Kemen PPPA: Kasus Guru di Pontianak Cabuli Murid Harus Mengacu UU TPKS

Dianggap tak adil jika diselesaikan di luar proses peradilan

Jakarta, IDN Times - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar, mendorong aparat penegak hukum memproses pelaku berinisial HS (46), seorang guru sebuah yayasan di Pontianak, Kalimantan Barat yang memperkosa murid perempuannya.

Nahar mengatakan, kasus ini tidak boleh selesai di luar proses peradilan atau diversi dan harus mengaju pada Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Proses hukum terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini juga perlu mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan tidak diselesaikan di luar proses peradilan, karena hal tersebut sangat tidak adil bagi korban,” kata Nahar dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023). 

Baca Juga: Guru di Pontianak Cabuli hingga Sodomi Murid setelah Aborsi

1. Korban sudah ada di rumah aman

Kemen PPPA: Kasus Guru di Pontianak Cabuli Murid Harus Mengacu UU TPKSNahar sebagai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA (dok. Kemen PPPA)

Nahar menjelaskan, korban telah mendapat perlindungan dan pendampingan dari LPSK serta telah ditempatkan di rumah aman.

Kasus tersebut saat ini masih pendalaman proses hukum karena pelaku pernah menjabat sebagai anggota legislatif di Kalimantan Barat.

“Kami menyampaikan keprihatinan mendalam kepada korban dan keluarga atas kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Kejadian tersebut harus menjadi pengingat kita bersama bahwa di mana pun anak berada, anak-anak rawan mendapatkan kekerasan seksual,” ujar Nahar.

Baca Juga: Polresta Pontianak Tangguhkan Penahanan Guru Pencabulan Murid

2. Korban lakukan aborsi pada Oktober 2022

Kemen PPPA: Kasus Guru di Pontianak Cabuli Murid Harus Mengacu UU TPKSIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan informasi yang didapatkan Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, korban dibawa HS ke sebuah hotel pada Juli 2022 usai perjalanan dari luar kota.

Korban tidak bisa menolak karena takut ada masalah di sekolah. Pelaku kemudian memperkosa korban hingga hamil dan enggan bertanggung jawab. HS bahkan meminta korban untuk aborsi yang dilakukan pada Oktober 2022. 

Orangtua korban menyadari adanya perubahan gelagat putrinya dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Polresta Pontianak.

Korban juga disebut perlu mendapatkan pemeriksaan dan penanganan psikologis lebih lanjut terkait kondisi mental pascakejadian.

Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Kapolri Usut Kasus Pelecehan Seksual Miss Universe

3. Hukuman yang menjerat HS bisa mencapai 15 tahun penjara

Kemen PPPA: Kasus Guru di Pontianak Cabuli Murid Harus Mengacu UU TPKSIlustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Nahar mengatakan, jika HS terbukti bersalah, maka dia bisa dijerat penjara 15 tahun dengan denda Rp5 miliar.

Hal ini sesuai dengan Pasal 76D UU nomor 35 tahun 2013 tentang Perlindungan Anak, Pasal 81 Ayat 1 dan 3 serta Ayat 6 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Pidana tambahan juga bisa diberikan dengan mengungkapkan identitas pelaku. 

Sementara untuk kasus dugaan aborsi yang dilakukan korban, jika memenuhi unsur pidana, maka HS bisa dikenakan Pasal 45A Jo Pasal 77A UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan bisa terancam pidana penjara 10 tahun dengan denda Rp1 miliar.

Sanksi pidana terkait aborsi ini juga diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Baca Juga: Oknum Guru di Pontianak Cabuli Siswanya, Korban Dibawa ke Hotel

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya