DPR Diminta Segera Bahas RUU Konvensi Penghilangan Paksa

Komnas Perempuan singgung hak keluarga tahu nasib korban

Jakarta, IDN Times - Korban penghilangan paksa dan keluarganya berhak atas penegakan kebenaran dari peristiwa pelanggaran HAM. Komnas Perempuan menyinggung pentingnya percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengesahan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa di DPR untuk disahkan.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, Ratifikasi konvensi ini bakal memberi jalan terang bagi kepastian hukum para korban penghilangan paksa dan keluarganya.

“Keluarga korban penghilangan paksa juga memiliki hak untuk mengetahui nasib keluarganya, apakah masih hidup atau sudah meninggal dan kalau sudah meninggal bolehkah keluarga mengetahui di mana kuburnya, serta menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaan sebagai cara menutup keterpurukan psikologis. Kepastian status orang yang dihilangkan ini juga penting sebagai dasar administrasi kependudukan,” kata dia dalam diskusi bertajuk ”Sampai Kapan Ditunda Ratifikasi Konvensi Penghilangan Orang Secara Paksa?” secara daring, Selasa (5/9/2023).

1. RUU ini masuk ke DPR sejak 2013

DPR Diminta Segera Bahas RUU Konvensi Penghilangan PaksaKoalisi Pegiat HAM melaporkan Jokowi ke Wali Kota Solo, karena tak juga temukan Wiji Thukul. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Komisi I DPR sudah setuju membahas RUU ini sejak 9 Juni 2022 dan sudah ada beberapa kali proses pembahasan. Komnas Perempuan, kata Andy jadi salah satu pihak yang dimintai pendapat terkait ratifikasi RUU ini melalui RDPU pada 19 Juni 2023

RUU Pengesahan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa sempat masuk ke Komisi I DPR RI pada tahun 2013. Namun Komisi I menunda pembahasannya, dan tidak pernah dilanjutkan kembali hingga masa kerja DPR pada periode tersebut berakhir. 

Baca Juga: YLBHI Minta Negara Penuhi Keadilan Bagi Korban Penghilangan Paksa

2. Komnas Perempuan usul RUU ini menggunakan asas retroaktif

DPR Diminta Segera Bahas RUU Konvensi Penghilangan Paksailustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Padahal ada dorongan dari DPR pada Juni 2023 untuk meratifikasi konvensi ini. Namun masih terdapat hal yang perlu didialogkan, salah satunya yaitu penerapan asas retroaktif atau non retroaktif yang akan diterapkan dalam RUU ini.

“Komnas Perempuan mengusulkan RUU ini menggunakan asas retroaktif atau berlaku surut. Hal ini karena kejahatan penghilangan paksa merupakan continuous crime atau kejahatan yang masih berlanjut selama korban belum ditemukan atau negara belum memastikan status para korban,” kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini.

3. Ada 32.777 korban penghilangan paksa selama 1965 hingga 1966

DPR Diminta Segera Bahas RUU Konvensi Penghilangan PaksaKoalisi Pegiat HAM melaporkan Jokowi ke Wali Kota Solo, karena tak juga temukan Wiji Thukul. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Perlu diketahui, Komnas HAM pernah  mencatat ada 32.774 korban penghilangan paksa selama 1965 hingga 1966, 23 korban pada kasus Tanjung Priok (1984), 23 korban kasus penembakan misterius (1982-1985), 13 korban pada kasus penculikan aktivis (1997-1998), dan 5 korban untuk kasus Wasior (2001).

Dorongan ini juga disuarakan oleh Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) yang mengungkapkan korban pelanggaran HAM dan keluarganya berhak atas penegakan kebenaran. Hal ini keadilan termasuk pemulihan serta jaminan ketidak berulangan. Ini harus dipenuhi oleh negara.

Baca Juga: Kemenlu RI Klarifikasi Surat PBB soal Penghilangan Paksa di Papua

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya