KontraS Ungkap Putar Balik Fakta Kasus HAM Indonesia Depan Komite PBB

Bahas TPF Munir dan kasus pelanggaran berat HAM

Jakarta, IDN Times - Berbagai bentuk kritik pada Indonesia dari Komite Kovenan Internasional untuk Hak Sipil dan Politik (ICCPR) soal kondisi HAM di Indonesia dilontarkan dalam pertemuan Komite ICCPR di Jenewa, Swiss.

Ada beberapa isu yang dibahas di depan Indonesia yang merupakan salah satu anggota badan HAM PBB.  Komite ICCPR memberikan respons atas laporan yang sudah diklaim dari pemerintah Indonesia. Banyak pernyataan sikap dihadapkan dengan kritik dan pertanyaan dari Komite HAM PBB.

Kritik ini banyak menggarisbawahi akses keterbukaan kasus Munir dan juga isu pelanggaran HAM berat pada masa lalu, hingga isu kekerasan Papua. Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menjelaskan sejumlah hal yang diputarbalikkan di ICCPR.

“Kami menyoroti tentu adalah fakta-fakta yang memang disampaikan secara kontra naratif atau bertolak belakang dari realitas dan juga implementasi yang seharusnya bisa menjadi satu evaluasi. Namun pemerintah Indonesia lagi-lagi dalam forum Internasional mencitrakan bahwa seolah-olah sudah ada compliance atau kepatuhan terhadap norma pemenuhan penegakkan perlindungan hak asasi manusia terutama dalam hal ini hak sipil politik,” kata dia dalam konferensi pers daring, Senin (18/3/2024).

1. Pertanyaan soal TPF Munir dan kasus pelanggaran berat HAM

KontraS Ungkap Putar Balik Fakta Kasus HAM Indonesia Depan Komite PBBKoordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam konferensi pers daring, Senin (18/3/2024) (Youtube/KontraS)

Komite ICCPR menanyakan perkembangan kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang terhenti di Kejaksaan Agung serta pertanyaan perihal laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir yang tidak dipublikasi.  Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa koordinasi masih berjalan antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung sesuai Instruksi Presiden No.2 Tahun 2003. 

“Lagi-lagi pemerintah menyampaikan progresnya berkaitan dengan non-litigasi atau non-yudisial yang sudah termaktub dalam Inpres nomor 2 Tahun 2003 dan juga Keppres no 4 tahun 2023 berkaitan dengan implementasi TPP HAM. Memang tahun 2023 Presiden Jokowi sudah melakukan pidato pernyataan negara menyesali dan juga berupaya untuk melakukan sejumlah penyelesaian dan pemulihan terhadap korban serta keluarga korban pelanggaran ham masa lalu,” katanya.

Baca Juga: Cawe-cawe Jokowi di Pemilu Disinggung PBB, Kemlu Buka Suara

2. Penyelesaian di luar pengadilan hasilkan ketidakseimbangan

KontraS Ungkap Putar Balik Fakta Kasus HAM Indonesia Depan Komite PBBAsisten Deputi Bidang Hubungan Internasional di Sekretariat Kabinet, Johar Arifin saat duduk di deretan delegasi di komite HAM PBB Jenewa. (Tangkapan layar UN Web TV)

Komite ICCPR mengatakan, seharusnya Pemerintah Indonesia mengacu pada UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk mendorong Kejaksaan Agung dalam penyidikan dan penuntutan kasus-kasus PHB. 

Komite mengatakan penyelesaian di luar pengadilan akan menghasilkan ketidakseimbangan, sehingga ada kebutuhan untuk memperhatikan empat aspek kunci dalam penanganan kasus yakni keadilan, hak reparasi, pencegahan pengulangan kasus, dan reformasi institusi. Penekanan hanya pada pendekatan di luar ranah hukum dianggap tidak berhasil mencapai tujuan ini.

Baca Juga: Sidang HAM PBB Singgung Netralitas Jokowi, Timnas AMIN: Harusnya Malu

3. Penyelesaian kasus Munir disebut ada upaya penghambatan

KontraS Ungkap Putar Balik Fakta Kasus HAM Indonesia Depan Komite PBBIstri Munir Suciwati ketika berbicara di peringatan 17 tahun Aksi Kamisan di depan Istana Negara. (Tangkapan layar YouTube Jakartanicus)

Penyelesaian kasus Munir menunjukkan adanya upaya yang menghambat dan memperlambat proses penyelesaian, memberikan kesan tertentu terhadap kelambatan dalam penanganannya.

“Pertama dengan masih belum dibukanya dokumen tim pencari fakta independen munir yang hari ini masih belum mampu dikeluarkan oleh pemerintah RI dan yang kedua proses penyelesaian kasus dari kasus pembunuhan munir yang masih belum menyasar aktor intelektual sehingga masih ada dihadapkan Indonesia dihadapkan ancaman pada pembela HAM dan itu masih terjadi hingga sekarang,” kata Dimas.

4. Pembahasan soal hambatan kerja-kerja pembela HAM

KontraS Ungkap Putar Balik Fakta Kasus HAM Indonesia Depan Komite PBBHaris Azhar dan Fatia Maulidiyanti akan jalani sidang perdana di PN Jaktim pada Senin (3/4/2023)

Hal ini juga menjadi perhatian pada kasus Fatia dan Haris pembela HAM, komite ICCPR menggarisbawahi bahwa negara belum menjamin kerja-kerja pembela HAM dan juga pembela HAM perempuan.

Komite mengangkat Kasus Fatia-Haris sebagai salah satu bentuk dari kriminalisasi terhadap Pembela HAM yang terjerat UU ITE. Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa kasus tersebut sudah tuntas karena Fatia-Haris dinyatakan bebas. Faktanya, Fatia dan Haris masih berada di proses kasasi.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya