Komnas Sebut Perempuan Penyandang Kusta Miliki Kerentanan Berlapis

Hadapi perlakuan diskriminatif dan eksklusi sosial

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat, mengatakan, perempuan penyandang atau penyintas kusta memiliki kerentanan berlapis.

Kerentanan itu disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena gender dan penyakit kusta yang dialaminya.

“Komnas Perempuan mencatat, selain diskriminasi berupa ekslusi dan stigma, mereka rentan terhadap pelecehan seksual, penelantaran, penindasan berlapis, hambatan dalam mendapat pasangan hidup dibandingkan sesamanya laki-laki penyintas kusta dan rentan diceraikan oleh pasangannya," kata Rainy dalam keterangannya, Senin (29/1/2023).

Indonesia sendiri berada di peringkat ketiga dalam hal jumlah tertinggi kasus kusta di dunia. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, pada 2022 jumlah kasus kusta di Indonesia mencapai 13.487 kasus.

Baca Juga: Survei LKPI: Pemilih Perempuan Mayoritas Dukung Prabowo-Gibran

1. Penyandang dan penyintas kusta tak dipandang setara di hadapan hukum

Komnas Sebut Perempuan Penyandang Kusta Miliki Kerentanan BerlapisRainy Hutabarat saat memberikan keterangan pers Rekomendasi Komnas Perempuan kepada Calon Pemimpin Bangsa 2024 Menuju Indonesia Emas, Kamis (18/1/2024). (YouTube.com/Komnas Perempuan)

Dia mengatakan, sejauh ini kekerasan berbasis gender dan kusta sangat jarang dilaporkan ke pengada layanan dan Komnas Perempuan.

Hal ini menunjukkan perempuan penyandang kusta yang mengalami kekerasan berbasis gender tidak dipandang setara di hadapan hukum. Hal itu akibat stigma yang dilekatkan kepada mereka.

"Dalam kehidupan sehari-hari pun hak-hak dasar mereka tidak dipenuhi. Pembangunan berkelanjutan tak dapat dicapai tanpa pemenuhan hak-hak penyandang kusta sebagai kelompok rentan,” kata Rainy.

Baca Juga: Ganjar Janjikan Kesetaraan untuk Perempuan dan Disabilitas

2. Penyakit kusta dianggap sebagai akibat dari dosa

Komnas Sebut Perempuan Penyandang Kusta Miliki Kerentanan Berlapisilustrasi orang sakit (unsplash.com/Olga Kononenko)

Ekslusi dan stigma terhadap penyandang kusta berakar dari anggapan bahwa penyakit ini merupakan akibat dari dosa, kutukan, tidak dapat disembuhkan dan dicegah penularannya. Terlebih, penyakit ini juga memiliki dampak pada fisik yang dapat bersifat permanen.

Rainy mengatakan, stigma masih terjadi sampai sekarang sehingga bisa berakibat para penyandang kusta rentan terhadap gangguan psikis.

Antara lain berupa depresi, kecemasan, dan kesepian atau gangguan dalam relasi sosial.

Baca Juga: 30 Januari, Hari Kusta Internasional: Penyebab dan Cara Mengobatinya

3. Sulitnya akses layanan umum seperti kesehatan dan pendidikan

Komnas Sebut Perempuan Penyandang Kusta Miliki Kerentanan BerlapisDok. Humas Pemkot Bandung

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Bahrud Fuad, menggarisbawahi stigma negatif ini berdampak serius terhadap individu yang pernah mengalami kusta, menghadapi perlakuan diskriminatif, dan eksklusi sosial.

“Mereka mengalami kesulitan dalam mengakses layanan umum, termasuk layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, serta mengalami pengucilan dalam ranah masyarakat. Situasi ini tak hanya mengekspos ketidakpastian pemenuhan hak-hak dasar bagi individu yang pernah mengalami kusta sebagai warga negara, tetapi juga menandakan perlunya intervensi serius dari pemerintah,” katanya.

Padahal saat ini obat untuk kusta sudah tersedia di semua tingkatan layanan kesehatan milik pemerintah.

4. Pemerintah harus peluas daya jangkau dan akses mereka

Komnas Sebut Perempuan Penyandang Kusta Miliki Kerentanan BerlapisRumah rusak akibat pergerakan tanah di Kampung Jampang Jembatan, Lebak (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Adanya kondisi ini, Komnas Perempuan mendesak pemerintah dan lembaga-lembaga terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Tenaga Kerja untuk memperluas daya jangkau dan akses setara bagi individu yang pernah mengalami kusta.

Bukan hanya itu, Kementerian Sosial juga diharapkan meningkatkan program pemberdayaan dan menggencarkan pendidikan publik untuk lebih dapat mengenali gejala kusta. Termasuk menghapus stigma serta diskriminasi terhadap penyandang dan penyintas kusta di Indonesia.

Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan Kenya kian Parah, Sebulan 14 Pembunuhan

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya