Dear DPR, Ini 3 Isu Anak yang Belum Diakomodasi RUU TPKS

IJF catat isu diksi, child grooming dan pencegahan kehamilan

Jakarta, IDN Times - DPR dan pemerintah setuju agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) masuk ke rapat paripurna. Indonesia Joining Forces (IJF) bersama Jaringan Aksi dan Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) menyampaikan penghargaan dan apresiasi setinggi-tingginya terhadap kinerja DPR RI dan pemerintah dalam penyusunan dan pembahasan RUU TPKS.  

Meski demikian IJF menyoroti isu anak yang ada di dalamnya. Total ada tiga isu yang dibahas oleh IJF terkait dengan hal-hal yang belum diakomodasi oleh pemerintah dan DPR terkait dengan RUU TPKS.

“Berdasarkan tiga isu utama yang kami angkat ini, kami berharap dalam pembahasan tahap II nantinya, isu-isu yang telah kami angkat dapat diakomodir, dan diatur dalam peraturan turunan di bawah undang-undang ataupun dalam kerangka implementasi RUU,” kata Ketua Eksekutif Komite IJF Ketua Eksekutif Komite IJF dalam keterangannya, Senin (11/4/2022).

“Kami juga berharap ke depannya, dalam implementasinya RUU TPKS dapat menjadi payung hukum yang melindungi korban kekerasan seksual, termasuk anak-anak,” sambungnya.

Baca Juga: Psikolog: Anak-anak Rentan Jadi Pelampiasan Kekerasan di Masa Pandemik

1. Diksi pelaku anak diganti jadi anak berkonflik dengan hukum

Dear DPR, Ini 3 Isu Anak yang Belum Diakomodasi RUU TPKSIDN Times/Indiana Malia

Dia juga mengatakan RUU ini memang sudah mengakomodasi poin jaminan untuk korban mulai dari restitusi dari pelaku atau lewat victim trust fund hingga lewat sita harta pelaku tanpa menjadikan keluarga pelaku sebagai korban baru, serta jaminan restitusi pelaku anak yang harus dibayarkan keluarganya atau oleh negara. 

Bukan hanya itu RUU ini juga memang disebut sudah pastikan pemulihan korban secara komprehensif namun ada beberapa akomodasi lain yang belum termaktub dalam RUU ini.

Pertama, RUU TPKS masih menyebutkan pelaku untuk anak. Hal ini dinilai akan berpotensi melabeli anak sebagai pelaku seumur hidupnya. Penyebutan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak.

Untuk itu, IJF menawarkan pemilihan diksi yang lebih baik, yaitu “anak berkonflik dengan hukum”. Sayangnya, masukan ini tidak menjadi pertimbangan dalam pembahasan.  

Baca Juga: Komnas Perempuan Desak RUU TPKS Dijadikan RUU Inisiatif DPR 2022

2. Aturan pencegahan kehamilan dan pemulihan menstruasi

Dear DPR, Ini 3 Isu Anak yang Belum Diakomodasi RUU TPKSIlustrasi korban kekerasan (IDN Times/Arief Rahmat)

Kedua, pengaturan tentang pencegahan kehamilan dan pemulihan menstruasi yang penting bagi korban, terutama anak. Kehamilan pada korban kekerasan seksual dapat menambah beban dan trauma berkepanjangan.

IJF yang terdiri dari Yayasan Plan International Indonesia, Wahana Visi Indonesia, Childfund International Indonesia, SOS Children’s Villages Indonesia, Yayasan Save the Children Indonesia dan Federasi International Terre des Hommes menganggap penting adanya layanan pencegahan kehamilan pada korban kekerasan seksual.

Hal tersebut bisa dilakukan oleh tenaga medis dan ketersediaan layanan ini dapat mengurangi dampak pada kesehatan mental korban.

Baca Juga: Pemerkosaan dan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS, Gimana Nasib Korban?

3. Kurangnya penjelasan soal child grooming

Dear DPR, Ini 3 Isu Anak yang Belum Diakomodasi RUU TPKSIlustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Kemudian adalah terkait dengan pembahasan Pasal 6 ayat C yang dinyatakan sebagai pasal rujukan untuk bentuk kekerasan child grooming. IJF menilai bahwa pasal ini belum mencakup penjelasan yang menggambarkan bentuk child grooming

Dini mengatakan nantinya dalam peraturan turunan maupun implementasi, hal ini perlu dijadikan pertimbangan. Child grooming sederhananya adalah perilaku orang dewasa mendekati seorang anak dan menyiapkannya untuk pelecehan seksual di waktu mendatang.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya