CSIS soal Pasal Penghinaan Presiden: Tak Bisa Langsung Diproses Hukum

RUU Ciptaker juga harusnya jadi pembelajaran 

Jakarta, IDN Times - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Nicky Fahrizal mengungkap, pasal penghinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah dipagari pengaman demokrasi. Namun, kata dia, ada catatan yang diberikan di dalamnya.

"Pasal penghinaan terhadap presiden sudah dipagari dengan ketentuan-ketentuan yang memang tidak serta-merta bisa langsung diproses secara hukum," kata dia dalam CSIS Media Briefing bertajuk 'Dampak Rencana Pengesahan RKUHP terhadap Kebebasan Sipil' di kanal YouTube CSIS Indonesia, dilansir Jumat (8/7/2022).

1. Jadi catatan bagaimana penerapan normanya

CSIS soal Pasal Penghinaan Presiden: Tak Bisa Langsung Diproses HukumPeneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Nicky Fahrizal (youtube.com/CSIS Indonesia)

Kemudian, salah satu pasal yang dipandang Nicky sebagai pengamanan demokrasi ada pada pasal 218 ayat (2) RKUHP.

Dinyatakan bahwa "tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri".

Lebih lanjut, disebutkan, pada Pasal 220 ayat 2 RKUHP, tertera bahwa ketentuan yang mengamankan demokrasi yang dimaksud dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

"Kalau karena kepentingan umum atau pembelaan diri, tuntutan hukum bisa diadakan dan Presiden harus melaporkan sendiri, dan itu pagar-pagar atau jaringan pengaman untuk mengamankan kebebasan berpendapat," kata dia.

Namun hal ini jadi masalah dalam RKUHP bagaimana penerapan normanya nanti, bukan pada letak konstitusionalitas suatu normanya.

Baca Juga: Syarat Kritik Presiden Tak Kena Pasal Penghinaan: Harus Solutif

2. RUU Ciptaker jadi pembelajaran saat susun RKUHP

CSIS soal Pasal Penghinaan Presiden: Tak Bisa Langsung Diproses HukumAksi unjuk rasa KSPI menolak pembahasan Omnibus Law RUU CIptaker di depan Gedung DPR, Senin (3/8/2020) (Dok. IDN Times/KSPI)

Dia juga menyebut, proses RUU Cipta Kerja menjadi UU dapat jadi contoh terbaik dalam proses pembentukan undang-undang khususnya RKUHP. Dia berharap jangan sampai partisipasi bermakna malah diabaikan.

"Isu penting lainnya adalah mengenai partisipasi publik yang bermakna. Pengalaman putusan MK mengenai Cipta Kerja harusnya ini menjadi lesson learnt bagi pembentuk undang-undang, khususnya RKUHP," kata dia.

Baca Juga: Ini Deretan Pasal Penghinaan Penguasa dengan Ancaman Pidana di RKUHP

3. Seharusnya draf RKUHP dibuka untuk publik sejak lama

CSIS soal Pasal Penghinaan Presiden: Tak Bisa Langsung Diproses HukumIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Parisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang adalah hak untuk didengarkan, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya lalu hak untuk mendapatkan jawaban atau penjelasan.

Hal ini juga berkenaan dari bagaimana sulitnya publik bisa mengakses draf RKUHP terbaru.

"Seharusnya apabila menginginkan partisipasi publik yang lebih bermakna, maka akses publik terhadap draft ini sudah dibuka dari sebelumnya, supaya publik bisa berikan opini, pandangan," kata dia.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya