Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta Yeremia

Ada dugaan extrajudical killing

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut serta dalam pemantauan dan penyelidikan peristiwa kematian Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada 19 September 2020. Komnas HAM menilai ada dugaan sejumlah upaya pengaburan fakta yang terjadi dalam peristiwa ini, setelah tim turun ke lapangan. 

"Komnas HAM juga meyakini adanya potensi sayatan benda tajam lainnya pada lengan kiri korban. Diduga kuat adanya penyiksaan dan atau tindakan kekerasan lainnya dilakukan terduga pelaku yang bertujuan meminta keterangan atau pengakuan dari korban, bisa soal senjata yang hilang atau keberadaan TPNPB/OPM (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka)," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangan terulis, Senin, 2 November 2020.

Baca Juga: Laporan TGPF ke Mahfud MD: Ada Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat

1. Penyebab kematian dan kondisi tubuh Pendeta Yeremia

Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta YeremiaKomisioner Komnas HAM Choirul Anam di acara Pembukaan Peringatan Hari HAM 2019 (IDN Times/Lia Hutasoit)

Komnas HAM meyakini kematian Pendeta Yeremia bukan disebabkan luka di lengan kiri atau tindakan kekerasan lainnya saja. Mengutip keterangan menurut ahli, penyebab kematian dia adalah diduga karena kehabisan darah.

Hal ini, kata Anam, dilihat dari luka di tubuh Pendeta Yeremia yang bukan di titik mematikan, dan korban masih bisa hidup kurang lebih 5-6 jam setelah ditemukan.  Luka di lengan kiri bagian dalam ditemukan dengan diameter luka sekitar 5-7 sentimeter.

2. Ada bekas abu di lutut, indikasi Pendeta Yeremia diminta berlutut

Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta YeremiaIlustrasi meninggal (IDN Times/Mia Amalia)

Pada tubuh korban ditemukan luka terbuka maupun luka akibat tindakan lain, yakni luka tembak yang dilepaskan dalam jarak kurang dari satu meter dari senjata api.

Tim Komnas HAM juga menemukan tindakan lain berupa jejak intravital di leher, luka di belakang leher berbentuk bulat serta dugaan pemaksaan agar Pendeta Yeremia berlutut untuk mempermudah eksekusi. Dugaan ini dibuktikan dengan jejak abu tungku yang terlihat di lutut kanan sang pendeta. 

Bukan hanya itu, tim juga menemukan bekas tembakan lainnya di Tempat Kejadian Perkara (TKP), yakni 19 titik lubang dari 14 titik tembak di bagian luar dan dalam kandang babi.

"Sementara berdasarkan penghitungan jarak tembak dengan posisi lubang peluru, diperkirakan jarak tembak berkisar 9-10 meter yang berasal dari luar kandang dan diarahkan ke TKP maupun sekitar TKP. Arah dan sudutnya pun tampak tidak beraturan atau acak. Komnas HAM menduga kuat adanya unsur kesengajaan dalam membuat arah tembakan yang acak atau tidak beraturan dan tidak mengarah pada sasaran, tetapi untuk mengaburkan fakta peristiwa penembakan yang sebenarnya," kata Anam. 

3. Ada dugaan extrajudicial killing

Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta YeremiaIDN Times/Arief Rahmat

Tim juga menemukan adanya proyektil dari sebuah balok kayu yang diduga dicongkel setelah penembakan, namun hingga saat ini benda tersebut belum diketahui keberadaannya.

"Polri hanya memberikan penjelasan menemukan proyektil peluru di sekitar tungku," ujar Anam.

Dia mengatakan peristiwa kematian Pendeta Yeremia merupakan bagian dari berbagai kekerasan bersenjata, yang telah berlangsung di Intan Jaya, dengan pola dan karakter yang mirip satu dengan yang lain.

Dalam kasus ini juga, Komnas HAM menyebut terduga pelaku diduga langsung menghukum mati di luar hukum atau disebut extrajudicial killing.

4. Pendeta Yeremia diduga mengalami penyiksaan dan jadi target

Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta YeremiaIlustrasi Pistol (IDN Times/Mardya Shakti)

Berdasarkan temuan dan analisa peristiwa di atas, Komnas HAM menyimpulan bahwa Pendeta Yeremia diduga mengalami penyiksaan atau tindakan kekerasan lainnya berupa tembakan, jeratan, dan lainnya.

Dia juga diduga sudah menjadi salah satu target yang dicari oleh terduga pelaku untuk memaksa keterangan atau pengakuan dari Pendeta Yeremia atas keberadaan senjata yang dirampas, atau keberadaan anggota TPNPB/OPM lainnya.

"Terdapat fakta pendekatan keamanan yang melanggar hukum dan tata kelola keamanan yang kurang tepat di Hitadipa atau wilayah Intan Jaya secara umum. Salah satu contohnya adalah menggunakan masyarakat menjadi bagian dari kekerasan bersenjata, menstigma yang menimbulkan rasa ketakutan dan ketidakpercayaan," kata Anam.

Komnas HAM juga menduga ada unsur kesengajaan dengan mengarahkan tembakan acak untuk mengaburkan penembakan yang asli. Kemudian, ada dua terduga pelaku yang diduga terlibat kasus ini, yakni Wakil Komandan Koramil Hitadipa Intan Jaya Alpius Hasim Madi dan pelaku tidak langsung yang memberi perintah pencarian senjata hilang dan kelompok bersenjata di desa itu.

5. Laporan Komnas HAM akan diserahkan ke Presiden dan Menkopolhukam

Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta YeremiaPresiden Jokowi memberikan keterangan pers, Sabtu 3 Oktober 2020 (Dok.Biro Pers Kepresidenan)

Komnas HAM kemudian memberikan beberapa rekomendasi terkait kasus kematian Pendeta Yeremia hingga tuntas, sampai aktor paling bertanggung jawab ditemukan. Serta membawa kasus ini pada peradilan koneksitas. Proses hukum juga dilakukan dengan profesional, akuntabel, dan transparan.

"Proses hukum dilakukan di Jayapura dan atau tempat yang mudah dijangkau dan aman oleh para saksi dan korban," kata Anam.

Laporan Penyelidikan kasus ini rencananya akan disampaikan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

5. Mahfud MD: Ada dugaan keterlibatan oknum aparat

Komnas HAM: Ada Dugaan Pengaburan Fakta Kematian Pendeta YeremiaMenkopolhukam, Mahfud MD (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Intan Jaya telah melaporkan hasil investigasinya ke Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebagai penanggung jawab tim tersebut.

Dalam laporan TGPF itu, Mahfud menyebut ada dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus penembakan yang membuat Pendeta Yeremia Zanambani meninggal dunia, di Intan Jaya, Papua pada 19 September lalu.

Kendati demikian, ada kemungkinan juga penembakan dilakukan oleh pihak ketiga yang ingin membuat situasi di Papua kembali ricuh dengan adanya penembakan tersebut.

"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat,” kata Mahfud saat menggelar konferensi pers secara daring dengan awak media, Rabu, 21 Oktober 2020.

Mahfud menjelaskan, setelah menerima hasil investigasi tersebut Pemerintah akan menyelesaikan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara.

"Sejauh menyangkut tindak pidana berupa kekerasan dan atau pembunuhan, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan untuk itu pemerintah meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengawal prosesnya lebih lanjut,” ujarnya.

Meninggalnya Pendeta Yeremia menimbulkan polemik karena pihak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menuduh TNI yang melakukan penembakan. TNI pun membantah tuduhan tersebut dan menuding balik KKB sebagai pelaku penembakan Pendeta Yeremia.

Oleh sebab itu Mahfud MD membentuk TGPF Intan untuk mengungkap kasus penembakan yang menyebabkan dua anggota TNI dan dua warga Papua meninggal dunia akibat insiden tersebut, salah satunya Pendeta Yeremia. Tim itu mulai melakukan investigasi lapangan sejak 1-17 Oktober 2020.

Tim tersebut juga telah melakukan wawancara terhadap 45 orang saksi dan juga mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Intan Jaya, di Distrik Hitadipa, Papua.

Saat melakukan investigasi, tim TGPF sempat mendapat serangan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang membuat satu anggotanya atas nama Bambang Purwoko tertembak dibagian kaki kiri. Satu anggota TNI atas nama Sertu Faisal Akbar yang ikut mengawal juga tak luput dari serangan KKB dan mengalami luka tembak dibagian pinggang.

Baca Juga: TNI dan KKSB Baku Tembak Lagi di Intan Jaya, 1 Orang Tertembak

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya