DJKI Kejar RPP Lisensi Musik Demi Lindungi Pelaku Industri

Berharap RPP lisensi ini rampung akhir 2023

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tengah siapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Lisensi Lagu dan atau Musik. RPP Lisensi Lagu dan atau Musik sampai sekarang masih disusun demi menjaga hak ciptanya.

Nantinya, RPP mengatur ketentuan umum lisensi, hak moral, ekonomi lagu dan atau musik, layanan digital, pengawasan, dan ketentuan peralihan. Diharapkan RPP bisa masuk izin prakarsa kepada Presiden lantaran sudah disiapkan sejak 2021 dan selesai disusun pada akhir 2023.

"RPP ini diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang jelas dan komprehensif tentang lisensi musik dan/atau lagu sehingga industri musik dapat beroperasi secara adil, efisien, serta berkelanjutan, di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat," kata Direktur Jenderal KI, Min Usihen, pada Rapat Klarifikasi Permohonan Izin Prakarsa Penyusunan RPP tentang Lisensi Lagu dan/atau Musik, Kamis (7/9/2023).

Baca Juga: Winky Wiryawan Ajak Produser Musik Elektronik Muda Gabung EMPC

1. Karya cipta marak digunakan secara ilegal

DJKI Kejar RPP Lisensi Musik Demi Lindungi Pelaku IndustriDirektur Jenderal KI, Min Usihen saat Rapat Klarifikasi Permohonan Izin Prakarsa Penyusunan RPP tentang Lisensi Lagu dan/atau Musik, Kamis (7/9/2023). (dok. Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual)

Upaya pembentukan dasar hukum ini berangkat dari kondisi di tengah era digitalisasi. Saat ini, karya-karya seseorang seperti musik, film, hingga konten kreatif lain, bisa dengan mudah didistribusikan secara daring. Namun, tak sedikit karya cipta digunakan secara ilegal. 

Hal itu sebabkan kerugian finansial dan reputasi bagi pencipta dan pemegang hak cipta, serta bisa merusak ekonomi industri kreatif. Min berpendapat, RPP tentang Lisensi Lagu dan atau Musik ini juga sebagai penegakan hukum terhadap pelanggaran lisensi. Payung hukum jadi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan keadilan dalam industri musik di era digital.

2. UU Hak Cipta belum bisa akomodir penggunaan karya cipta era digital

DJKI Kejar RPP Lisensi Musik Demi Lindungi Pelaku IndustriDirektur Jenderal KI, Min Usihen saat Rapat Klarifikasi Permohonan Izin Prakarsa Penyusunan RPP tentang Lisensi Lagu dan/atau Musik, Kamis (7/9/2023). (dok. Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual)

Min mengatakan, Undang Undang (UU) Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 belum dapat mengakomodir seiring perkembangan zaman, khususnya pada lisensi penggunaan karya cipta di era digital.

Lisensi memainkan peran kunci dalam mengatur dan memfasilitasi penggunaan sah karya intelektual. Bagi pemilik hak cipta dan pencipta, lisensi menjadi cara untuk melindungi dan mengontrol hak atas karya mereka. 

"Dengan memberikan izin resmi kepada pihak lain untuk menggunakan karya mereka, pemegang hak cipta dapat memastikan karya tersebut digunakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan serta menerima kompensasi yang adil atas penggunaan tersebut," kata Min.

3. Contoh kasusnya soal perjanjian antara Google dan pemegang hak cipta

DJKI Kejar RPP Lisensi Musik Demi Lindungi Pelaku Industriilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Salah satu alasan utama yang gambarkan urgensi disusunnya Peraturan Pemerintah tentang pengaturan pemegang lisensi lagu atau musik bisa dilihat dari salah satu pasal perjanjian antara Google dan pemegang hak cipta. Ada satu ayat yang bertentangan dengan UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan sangat merugikan pencipta. Ayat tersebut berbunyi: 

“…Pemberi Lisensi dilarang untuk melakukan langkah hukum terhadap Google dan pengguna Google (termasuk pengguna yang mendapatkan manfaat komersial dari penggunaan lagu), demikian juga terhadap pengguna yang tidak memiliki izin melakukan sinkronisasi karya cipta Lagu…” 

DJKI beranggapan, PP ini harus segera dirancang pada 2023 karena kini adalah masa pembaruan (renewal) dari Perjanjian Lisensi Google.  

Adapun pada platform-platform besar seperti TikTok, Spotify, Resso, dan lain-lain sampai saat ini tidak menyediakan sarana kepada pemegang hak cipta untuk mengawasi atau mengelola karya ciptanya. Padahal, sederet platform tersebut telah mengambil keuntungan ekonomis selama bertahun-tahun dari karya cipta anak bangsa Indonesia.

Baca Juga: Perbedaan Hak Cipta dan Hak Paten, Jangan Keliru ya! 

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya