Konflik Seruyan Dipenuhi Kekerasan dan Pelanggaran HAM

Satu orang warga tewas disebut extrajudicial killing

Jakarta, IDN Times - Organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Untuk Bangkal merilis laporan yang menjelaskan latar belakang kekerasan dan dugaan Pelanggaran HAM yang terjadi di Bangkal, Seruyan Raya, Seruyan, Kalimantan Tengah.

Laporan ini disusun berdasarkan hal-hal yang disampaikan warga dan temuan langsung di tempat kejadian. Beberapa hal yang disoroti adalah bagaimana konflik ini bernuansa kekerasan dan diduga telah melanggar HAM.

“Berdasarkan temuan tim, telah terjadi pengerahan aparat secara berlebihan untuk tujuan 'pembubaran' demonstrasi masyarakat Desa Bangkal terhadap PT. Hamparan Masawit Bangun Persada," tulis tim lewat keterangan resmi KontraS dikutip Selasa (17/10/2023).

"Informasi yang berhasil dikumpulkan menunjukkan setidaknya 440 aparat yang berasal dari antara lain Satuan Brimob, Intelkam, Direktorat Samapta serta Direktorat Reserse Kriminal dikerahkan ke Desa Bangkal. Aparat tersebut diketahui berasal dari Polda Kalteng, Polres Kotawaringin Timur, dan Polres Seruyan,” tambahnya. 

Baca Juga: Komnas HAM Minta Kapolda Tindak Anggota yang Tembak Warga Seruyan

1. Bentuk extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum

Konflik Seruyan Dipenuhi Kekerasan dan Pelanggaran HAMIlustrasi Penembakan (IDN Times/Mardya Shakti)

Pengerahan aparat yang berlebihan menyebabkan terjadinya represi pada warga Desa Bangkal. Tim juga melaporkan bahwa aparat sering menembakkan senjata dengan gas air mata dan peluru pada warga desa. 

“Hal ini hingga menyebabkan warga terluka dan puluhan ibu dan anak-anak mengalami trauma,” tulis Tim advokasi.

Peristiwa yang terjadi di Desa Bangkal pada 7 Oktober jadi puncak konflik masyarakat dan aparat di Desa Bangkal sejak September 2023. Aksi protes masyarakat telah berlangsung sejak 16 September 2023 hingga akhirnya 7 Oktober 2023. Ada korban jiwa, yaitu warga yang terkena tembak. 

“Peristiwa tersebut merupakan bentuk extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Temuan kami juga menunjukkan adanya warga yang menjadi korban penangkapan, penahanan dan penyiksaan serta upaya paksa penyitaan dan penggeledahan sewenang-wenang oleh aparat," tulis laporan tersebut. 

"Selain itu, kurang lebih 40 kendaraan bermotor milik warga juga dirusak dan diamankan oleh aparat dan sejumlah warga mengungkapkan kehilangan harta benda yang ada di dalam kendaraannya,” sambung laporan itu.

Baca Juga: Panglima Jilah Mengutuk Polisi yang Terlibat Penembakan di Seruyan

2. Dugaan terjadinya pelanggaran HAM

Konflik Seruyan Dipenuhi Kekerasan dan Pelanggaran HAMANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Lewat berbagai temuan yang ada, kejadian ini disebut telah menunjukkan adanya kekerasan yang cukup masif serta dugaan terjadinya pelanggaran HAM kepada masyarakat adat di Desa Bangkal. 

Tim Advokasi Solidaritas Untuk Bangkal mendorong Mabes Polri, Polda Kalteng, Komnas HAM, LPSK dan Kompolnas untuk mengambil langkah yang diperlukan demi mengusut tuntas peristiwa yang telah terjadi. 

“Kami mendesak kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, untuk memulai dilakukannya penyelidikan melalui pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF). Tuntutan ini mendesak untuk segera dilakukan mengingat berdasarkan penelusuran tim, pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Kalteng dan Polres Kotawaringin Timur dan Polres Seruyan telah menunjukkan ketidak seriusannya dalam mengungkap fakta-fakta peristiwa secara profesional," tulis mereka.

Baca Juga: Warga Tewas Usai Bentrok di Seruyan, YLBHI Minta Polisi Tanggung Jawab

3. Pemenuhan hak korban dengan mekanisme etik dan pidana pelaku

Konflik Seruyan Dipenuhi Kekerasan dan Pelanggaran HAMIlustrasi (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Tim Advokasi mengungkapkan, warga desa terutama korban punya hak yang harus dipenuhi, serta perlu adanya pertanggungjawaban lewat mekanisme etik dan pidana sesuai aturan yang berlaku.

“Kami berharap agar peristiwa kekerasan yang dilatarbelakangi oleh konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan tidak lagi terjadi. Negara dan aparaturnya harus menunjukkan keberpihakan pada masyarakat, bukannya melegitimasi represi atas nama keamanan bagi pelaku bisnis,” ujar Tim.

Adapun aksi masyarakat Desa Bangkal dilakukan pada 16 September dan 25 September. Saat itu, ada pertemuan dengan perwakilan perusahaan yang juga didampingi oleh Kapolres Seruyan dan Komandan Distrik Militer 1015 Sampit.

Warga Desa Bangkal menuntut tindak lanjut kesepakatan tahun 2013 antara PT HMBP dengan warga tentang janji pemberian dua hektare lahan per kepala keluarga. Selain menuntut soal plasma, warga juga menuntut lahan seluas 1.175 hektare di luar izin HGU PT HMBP untuk dikelola masyarakat sendiri.

Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan sesuai dengan tuntutan warga Desa Bangkal, yaitu pemenuhan penguasaan 20 persen kebun plasma.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya