Komnas Perempuan Khawatir Ada Dugaan TPPO di Kasus Kawin Tangkap NTT

Kawin tangkap disebut penyimpangan tradisi budaya

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan menilai kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat, mengatakan bahwa dari informasi yang didapatkan, korban adalah perempuan berinisial DS. Dalam kasus kawin tangkap ini, disebut sudah ada percakapan adat sebelum tindakan itu dilakukan

"Juga menurut salah seorang sanak-saudara korban, yang menyetujui rencana kawin tangkap adalah ibu dan paman korban. Jika hal ini benar, maka kawin tangkap tersebut beririsan dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," kata dia kepada IDN Times, Senin (11/9/2023)

1. Kawin tangkap disebut penyimpangan tradisi budaya

Komnas Perempuan Khawatir Ada Dugaan TPPO di Kasus Kawin Tangkap NTTKantor Komnas Perempuan di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat. (Google Street View)

Rainy mengatakan, Komnas Perempuan mendorong agar kasus ini diselidiki lebih jauh. Hal tersebut guna mengidentifikasikan tindak pidana yang terkait pada kasus kawin tangkap DS dan diselesaikan secara hukum.

Kawin tangkap oleh sebagian orang diklaim sebagai bentuk perkawinan dalam tradisi budaya.

"Namun, beberapa pakar budaya mengatakan bahwa kawin tangkap merupakan penyimpangan tradisi budaya yang disalahtafsirkan," kata dia.

Baca Juga: Viral Kawin Tangkap di NTT, KemenPPPA: Itu Kekerasan pada Perempuan

2. Berbagai macam tradisi perkawinan dalam budaya

Komnas Perempuan Khawatir Ada Dugaan TPPO di Kasus Kawin Tangkap NTTIlustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Dia menjelaskan, dari kajian Komnas Perempuan bertajuk Kekerasan terhadap Perempuan dalam Budaya, pemaksaan perkawinan dalam budaya mencatat beberapa tradisi-tradisi.

Beberapa tradisi itu antara lain adalah kawin sambung, kawin lari, kawin cinta buta, kawin grebeg atau kawin tangkap dan yang disebut juga mudemu, serta kawin paksa karena hamil dan melakukan hubungan seksual. Serta adanya perkawinan dini sebagai bentuk-bentuk pemaksaan perkawinan berbasis budaya.

3. Pelaku bisa didukung tetua adat atau keluarga

Komnas Perempuan Khawatir Ada Dugaan TPPO di Kasus Kawin Tangkap NTTPameran perlengkapan pernikahan dan pesta Ikapesta Wedding Expo 2022 di New PRPP Convention Centre Semarang, 26--28 Agustus 2022. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Adanya klaim tradisi budaya tersebut, kata Rainy, tampaknya jadi faktor signifikan hambatan bagi perempuan korban untuk melaporkan kasusnya. Pelaku bisa didukung oleh tetua keluarga besar dan tetua adat atau komunitas.

"Terlebih bila perempuan korban dan keluarganya dari kelas ekonomi miskin dan perempuan korban juga berpendidikan minim. Itu sebabnya, kasus pemaksaan perkawinan dan kekerasan terhadap perempuan lainnya yang dipandang sebagai tradisi budaya sangat jarang dilaporkan ke Komnas Perempuan," kata Rainy.

Sebelumnya viral di media sosial, rekaman perempuan ditarik paksa oleh sejumlah lelaki. Belakangan diketahui perempuan itu adalah mempelai kawin paksa yang terjadi pada Kamis (7/9/2023). Dia diangkut ke sebuah mobil oleh sejumlah laki-laki saat berada di pinggir jalan

Baca Juga: 5 Perbedaan Kawin dan Nikah, Jangan Tertukar

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya