Komnas Perempuan Petakan dan Dalami Kasus Penyiksaan Tak Manusiawi

Gali penyebab dan akar masalah terjadinya penyiksaan

Jakarta, IDN Times - Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, jadi salah satu isu Hak Asasi Kemanusian (HAM). 

Tim Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman RI (ORI, dan Komnas Disabilitas (KND), menyelenggarakan Dengar Keterangan Umum (DKU) Nasional membahas isu ini.

“DKU merupakan salah satu metode inkuiri nasional yang digunakan KuPP sebagai upaya sistematis, transparan dan berskala nasional untuk menggali, memetakan dan mendalami kasus-kasus penyiksaan, perlakuan tak manusiawi, pelanggaran HAM lainnya dan interseksinya dengan gender, anak, disabilitas dan identitas lainnya, yang dilakukan oleh aktor-aktor negara secara langsung maupun tak langsung,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (21/11/2023).

Baca Juga: Kasus Leon Dozan, Komnas Perempuan Ungkap Dampak Kekerasan Kekasih

1. Gali penyebab dan akar masalah terjadinya tindak penyiksaan

Komnas Perempuan Petakan dan Dalami Kasus Penyiksaan Tak ManusiawiIlustrasi pemasungan orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ). Foto Antara

Dengar keterangan umum ini dilaksanakan sebagai bentuk pendalaman guna menemukan pola sistematis, bentuk-bentuk dan aktor pelanggaran larangan penyiksaan, serta perlakuan tak manusiawi. Hal ini mencakup yang terjadi di tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan, ruang privat maupun ruang publik. 

“Inkuiri Nasional bertujuan menggali penyebab-penyebab dan akar-akar masalah terjadinya (kembali) tindak penyiksaan, ill treatment, pelanggaran HAM dan interseksinya dengan gender, anak, disabilitas, dan identitas lainnya baik dalam dimensi politik, hukum, ekonomi maupun sosial budaya serta keterkaitannya satu dengan yang lain,” ujar Andy.

2. Bentuk upaya kumpulkan bukti dari komunitas

Komnas Perempuan Petakan dan Dalami Kasus Penyiksaan Tak ManusiawiKetua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam acara puncak perayaan 25 Tahun Komnas Perempuan di Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Inkuiri nasional, kata Andy, berupaya mengumpulkan bukti-bukti dari masyarakat atau komunitas, yang melibatkan para saksi atau pemberi keterangan dan ahli, untuk menemukan pola sistemik tindak penyiksaan dan pelanggaran HAM. 

Ini juga akan melihat irisannya dengan kekerasan berbasis gender, disabilitas, anak dan identitas lainnya, khususnya kasus-kasus kekerasan seksual, sehingga bukan sekadar berurusan dengan pengaduan-pengaduan individual.

“Dengan demikian Inkuiri Nasional diharapkan dapat mengatasi permasalahan secara substansial, komprehensif dan berkelanjutan berkaitan dengan tindak penyiksaan, perlakuan tak manusiawi dan pelanggaran HAM lainnya yang pada dasarnya merupakan pelanggaran hak-hak konstitusional,” ujarnya.

3. Bahas 12 fokus mulai dari pemasungan hingga KDRT

Komnas Perempuan Petakan dan Dalami Kasus Penyiksaan Tak ManusiawiIlustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

DKU Nasional, kata Andy, fokus pada 12 kasus dugaan penyiksaan dan ill treatment dalam empat konteks berbeda. Mulai dari kasus yang terjadi dalam proses penyelidikan, penangkapan, dan penyidikan di kepolisian, termasuk dalam pelanggaran HAM berat masa lalu. Kemudian, konteks situasi di rutan, lapas, rudenim, atau instalasi tahanan militer. 

Ada juga fokus soal konteks serupa tahanan, baik yang dikelola secara langsung maupun tidak langsung, atau dalam pengawasan pemerintah atau instansi lainnya. Contohnya seperti praktik-praktik tradisi berbahaya atau merendahkan martabat yang seharusnya dicegah (pemasungan, pelukaan dan pemotongan genitalia perempuan atau P2GP/FGM). 

Kemudian, konteks lain untuk mengeksplorasi perbuatan penyiksaan dalam perspektif CAT Komnas Perempuan, seperti praktik hukuman badan (corporal punishment), konflik sumber daya alam, intoleransi pada kelompok minoritas, delayed in justice kasus-kasus kekerasan seksual dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya