal dimana belum memiliki kematangan secara emosional dan sosial. Para anak korban pun mudah dirayu, dibujuk, dan dipengaruhi oleh para pelaku karena mereka memiliki tingkat intelegensi yang cenderung rendah,” kata Rini.