2 Tahun Pandemik COVID-19 dan Luas Hutan yang Kian Terkikis

Luas hutan Indonesia berkurang 29 juta hektare di 2021

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 telah berlangsung selama dua tahun sejak kemunculannya pada Maret 2020 silam. Menurut data Kementerian Kesehatan per Kamis 22 Maret, pandemik telah merenggut total 154.343 orang, dan hampir dua persen warga Indonesia telah tertular dengan total konfirmasi positif 5,9 juta orang.

Namun tak hanya merenggut ribuan nyawa, berlangsungnya pandemik COVID-19 juga berdampak langsung pada terkikisnya luas hutan di Indonesia. Hal ini dikarenakan gerak masyarakat yang terbatas, sementara di saat yang sama aktivitas perusahaan terus berkembang.

Menurut Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Uli Arta Siagian, saat pandemik berlangsung aktivitas pertambangan dan proyek pembangunan stretegis nasional terus berjalan. Sementara, menurut Uli, tak sedikit dari proyek pembangunan pemerintah yang melibatkan deforestasi atau degradasi hutan.

“Tambang tetap beroperasi, proyek-proyek pembangunan strategis nasional tetap berjalan, penggusuran terus terjadi,” kata Uli saat dihubungi IDN Times, Kamis (25/3/2022).

1. Luas hutan Indonesia berkurang 29 juta hektare di 2021

2 Tahun Pandemik COVID-19 dan Luas Hutan yang Kian Terkikismonomousumi.com

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat hutan Indonesia pada 2021 seluas 95,6 juta hektare. Angka itu pun terbagi dalam tiga kategori hutan, pertama 46,9 juta hektare adalah hutan primer, lalu 43,1 juta hektare hutan sekunder dan ketiga, 5,4 juta hektare hutan tanaman.

Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Kelola Lingkungan (PKTL) KLHK Agung Sugardiman mengatakan luas hutan masih mendominasi daratan Indonesia sekitar 50-51 persen.

“Kalau ditanya hutan Indonesia berapa sekarang? Yang masih bertutupan hutan, baik sekunder ataupun primer adalah 95,6 juta hektare, artinya masih 50 persen atau 51 persen dari wilayah masih bertutupan hutan,” kata Agung dalam Refleksi Akhir Tahun 2021, di Kantor Kementerian LHK beberapa waktu lalu.

Meski diklaim 51 persen wilayah Indonesia masih tertutupi hutan, nyatanya angka itu berkurang dari data KLHK tahun 2019. Di tahun itu, diketahui luas hutan Indonesia berjumlah 125 juta hektare.

Luas kawasan hutan itu terbagi menjadi empat kategori, yakni hutan produksi 55,8 juta hektare, 29,5 juta hektare sebagai kawasan hutan lindung, 27,3 juta hektare sebagai kawasan konservasi, dan 12,8 juta hektare hutan produksi yang dapat dikonversi untuk kebutuhan pembangunan.

Di tahun yang sama, KLHK juga mencatat ada lahan di luar kawasan hutan yang merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 67,4 juta hektare. Dari angka itu, ternyata masih memiliki tutupan hutan seluas 7,9 juta hektare.

Kemudian angka luas hutan di Indonesia pada 2020 menyusut, dari sebelumnya 125 juta hektare menjadi 120,3 juta hektare. Menurut data KLHK dalam The State of Indonesia’s Forest (SOFO) 2020, luasan hutan itu terdiri dari 22,9 juta hektare hutan konservasi, 29,6 juta hektare hutan lindung, 56 juta hektare hutan produksi dan 12,8 juta hektare hutan produksi yang dapat dikonversi.

Sementara itu luas tutupan hutan pada lahan juga berkurang. APL 2020 saat itu seluas 67,5 juta hektare, lahan yang masih memiliki tutupan hutan di APL berkurang menjadi 6,4 juta hektare.

Baca Juga: Hutan Itu Indonesia Ajak Anak Muda Menjaga Hutan, Adopsi Pohon Yuk!

2. Terkikisnya lahan dan hutan Papua yang terancam

2 Tahun Pandemik COVID-19 dan Luas Hutan yang Kian TerkikisIlustrasi masyarakat di kawasan hutan adat. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Uli menilai berkurangnya luas tutupan di Indonesia setiap tahunnya akibat masif program pembangunan yang tidak berkelanjutan. Berkurangnya luas hutan juga didukung dengan legalisasi pembukaan lahan berbentuk produk hukum seperti Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

UU Ciptaker dinilai membuka pintu masuk investasi ekstraktif besar-besaran yang kemudian bakal berdampak langsung pada pembukaan lahan hutan. Terutama, jika investasi itu bergerak di bidang food estate atau pertambangan, baik batubara, minyak, atau emas.

“Sekarang ini hutan-hutan banyak mengalami kehilangan tutupan kawasan hutan itu karena izin sektor industri ekstratktif, perkebunan monokultur, pertambangan, food estate, pembangunan pangan berskala besar, beberapa proyek pembangunan khususnya infrastruktur,” tutur dia.

Kondisi ini disebut bakal terus terjadi selama tidak ada kesadaran pemerintah untuk serius menjaga lingkungan dan memberikan akses olah hutan oleh masyarakat adat atau warga sekitar.

Walhi juga mencatat dua pulau besar di Indonesia yang kehilangan luas tutupan hutan, yakni Sumatra dan Kalimantan. Menurut Uli, pembabatan hutan di dua pulau ini terjadi karena investasi besar-besaran dan pembangunan infrastruktur yang tidak berkelanjutan.

Dia juga melihat kecenderungan investasi saat ini menuju Papua, yang masih memiliki luas hutan terbanyak di antara pulau lainnya.

“Sekarang modal merangsek masuk ke wilayah timur, nah artinya Papua itu juga mulai mengalami deforestasi cukup tinggi. Lagi itu untuk pembangunan berskala besar yaitu food estate, pembangunan infrastruktur, dan lainnya,” kata dia.

3. Saling klaim keberhasilan penurunan angka deforestasi

2 Tahun Pandemik COVID-19 dan Luas Hutan yang Kian TerkikisMenteri LHK Siti Nurbaya bersama Executive Secretary of the Minamata Convention, Monika Stankiewicz usai Deklarasi Bali (IDN Times/Aryodamar)

Menteri LHK Siti Nurbaya saat pertemuan dengan tim Delegasi Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim 21 Maret kemarin mengklaim telah melakukan berbagai upaya sehingga angka deforestasi menurun. Menurutnya, ada penurunan angka deforestasi Indonesia pada periode 2019-2020 dan 2018-2019.

Siti memaparkan, pada 2019-2020 angka deforestasi sekitar 115 ribu hektare, lebih rendah 75 persen dari periode sebelumnya di tahun 2018-2019. Dia menyebut kemungkinan angka deforestasi pada 2020-2021 lebih rendah, meski data tersebut belum bisa dipublikasikan karena dilakukan pengecekan oleh KLHK.

Klaim penurunan angka deforestasi itu ditentang oleh Greenpeace Indonesia yang menyebut angka deforestasi justru meningkat dalam lima tahun terakhir mencapai 2,13 juta hektare. Rinciannya, deforestasi terjadi di 629,2 ribu hektare pada 2015-2016, 480 ribu hektare pada 2016-2017, 439,4 ribu hektare pada 2017-2018.

Kemudian dua tahun terakhir, 462,5 ribu hektare pada periode 2018-2019, dan 115,5 ribu hektare pada periode 2019-2020.

“Hanya butuh lima tahun angka deforestasi Indonesia di era Presiden Jokowi telah mencapai separuh angka deforestasi selama 12 tahun," kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, dalam keterangan tertulis.

Selain itu, Greenpeace Indonesia juga menyoroti klaim pemerintah dalam menekan angka deforestasi. Padahal menurut mereka, penurunan angka deforestasi cenderung disebabkan oleh fenomena la nina yang menyebabkan curah hujan meningkat. Peningkatan curah hujan ini disebut-sebut sebagai penyebab turunnya aksi pembakaran hutan (karhulta).

4. Hutan dan hubungannya dengan manusia

2 Tahun Pandemik COVID-19 dan Luas Hutan yang Kian TerkikisCRISTIAN ECHEVERRÍA

Secara tidak langsung, hutan erat kaitannya dengan keberlangsungan kehidupan manusia. Selain fungsinya dalam menjaga ekosistem, kepentingan hutan lainnya yang mungkin tidak disadari adalah fungsinya dalam menyerap emisi gas karbon.

Menurut data Greenpeace Indonesia, rata-rata emisi gas karbon nasional sebesar 104 juta metrik ton karbon atau setara dengan 382 juta ton emisi karbondioksida (CO2) lepas di udara. Tingginya pelepasan gas karbon itu disebut-sebut akibat produksi kelapa sawit, juga penggunaan bahan bakar fosil oleh masyarakat.

Perlu diketahui gas karbon yang terlepas ke udara akan merusak lapisan ozon yang berperan mengurangi panas matahari ke bumi. Semakin parah kerusakan yang diterima ozon, maka suhu udara di bumi bakal meningkat. Kondisi ini juga akan berpengaruh besar pada kelangsungan panen dan bencana hidrometeorologi seperti kekeringan.

“Deforestasi adalah penyumbang emisi terbesar, tanpa upaya menihilkan angka deforestasi pencapaian pencegahan krisis iklim akan sulit dicapai,” tutur Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik.

Baca Juga: Hari Hutan Sedunia 2022: Yuk Jaga Rimba, Perangi Perubahan Iklim!

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya