Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019

Demokrat dianggap plintat-plintut

Jakarta, IDN Times - Koalisi Adil Makmur terancam pecah kongsi. Posisi Partai Demokrat dalam koalisi partai pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bakal pindah ke perahu Joko "Jokowi" Widodo.

Lika-liku perjalanan partai ini terus menarik perhatian khalayak. Bukan tanpa alasan, sikap yang diambil para petinggi Demokrat menimbulkan kebingungan di masyarakat, ke arah mana sebenarnya dukungan yang diberikan Demokrat.

Di satu sisi, elite Demokrat ada yang menyatakan mencabut dukungan pasangan Prabowo-Sandiaga. Di sisi lain, elite Demokrat menyatakan tetap solid mendukung kubu pasangan nomor urut 02 hingga hasil putusan gugatan Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kubu Prabowo-Sandiaga pun menyebut partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seakan plintat-plintut. Bagaimana perjalanan Demokrat selama pemerintahan Jokowi?

1. Koalisi Demokrat dengan BPN berakhir pada 22 Mei

Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019Dok.IDN Times/Istimewa

Koalisi Demokrat dengan Prabowo-Sandiaga akan berakhir setelah penghitungan suara Pilpres di KPU selesai pada 22 Mei. Hal ini diungkapkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan.

"Demokrat tetap 02 sampai nanti 22 Mei. Mengapa sampai 22 Mei? Karena koalisi partai politik itu capres ini memang dimaksudkan untuk capres, nah peluit terakhir ditiupkan oleh wasit dalam hal ini KPU, itu nanti 22. Nah, kalau sudah ditiup peluit, pertandingan berakhir ya, berakhir. Gitu," kata Hinca di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (20/5).

Demokrat juga sebelumnya blak-blakan menegaskan bakal mengakhiri kerja sama dalam koalisi partai pendukung Prabowo-Sandiaga, jika KPU menyatakan Jokowi-Ma'ruf Amin pemenang Pilpres 2019.

Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebutkan, hal tersebut dilakukan karena partainya mempunyai kewajiban mengawal pemerintahan.

"Kalau Pak Jokowi yang diputuskan menang, maka kerja sama koalisi berakhir, karena pilpres juga berakhir," kata Ferdinand di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (6/5).

Ferdinand juga menyatakan, sikap Demokrat akan ditentukan setelah KPU RI mengumumkan hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei. Setelahnya, Demokrat akan mempertimbangkan bergabung dengan Koalisi Indonesia Kerja yang menyokong Capres Cawapres nomor urut 1 Jokowi-Ma'ruf.

Bahkan, Demokrat akan membahas keputusannya dalam rapat majelis tinggi yang dipimpin langsung oleh SBY.

"Kalau Jokowi mengajak kami, akan dipertimbangkan dan dibahas oleh majelis tinggi yang dipimpin SBY. Kalau tidak diajak, enggak mungkin juga kami masuk ke pemerintahan,” tutur dia.

Baca Juga: Soetrisno Bachir: PAN-Demokrat Bergabung Jokowi Banyak Manfaatnya

2. Demokrat masih menjadi koalisi Prabowo-Sandiaga hingga keputusan MK keluar

Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019IDN Times/Marisa Safitri

Namun pernyataan Hinca sebelumnya tidak sesuai kenyataan. Kehadiran dia pada rapat yang diadakan Badan Pemenangan Nasional (BPN) di kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Selasa (21/5) menegaskan posisi Demokrat. Hinca memastikan Demokrat akan tetap dalam koalisi partai pendukung 02 hingga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) keluar.

"Lihat saja saya masih di sini (kediaman Prabowo). Siapa yang meragukan? Saya kan Sekjennya jadi tidak usah ragu, saya ke sini masih pakai baju biru, pakai lambang Demokrat juga, jadi tidak usah diragukan," ujar dia.

3. Posisi "abu-abu" Demokrat di Koalisi Indonesia Adil Makmur

Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019IDN Times/Marisa Safitri

Demokrat sempat meminta posisi calon wakil presiden pada kubu Jokowi, tapi nyatanya Ma’ruf Amin dipilih sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019.

Alhasil, Demokrat banting stir mendukung kubu Prabowo dan meminta hal yang sama. Lagi-lagi, Demokrat dikejutkan dengan pengumuman Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo.

Hubungan SBY dan Megawati yang sudah lama renggang disebut-sebut sebagai penghalangan Demokrat mendekat ke koalisi Jokowi. Namun, undang-undang mewajibkan setiap partai mendukung calon presiden.

Faktor inilah yang akhirnya menjadi salah satu alasan Demokrat merapat ke Prabowo. Dengan kata lain, posisi Demokrat dalam koalisi hanya sebagai bentuk menjalankan kewajiban semata.

Isu “Jenderal Kardus” yang diucapkan politikus Demokrat Andi Arief menjadi awal terlihatnya keberpihakan Demokrat ke Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf. Setelah Agus Yudhoyono tidak menjadi cawapres Prabowo, Demokrat mulai dekat dengan TKN.

4. Ferdinand Hutahaean dan Jansen Sitindaon mundur dari Koalisi Indonesia Adil Makmur

Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019IDN Times/Ilyas Listianto Mujib

Usai Pilpres 2019 berlangsung pada 17 April lalu, arah Demokrat semakin jelas. Hal itu terlihat dari sikap Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean yang menyatakan berhenti mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga.

Ferdinand menuturkan, perilaku sekelompok orang yang ia sebut "setan gundul" yang mengolok istri Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono, yang tengah terbaring sakit di Singapura menjadi alasan dirinya mengambil sikap.

"Pagi ini, saya menemukan bullyan yg sgt tdk berperi kemanusiaan dr buzzer setan gundul yg mengolok Ibunda Ani yg sedang sakit. Sikap itu sangat BRUTAL. Atas perilaku brutal buzzer setan gundul itu, saya FERDINAND HUTAHAEAN, saat ini menyatakan BERHENTI MENDUKUNG PRABOWO SANDI,” cuit Ferdinand di akun Twitter-nya pada 19 Mei 2019.

Namun, Ferdinand menegaskan pernyataan dirinya berhenti mendukung Prabowo-Sandiaga tersebut hanya bersifat pribadi, dan tidak membawa nama Demokrat.

"Itu pernyataan saya pribadi. Saya ke sana tidak menyebut Demokrat. Saya menyebut diri saya," ujar dia.

Selaras dengan Ferdinand, Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon yang tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) juga melakukan hal yang sama. Ia mengatakan mundur dari koalisi. Alasan yang sama pun dilontarkan Jansen terkait bullyan yang dilontarkan buzzer kubu Prabowo-Sandiaga kepada Bu Ani Yudhoyono yang sedang dirawat di Singapura.

5. Gerindra usir demokrat?

Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019Antara Foto/Sigid Kurniawan

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyarankan Demokrat keluar dari koalisi partai pendukung Prabowo-Sandiaga. Ia juga mendesak Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta jajarannya tidak bersikap seperti serangga undur-undur.

Arief mendesak Demokrat agar bersikap tegas, apabila memang ingin keluar dari Koalisi Adil Makmur. Demokrat tidak perlu menunjukkan sikap plintat-plintut dalam mendukung Prabowo-Sandiaga.

"Demokrat sebaiknya keluar saja dari koalisi Adil Makmur, jangan elitenya dan ketum kayak serangga undur-undur ya, mau mundur dari koalisi saja pakai mencla-mencle segala. Monggo keluar saja deh," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/5).

Lagi pula, menurut Arief, Demokrat tidak memiliki efek elektoral saat menjadi salah satu partai koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga. Arief menyebut, Demokrat malah membuat elektoral pasangan nomor urut 02 merosot.

"Wong enggak ada pengaruhnya menghasilkan suara Prabowo-Sandiaga kok selama ini. Malah menurunkan suara loh," ujar dia.

6. Koalisi Jokowi menyambut baik Demokrat

Lika-liku Perjalanan Koalisi Partai Demokrat Selama Pemilu 2019ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding membuka peluang bagi Demokrat untuk bergabung. Begitu juga Partai Amanat Nasional (PAN) yang belakangan ini juga mulai merapat ke Jokowi.

Karding mengatakan, dari semua partai pendukung dan pengusung Prabowo-Sandiaga, kemungkinan besar yang lebih dulu merapat ke Jokowi adalah Demokrat dan PAN.

"Saya melihat yang punya peluang besar ke depan (gabung) PAN dan Demokrat," kata Karding, Rabu (1/5) lalu.

Sehari setelah pernyataan itu, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Perbincangan Jokowi dan AHY tersebut berlangsung tertutup sekitar 30 menit.

Usai pertemuan, putra sulung SBY itu mengakui kedatangannya lantaran mendapat undangan dari Jokowi. Bahkan, dirinya mengaku sudah lama tidak berbincang-bincang dengan calon presiden petahana tersebut.

"Alhamdulillah saya bisa bertemu langsung dengan Bapak Jokowi atas undangan beliau dan tentunya sudah cukup lama tidak silaturahmi," ujar AHY.

Baca Juga: Hinca Panjaitan: Demokrat Masih Solid di Koalisi Adil Makmur

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya