Tok! RUU TPKS Masuk Paripurna, Ini Catatan Penting Lembaga Masyarakat

Catatan terkait substansi RUU TPKS

Jakarta, IDN Times - Tok! Bunyi palu di ruang rapat DPR RI pada Rabu (6/4/2022) lalu. Pada momen itu, pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS menyelesaikan pembahasan tingkat I Rancangan Undang-Undang Tindak Kekerasan Seksual (TPKS). Selanjutnya RUU ini akan dibahas di tingkat II dalam sidang paripurna untuk kemudian disahkan jadi Undang-Undang (UU).

Sejumlah lembaga kemasyarakatan memberi catatan terkait pembahasan RUU TPKS yang akan segera disahkan. Di antaranya dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (Puskapa).

Catatan terutama mengenai substansi RUU TPKS yang terkait dengan UU lainnya, sumber daya dan kapasitas guna mendukung implementasi RUU TPKS dalam beberapa aspek.

“Pembahasan RUU dengan model keterbukaan seperti ini harus menjadi contoh bagi pembahasan RUU-RUU lainnya. Secara substansi RUU TPKS pun progresif, memberikan banyak penguatan pada aspek hukum acara, penguatan hak korban, hingga keteraturan pengaturan tindak pidana,” kata peneliti ICJR, Maidina Rahmawati dalam keterangannya, dilansir Jumat (8/4/2022).

Baca Juga: [BREAKING] RUU TPKS Segera Masuk Rapat Paripurna Disahkan Jadi UU

1. Tindak pidana pemerkosaan tak dimuat di RUU TPKS harus dikuatkan rumusannya di RKUHP

Tok! RUU TPKS Masuk Paripurna, Ini Catatan Penting Lembaga MasyarakatIlustrasi pemerkosaan (IDN Times/Mardya Shakti)

Catatan pertama adalah jaminan isu tindak pidana pemerkosaan yang tak dimuat pada RUU TPKS agar semakin dikuatkan rumusannya dalam RKUHP mendatang. Namun, perkosaan dimuat sebagai jenis lain tindak pidana kekerasan seksual lain dalam RUU TPKS Pasal 4 ayat 2, sehingga korban tetap jadi subjek dalam RUU ini.

Maidina mengatakan, penguatan rumusan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) harus segera dilakukan dengan jaminan, perumusannya mengatasi permasalahan yang ada dalam rumusan kasus pemerkosaan di KUHP, yakni harus diatur dengan gender yang netral, unsur paksaan menjangkau relasi kuasa atau kekerasan psikis, tidak hanya penetrasi penis ke vagina dan tidak hanya terjadi di luar perkawinan.

“Dalam RKUHP pasal perkosaan juga harus ditegaskan sebagai bentuk kekerasan seksual (sesuai amanat Pasal 2 huruf j RUU TPKS untuk hukum acara dan penanganannya menjadi subjek RUU TPKS),” tulis dia.

2. Soal aborsi harus dijamin tegas dalam RKUHP sebagai kekerasan seksual

Tok! RUU TPKS Masuk Paripurna, Ini Catatan Penting Lembaga MasyarakatMassa mengelar unjuk rasa untuk mengecam tindakan dosen cabul di FISIP USU (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kemudian, soal aborsi yang juga tak dimasukkan ke RUU TPKS, Maidina menyatakan, penegasan pemaksaan aborsi juga harus dijamin tegas dalam RKUHP sebagai kekerasan seksual.  Ketiga, jaminan sinkronisasi aturan soal pelecehan seksual fisik dengan eksploitasi seksual dalam RKUHP.

Karena ada muatan tumpang tindih dalam dua perbuatan pelecehan fisik yang mengatur eksploitasi seksual, pertama di Pasal 6 huruf b, yakni perbuatan seksual secara fisik menempatkan seseorang di bawah kekuasaan secara melawan hukum, dan Pasal 6 huruf c menyalahgunakan kekuasaan, memaksa, atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain.

“Hal ini memerlukan sinkronisasi, misalnya dalam RKUHP nantinya dapat memperbaiki rumusan Pasal 6 huruf b dan Pasal 6 huruf c RUU TPKS,” katanya.

3. UU ITE bahas konten dengan konsen agar korban tak jadi pelaku serta alat bukti

Tok! RUU TPKS Masuk Paripurna, Ini Catatan Penting Lembaga MasyarakatIlustrasi pornografi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Pihaknya juga meminta jaminan sinkronisasi dengan merevisi UU ITE, yang mana secara progresif pemerintah dan DPR juga melampirkan kekerasan seksual berbasis elektronik dalam Pasal 14 dengan melarang perekaman, transmisi dan penguntitan orang lain atau konten pribadi orang lain tanpa persetujuan.

Karena itu, pengaturan penyebaran konten pribadi harus didasarkan pada persetujuan, saat tak disetujui maka pribadi itu jadi korban, bukan pelaku.

Karena itu, Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang berorientasi pada korban bukan konsen, harus dihapuskan dalam revisi UU ITE, dan larangan penyebarannya juga sudah dijangkau dalam UU Pornografi.

4. Layanan perlindungan harus untuk semua pihak, termasuk korban laki-laki

Tok! RUU TPKS Masuk Paripurna, Ini Catatan Penting Lembaga MasyarakatIlustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Kemudian jaminan implementasi pemberian layanan kepada semua korban secara inklusif, terlepas dari latar belakang sosial, ekonomi, agama, gender dan identitas sosial lainnya. Karena dalam Pasal 1 angka 4 RUU TPKS disebutkan, korban adalah orang yang alami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan atau kerugian sosial akibat TPKS.

Pelayanan terpadu juga dikenalkan untuk penyelenggaraan layanan terintegrasi, multi aspek, lintas fungsi dan sektor buat korban hingga saksi. Unit yang ditunjuk adalah UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak), tapi tak semua korban adalah perempuan dan anak. Maka harus diperluas bagi korban laki-laki minoritas gender, atau kelompok lainnya tanpa diskriminasi dan jika UPTD PPA membantu dipastikan tak melanggar proses.

5. Jaminan keterangan saksi dan korban disabilitas hingga restitusi

Tok! RUU TPKS Masuk Paripurna, Ini Catatan Penting Lembaga MasyarakatSidang vonis penyiraman air keras Novel Baswedan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Maidina juga mengatakan, RKUHAP dijamin membuat keterangan saksi disabilitas punya kekuatan pembuktian yang sama dan mekanisme penilaian ahli untuk disabilitas intelektual.

Dalam Pasal 25 ayat 4 RUU TPKS dijelaskan bahwa keterangan saksi dan atau korban penyandang disabilitas punya kekuatan hukum yang sama dengan bukan penyandang disabilitas. Sedangkan dalam rumusan KUHAP Pasal 171 dan penjelasannya, memerintahkan disabilitasi intelektual tidak disumpah dan tidak diterima kesaksiannya.

Terakhir adalah jaminan penegakan hak korban dalam RKUHAP, yang dalam RUU TPKS dijangkau bahasannya lewat restitusi dan kompensasi, hingga mekanisme victim trust fund atau dana bantuan korban dalam Pasal 35 ayat 2 dan ayat 3. RKUHAP juga diminta mengakomodasi hak ini dan mengenalkannya.

Baca Juga: Komnas Perempuan Kritik Pemerkosaan dan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya