[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari Keadilan

RO dijanjikan pekerjaan namun alami pemerkosaan

Jakarta, IDN Times - Masih belia, RO yang seharusnya menikmati masa remaja kini terbujur di kasur sebuah rumah sakit di Palu, Sulawesi Tengah. Gadis berusia 15 tahun 3 bulan ini adalah korban pemerkosaan 11 lelaki di Parigi Moutong. Para pelaku merupakan pria yang memiliki latar profesi berbeda-beda, mulai dari kepala desa, guru hingga salah satunya adalah anggota Brimob.

Dia menjalani serangkaian pengobatan dan juga pemeriksaan karena mengalami kekerasan seksual berulang sejak 2022, hingga puncaknya pada Desember 2022 RO mengalami sakit pada bagian kelamin. Ia bahkan harus menjalani pemeriksaan terkait dugaan tumor karena pemerkosaan yang dialaminya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga sudah menyambanginya pada Jumat, 9 Juni 2023 lalu. Saat dijenguk, RO masih tertidur di kasur rumah sakit dengan tangan masih diinfus.

Pendamping korban, Salma Masri, menceritakan bagaimana korban menghadapi rangkaian kekerasan seksual selama berbulan-bulan. Berat badan RO susut dan mengalami sakit hingga keputihan parah akibat tindakan keji 11 tersangka itu.

“Berat badannya susut, dia mengalami sakit perut, dia mulai tidak datang bulan, keputihan sudah busuk, sampai dia bisa lepas (dari kekerasan seksual yang dialami Desember setelah Natal),” ungkap Salma kepada IDN Times, Minggu, 11 Juni 2023.

Baca Juga: Anak Korban Pemerkosaan oleh 11 Orang Diduga Dieksploitasi Seksual

1. Sempat jalani pemeriksaan terkait tumor atau kanker, korban juga merasakan sakit di bagian perut

[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari KeadilanMenteri PPPA, Bintang Puspayoga berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Sulteng, Irjen Agus Nugroho bahas kasus TPKS remaja di Parigi Moutong (dok. KemenPPPA)

Salma mengungkapkan kasus ini dilaporkan resmi pada Maret 2023 oleh keluarga anak RO. Kala itu, pertemuan Salma dengan RO diawali dengan mengurusnya untuk menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit dari Kabupaten Poso ke Palu. 

Salma adalah pendamping yang diturunkan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT DP3A) Sulteng. Dia mengatakan RO menjalani pengobatan karena mengalami sakit di bagian organ reproduksinya.

Saat berjumpa dengan anak RO, bekal Salma tak banyak, apalagi soal kronologi kasus pemerkosaan yang dialami bocah itu. Sebagai pendamping, dia berangkat dengan kronologi kasus yang masih seadanya dan lebih fokus mengurus keperluan pengobatan korban, salah satunya adalah pemeriksaan laboratorium terkait tumor, namun kendala biaya membuat RO maju mundur memeriksakan kondisinya.

"Petunjuk yang dilingkari dokter itu untuk penanda tumor atau cancer," kata Salma.

RO akhirnya bisa memeriksakan kondisi dugaan tumor itu, setelah dia merasakan sakit luar biasa di bagian perut. Pemerkosaan di Parigi Moutong memberi luka mendalam bagi tubuh belia gadis remaja itu. Dia bahkan mengalami demam karena infeksi yang dialami. RO kemudian menjalani perawatan intensif hingga saat ini.

"Pagi itu rontgen dada, memang dia sudah mengeluh ke saya, saya merasakan ketakutan, dia paranoid itu, merasa sakit, 'perut saya rasa sakit dan saya rasa demam', demam ini karena infeksi kan," kata Salma menirukan RO mengeluh padanya.

Baca Juga: ICJR Sayangkan Pernyataan Kapolda Sulteng soal Kasus Perkosaan Parimo

2. Perbedaan terminologi kasus ini, disebut sebagai persetubuhan bukan pemerkosaan

[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari KeadilanTersangka kasus pemerkosaan anak di Parigi Moutong (ANTARA/ (Rangga Musabar/Rayyan/Rinto A Navis)

Seiring dengan upaya penanganan kesehatan korban akibat diperkosa oleh 11 orang tersebut, kasus ini menjadi perhatian banyak orang karena terminologi yang berbeda muncul dari Kapolda Sulawesi Tenggara, Irjen Agus Nugroho. Dalam konferensi persnya, dia mengatakan anak RO tidak mengalami pemerkosaan, melainkan persetubuhan. Dalam perspektif hukum, perbedaan kata dapat berdampak pada serangkaian upaya pengungkapan kasus, terminologi atau narasi yang digunakan akan menjadi perahu, kemana para pelaku ini akan dijerat.

Salma yang banyak menghadapi RO mengaku memiliki perspektif yang berbeda. Dia mengatakan bahwa kasus ini adalah pemerkosaan. Namun, dia tak mengambil pusing, akhirnya assessment dijalankan oleh Salma hingga mendapat sejumlah fakta di lapangan soal pemerkosaan yang dialami RO.

"Kasus ini kemudian viral karena perbedaan terminologi saya dan Kapolda, saya menyampaikan di live streaming saya ini perkosaan berantai dari orang satu ke satu, nah Kapolda itu murka mendengar saya bahasa itu, menurut dia ini bukan perkosaan ini persetubuhan, karena dia (korban anak) menerima imbalan, karena dia diimingi-imingi, tidak ada kekerasan, kemudian ini menjadi perseteruan, walaupun saya tidak mengambil pusing," kata dia.

3. Anak RO rentan pada perhatian karena pola asuh kurang baik

[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari KeadilanIlustrasi Kekerasan pada Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hasil assessment Salma dan tim kepada RO disebut memiliki perbedaan dengan apa yang disampaikan media. RO bisa sampai ke Parigi Moutong bukan untuk menjadi relawan banjir, tetapi karena dijanjikan pekerjaan oleh seorang pria yang dikenalnya. RO menaruh hati pada pria ini, dan ingin mengubah nasib ke Parigi Moutong.

“Jadi garis besar kronologis yang kami dapatkan dari asesmen adalah anak ini berangkat ke Parimo itu setelah lebaran Idul Fitri 2022, dijemput oleh salah satu tersangka, di mana tersangka ini adalah kenalan di Poso, bertemu di tempat hiburan di pinggir pantai, kemudian tukaran nomor (ponsel), sama-sama dijemput laki-laki ini datang mengambil ke Poso dibawa ke Parimo," ujarnya.

RO menaruh perasaan percaya kepada tersangka berinisial F. Salma menerangkan, sebagai seorang anak yang beranjak remaja, RO tumbuh dari keluarga yang orang tuanya berpisah. Dia adalah anak pertama dari empat bersaudara, dua adiknya ikut sang ibu ke Jakarta dan dia bersama adiknya yang lain tinggal bersama sang ayah di Palu.

Hasil pemeriksaan tim psikologis mengungkapkan, RO rentan pada perhatian yang diberikan orang lain karena dia tak mendapatkan hal itu dari kedua orang tuanya.

“Hasil psikologis tim saya mengatakan anak ini sangat rentan, rentan dengan perhatian, kasih sayang, ketika dia ketemu di Fahrul ini ketemu ini kemudian mereka pacaran, pertama dia suka, saya tanya kenapa mau ikut ‘saya suka dan dia menyatakan perasaan ke saya,’ oke itu satu, memang mereka ke sana (Parigi Moutong) memang anak ini mau merantau cari kerja,” kata Salma.

"Setelah dia di bulan Mei dia tamat SMP dengan pola asuh yang tidak baik dari bapaknya dan dia dapat sosok pacar kemudian didesak dengan kebutuhan hidupnya, yang ada di pikirannya adalah cari kerja, biar dia mandiri ‘biar saya bisa menghidupi diri saya sendiri," ujarnya.

Baca Juga: Menteri PPPA Temui Kapolda Bahas Kasus Pemerkosaan Remaja di Sulteng

4. Korban bekerja di rumah adat yang diduga jadi tempat jual beli solar ilegal

[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari KeadilanIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun, harapan RO menuju Parigi Moutong untuk bekerja pupus, ajakan F membuatnya mengalami serangkaian pemerkosaan. Dia dijanjikan pekerjaan oleh Kepala Desa berinisial HS dan seorang guru yakni ARH yang juga jadi tersangka pemerkosaan.

Sesampainya di Parigi Moutong, korban diinapkan oleh F dan salah satu perempuan berinisial Y yang merupakan orang Poso dan tetangga RO mencari pria dan menawarkan jasa RO lewat aplikasi MiChat. Dari situ, datanglah tersangka kepala desa dan guru, mereka mulai melecehkan korban hingga berlanjut pada persetubuhan.

"Dan dari asesmen saya ini, ke 11 orang ini ada dalam jaringan yang sama, ada keterkaitan dan mereka saling berkomunikasi, dan jaringan yang sama ini adalah bisnis," kaya Salma.

Dari penginapan, RO diboyong ke rumah makan yang berada di rumah adat Parigi Moutong, di sana gadis kecil itu dipekerjakan sebagai juru masak, namun, dia tetap mengalami pemerkosaan. RO masuk dalam lingkaran yang disebut Salma sangat kuat mengeksploitasi korban. RO mendapat upah Rp250 ribu per minggu untuk kerjanya memasak di tempat itu.

"Tetapi menurut anak ini, itu tempat belinya solar ilegal, dan di tempat jual belinya solar ilegal itu setiap malam hampir setiap hari itu didatangi orang untuk mondar-mandir, untuk memakai ekstasi, jadi anak itu berada di dalam lingkaran yang begitu kuat melakukan eksploitasi kepada dia, dieksploitasi seksual, dan dari hasil asesmen saya dia melayani orang-orang itu di tempat bisnis solar itu, sambil dia memasak dan digaji seminggu Rp250 ribu," katanya.

5. Ada kekerasan dan paksaan, bahkan saat korban sedang datang bulan

[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari KeadilanMenteri PPPA, Bintang Puspayoga berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Sulteng, Irjen Agus Nugroho bahas kasus TPKS remaja di Parigi Moutong (dok. KemenPPPA)

Dalam interaksi seksual 11 tersangka pada RO, ada sejumlah kekerasan yang terjadi, salah satunya adalah ketika dia menolak melayani, korban dipaksa dan bahkan digigit. kemudian saat datang bulan RO tetap dipaksa melayani nafsu bejat para pelaku dengan dalih menggunakan kondom.

“Saya gak bisa, saya sedang sakit, saya datang bulan, bahkan saya memperlihatkan pakaian dalam saya yang ada darah, saya ibu tidak bisa menolak,” kata Salma menirukan cerita korban.

“Itu kan kekerasan, perkosaan dalam perspektif saya itu saya bilang saya tidak harus sama dengan Kapolda kan, dan perspektif saya itu perkosaan, jadi ada eksploitasi seksual yang luar biasa pada anak 15 tahun 3 bulan," kata dia.

Serangkaian jaringan kekerasan dan tindak pidana lainnya diduga terungkap oleh korban, Salma mengatakan dari penuturan RO, dia juga mengalami pemerkosaan di wilayah tambang emas ilegal.

“Dia sering dilakukan perkosaan di pondok-pondok orang melakukan menambang emas ilegal itu, kemudian dia diperkosa di dalam mobil oleh guru itu. Di sini tokoh relasi kuasa yang sangat besar kepada korban itu adalah orang-orang yang punya banyak modal termasuk tersangka itu adalah kepala desa penguasa tambang, guru yang merupakan pemilik bisnis solar ilegal,“ kata dia.

“Kurang lebih tujuh bulan dan dia mengalami sakit dari Mei 2022 di bagian reproduksi itu Desember," ujarnya.

Baca Juga: Polri Janji Usut Tuntas Kasus Pemerkosaan Remaja di Sulteng

6. Ada 11 tersangka dalam kasus ini

[WANSUS] Jeritan Anak Korban Pemerkosaan di Parimo Mencari KeadilanTersangka kasus pemerkosaan anak di Parigi Moutong (ANTARA/ (Rangga Musabar/Rayyan/Rinto A Navis)

RO akhirnya bisa lari dari jerat eksploitasi seksual itu setelah mendapat pertolongan, meski sempat luntang-lantung usai keluar dari rumah adat itu, dia kini menjalani perawatan dan kasusnya ditangani oleh polisi.

Pada akhirnya, Salma mengatakan RO mengalami ketakutan yang luar biasa mendalam usai mengalami pemerkosaan oleh 11 orang itu, faktor relasi kuasa dan informasi yang diketahuinya membuat RO semakin sulit keluar dari lingkaran eksploitasi yang dialaminya.

Dalam kasus ini ada 11 orang yang ditetapkan jadi tersangka, mulai dari HR (43) seorang kepala desa di Parigi Moutong, ARH (40) seorang guru SD di Desa Sausu, AK (47), AR (26), MT (36), FN (22), K (32), AW, AS, AK serta satu anggota Polri Inspektur Polisi Dua (Ipda) berinisial MKS.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya