LBH Makassar Ungkap Kesulitan Tangani Kasus Pemerkosaan di Luwu

LBH Makassar hadapi tantangan besar selama pandemik

Jakarta, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Sulawesi Selatan, mengungkapkan kesulitan mereka saat menangani kasus-kasus hukum yang dihadapi.

Advokat LBH Makassar, Rezky Pratiwi, mengatakan pihaknya menghadapi tantangan yang luar biasa selama masa pandemik, tidak hanya kasus yang meningkat tapi juga keterbatasan sumber daya LBH sendiri.

"Kami hanya ada enam orang advokat dan enam orang paralegal, keterbatasan ini sebagai LBH. Kami meyakini tidak hanya dialami LBH Makassar, tapi juga organisasi bantuan lainnya," kata dia dalam diskusi publik "Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi COVID -19 di Indonesia Timur", Kamis (9/12/2021).

Baca Juga: Kenapa Kasus Kekerasan Seksual Baru Jadi Perhatian Usai Viral?

1. Tantangan jangkau korban pemerkosaan Luwu karena jarak tempuh

LBH Makassar Ungkap Kesulitan Tangani Kasus Pemerkosaan di LuwuIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Sekadar informasi, LBH Makassar turut mengampu kasus pemerkosaan yang dilakukan ayah kandung terhadap tiga anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Salah satu tantangan yang dihadapi lainnya adalah masalah akses kepada korban, yakni jarak tempuh yang jauh.

"Selain kapasitas juga tantangan di kasus kekerasan terhadap perempuan juga luar biasa, mulai dari jarak yang jauh karena sebaran tadi yang tidak merata. Di kasus Luwu Timur, kami harus menempuh 12 jam perjalanan darat untuk menjangkau korban," ujar Rezky.

2. Jumlah organisasi bantuan hukum terbatas dan terpusat di kota

LBH Makassar Ungkap Kesulitan Tangani Kasus Pemerkosaan di LuwuGERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Di Sulawesi Selatan, kata Rezky, hanya ada 20 organisasi bantuan hukum  yang terakreditasi dan bisa memberikan bantuan pendampingan kasus secara hukum.

Sedangkan, total kabupaten di Sulawesi Selatan ada sekitar 24 dan sebaran organisasi bantuan hukum yang terakreditasi itu tujuh di antaranya berada di kota dan sisanya di kabupaten.

"Keterbatasan SDM layanan bantuan hukum di Sulsel terlihat jelas," kata Rezky.

3. Aparat penegak hukum belum punya kapasitas dan perspektif pendampingan korban

LBH Makassar Ungkap Kesulitan Tangani Kasus Pemerkosaan di LuwuIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, menurut Rezky, di level aparat penegak hukum (APH), masih banyak yang belum punya kapasitas dan perspektif pendampingan korban. Bahkan, masih ada pendamping yang dilecehkan juga oleh APH yang biasa menangani kasus terhadap perempuan.

"Kultur di masyarakat di Sulsel juga masih amat kejam bagi perempuan korban kekerasan dan pendamping, paralegal kami sampai ada yang diancam akan diadang massa yang dimobilisasi kepala desa, hanya untuk menjangkau korban," ujarnya.

Baca Juga: Begini Cara Adukan Kekerasan Seksual, Korban Harus Berani Bersuara!

4. Hanya 20 persen kasus yang sampai ke pengadilan

LBH Makassar Ungkap Kesulitan Tangani Kasus Pemerkosaan di LuwuTerdakwa kasus suap proyek SAH, Gabriella Yuan Ana (putih) saat mengikuti sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industri Kota Yogyakarta, Kamis (16/1). IDN Times/Tunggul Damarjati

Rezky menjabarkan ada peningkatan pengaduan ke LBH Makassar, saat ini ada peningkatan 53 persen pengaduan kasus dari 2019 ke 2020, dan juga meningkat 10 persen pada 2021.

Kasus kekerasan seksual secara khusus, lanjut Rezky, hanya 20 persen yang sampai ke pengadilan, sedangkan 80 persen tidak mengadu dan berujung tak mendapat keadilan.

"Jadi dari peningkatan kasus di 2020, setengahnya adalah kekerasan seksual dan dari semua kasus kekerasan seksual yang diadukan di LBH ada beberapa korbannya memutuskan untuk tidak lapor polisi," kaya Rezky.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya