Pasal Karet di RKUHP, CSIS: Jurnalis Jadi Target Utama
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta,IDN Times - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Edbert Gani, mengungkapkan bahwa jurnalis adalah target paling mudah untuk dikriminalisasi melalui pasal-pasal karet terkait penghinaan yang ada di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Jurnalis itu adalah yang paling mudah menjadi target kriminalisasi dari pasal-pasal karet terkait penghinaan. Jadi memang tepat sekali kalau misalnya kita berdiskusi dengan rekan-rekan media di sini, karena bagi saya rekan-rekan media ini salah satu yang paling berkepentingan dengan adanya pasal-pasal karet dengan soal penghinaan,” kata dia dalam CSIS Media Briefing bertajuk 'Dampak Rencana Pengesahan RKUHP terhadap Kebebasan Sipil' di kanal YouTube CSIS Indonesia, dilansir Jumat (8/7/2022).
Baca Juga: CSIS Soroti Rancunya Pasal Hina Presiden Bisa Dipenjara di RKUHP
1. Pasal penghinaan di RKUHP
Hal ini berkaitan dengan dimuatnya sejumlah pasal penghinaan di RKUHP dan kerap dilaporkannya jurnalis dengan pasal penghinaan.
Dalam RKUHP sendiri ada pasal penghinaan yang dimuat mulai dari presiden, lembaga negara, agama, sampai Contempt of Court.
Adapun pasal penghinaan pada presiden dan wakil presiden diatur dalam pasal 218, 219, 220 dan pasal penghinaan pemerintah dimuat dalam pasal 240.
Ada lagi pasal penghinaan kekuasaan umum dan lembaga negara yang tercantum di pasal 351 dan 352. Lalu, izin keramaian tentang penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi di pasal 256.
2. Konsekuensi tanpa tujuan melalui kriminalisasi di RKUHP
Dia menjelaskan, agar demokrasi Indonesia menjadi sehat, memang memerlukan ruang yang luas bagi adanya kritik kepada pemerintah atau lembaga negara.
Editor’s picks
“Kritik terhadap kinerja pemerintah itu perlu ditempatkan sebagai ruang partisipasi politik yang aktif dari masyarakat, terlepas dari kita langsung memberikan semacam penilaian maksudnya jahat atau baik,” ujar Edbert.
“Dalam konteks partisipasi politik kritik itu harus dibuka seluas-luasnya dan ruang kriminalisasi yang tersedia dalam RKUHP berpotensi kuat menghasilkan unintended consequences, bagi semakin lemahnya daya kritik masyarakat ,” kata dia lagi.
Baca Juga: Di RKUHP Final, Bikin Video Porno untuk Konsumsi Pribadi Bukan Pidana
3. Pengamat sebut demokrasi di Indonesia sedang alami kemunduran
Dia beranggapan bahwa RKUHP dan kebebasan sipil saling berkaitan. Pasal-pasal penghinaan yang termuat dalam RKUHP membuat adanya kemunduran demokrasi di Indonesia mundur.
“Awalnya mungkin kita dalam poster proses stagnasi, dalam artian demokrasi yang cukup stagnan ya dalam demokrasi prosedural, namun beberapa pengamat nampaknya sudah mencapai semacam konsensus bahwa demokrasi di Indonesia sedang berada pada kemunduran,” ujarnya.
4. Indeks demokrasi Indonesia turun selama lima tahun terakhir
Dia mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir indeks demokrasi Indonesia mengalami kemunduran selama 5 tahun terakhir, data ini berdasarkan pada freedom house.
“Suka atau tidak suka memang sedang dalam poin yang sangat rendah dalam lima tahun terakhir,” ujarnya.
Jika dilihat, dalam indeks demokrasi komponen yang membuat adanya kemunduran demokrasi di Indonesia adalah kebebasan berpendapat.