Bentrokan Rempang, Siswa Kena Gas Air Mata Dilarikan ke Rumah Sakit
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Bentrokan terjadi antara warga dan aparat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Ini terjadi usai aparat memaksa masuk ke kampung adat untuk mengukur lahan demi proyek pembangunan proyek nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Bentrokan ini menyebabkan sejumlah orang luka-luka, termasuk di antaranya adalah anak-anak yang terkena gas air mata. Sejumlah siswa sekolah, bahkan dilarikan ke rumah sakit akibat terkena gas air mata. Gas terbawa angin karena lokasi para siswa tidak jauh dari tempat terjadinya bentrokan tersebut.
"Ada belasan siswa yang saya tahu dibawa oleh ambulans ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Gas air mata itu terbawa angin, karena ribut dekat dengan sekolah kami," ujar Kepala Sekolah SMP Negeri 22, Muhammad Nazib, dilansir ANTARA, Kamis (7/9/2023).
1. Terekam momen siswa berlarian
Dari video yang diunggah akun Instagram YLBHI - LBH Pekanbaru, terekam momen sejumlah siswa SD berlarian ke luar ruangan belajar. Siswa SD itu diarahkan sejumlah orang dewasa.
Bahkan, pada rekaman lain, terlihat beberapa siswi masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Embung Fatimah, Bata.
Baca Juga: Bentrok Aparat dan Warga Pulau Rempang Pecah, Imbas Proyek Eco-City
2. Ada korban luka dan banyak warga ditangkap
Editor’s picks
Koalisi Masyarakat Sipil mengungkapkan, pada hari ini (7/9/2023), sekitar pukul 10.00 waktu setempat, bentrokan terjadi saat aparat masuk secara paksa untuk memasang patok batas dan cipta kondisi.
Karena sedari awal tujuan kegiatan tersebut untuk merelokasi atau menggusur warga dari tanah adatnya, maka menurut koalisi aparat dan Badan Pengusahaan (BP) Batam pasti tahu kegiatan ini akan ditolak.
"Kegiatan ini merupakan pemantik bentrokan yang mengakibatkan paling tidak enam orang warga ditangkap, puluhan orang luka, beberapa anak mengalami trauma, dan satu anak mengalami luka akibat gas air mata," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
3. Sejak awal perencanaan disebut tak partisipatif
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, menyatakan pembangunan Kawasan Rempang Eco-City jadi salah satu program strategis nasional yang dimuat dalam Permenko Ekuin Nomor 7 Tahun 2023.
Tapi, program strategis nasional ini dari awal perencanaan, disebutnya tak partisipatif sekaligus abai pada suara masyarakat adat 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang yang sudah eksis sejak 1834.
Menurut Zenzi, wajar masyarakat di lokasi tersebut menolak rencana pembangunan. BP Batam, Menko Ekuin, Kepala BKPM, dan Kementerian serta lembaga yang terlibat, dalam proses ini merumuskan program tanpa persetujuan masyarakat.
"Atas dasar tersebut, kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini. Program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah, dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang," kata Zenzi.
Baca Juga: Dua Kelompok Silat Asal Indonesia Bentrok di Taiwan, Satu Tewas