Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Ardiansyah Fajar

Surabaya, IDN Times - Masjid Mujahidin yang terletak di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, tepatnya di Jalan Perak Barat No 275 Surabaya, disebut-sebut pernah menjadi tempat berkumpulnya jaringan radikal. 

Masjid ini didirikan Sabran Gazali pada 25 Agustus 1955. Mengetahui hal itu, IDN Times mencoba menggali fakta di masjid yang berdiri di sebidang tanah kurang lebih 5.022 m2.

1. Pelaksanaan salat Jumat di Masjid Mujahidin sama seperti masjid lainnya

Ketika IDN Times mengunjungi Masjid Mujahidin pada Jumat (25/5) lalu, kawasan sekitar masjid terlihat padat dengan bangunan, namun tetap teratur.

Halaman depan terdapat taman dan perluasan untuk salat dan sebagian untuk tempat parkir. Halaman belakang tidak ada, namun terdapat dua halaman pada sisi kiri-kanan bangunan induk.

Sedangkan, di samping kompleks masjid terdapat gedung berlantai dua untuk kegiatan pendidikan, keagamaan, dan pemondokan.

Jamaah masjid ini mayoritas warga sekitar masjid, pengguna jalan yang mampir, serta pekerja industri di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak. Masjid ini juga terbesar di kawasan pelabuhan.

Sementara, saat IDN Times mengikuti ibadah salat Jumat, tidak ada pesan radikal dari khutbah yang disampaikan sang Khatib. Pada kesempatan itu, sang Khatib hanya mengingatkan, pada Ramadan kali ini umat Islam sebaiknya lebih memaknai Alquran.

2. Sebelum teror bom gereja, Masjid Mujahidin sempat dapat pengarahan dari aparat

Melihat tak ada tanda-tanda apapun berbau radikal, IDN Times bergeser ke kantor takmir Masjid Mujahidin. Saat bertemu Bagian Umum Takmir Adnan Yusuf membenarkan, masjid ini kerap dicurigai sebagai sarang paham radikal.

Ia menyebut ada kemungkinan faktor nama masjid ini yang dikaitkan dengan 'jihad'. Padahal, menurutnya, nama tersebut merupakan suatu perjuangan warga kawasan pelabuhan pada masa pendiriaannya.

Yusuf juga mengatakan sebelum terjadi teror bom di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5) lalu, ada pihak Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) sempat sosialisasi.

"Kapan hari datang sebelum terjadi (teror) dari KP3 meninjau sini. Kami juga undang dr Haikal (Haikal Hassan) memberi arahan berdakwah yang baik. Termasuk, kalau tahu ada tausiyah bermotif politik seperti ganti presiden itu tidak boleh," ungkap dia.

3. Masjid ini pernah didatangi Abu Bakar Ba'asyir sebelum peristiwa Bom Bali

Yusuf menerangkan Yayasan Mujahidin bukan seperti ormas NU, Muhammadiyah, Prestige, Salafi, maupun Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).

Namun, yayasan ini memang punya hubungan dengan Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Ba'asyir yang disebut-sebut sebagai Guru Spiritual Jamaah Islamiyah (JI) oleh Badan Intelegen Negara (BIN).

Sehingga, kata Yusuf, Abu Bakar diundang untuk memberi tausiyah di Masjid Mujahidin Surabaya.

"Itu dua minggu sebelum Bom Bali ke sini. Penuh jamaahnya, namanya aja Mujahidin ya semangatnya membakar," kata Yusuf.

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin sebelumnya mengungkapkan, ada indikasi sel-sel radikalisme di Masjid Mujahidin. Bahkan, Machfud menyebutkan ada penceramah dengan penggalan 'sebaik-baiknya orang Islam adalah teroris', sehingga akhirnya ia pun diamankan kepolisian.

Hasil penelusuran IDN Times, pada 2017 juga ada ceramah Alfian Tanjung di Masjid Mujahidin yang kontroversial, diunggah ke Youtube oleh pengurus masjid. Isinya terkait  Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Komunis Cina (PKC). Alhasil, lima orang diperiksa Bareskrim Polri.



Editorial Team