Sederet Alasan PDIP di Sidang MK Tolak Pemilu Proporsional Terbuka
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sidang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu baru saja dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis 26 Januari, pekan lalu. Dalam sidang perdana itu, fraksi PDIP menjadi satu-satunya partai politik di Parlemen penolak sistem pemilu proporsional terbuka seperti yang berlaku hari ini.
Sejumlah alasan disampaikan fraksi PDIP untuk mendukung penerapan sistem pemilu proporsional tertutup. Sebagai informasi, skema pemilu proporsional tertutup membuat pemilih hanya mencoblos partai dalam Pileg. Skema ini dinilai tak demokratis karena anggota legislatif dipilih langsung oleh partai politik, bukan masyarakat.
Berikut alasan PDIP minta skema pemilu tertutup.
Baca Juga: Politikus PDIP Ungkap Alasan Megawati Belum Umumkan Capres PDIP
1. Memilih parpol ada di ketentuan UUD 1945
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan dalam sidang MK tersebut mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup tercantum dalam Pasal 22E ayat 3 UUD 1945. Pasal tersebut dengan tegas menyatakan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota legislatif adalah partai politik.
Menurutnya parpol memiliki kewenangan untuk menentukan kader terbaik untuk duduk di kursi legislatif, sama halnya ketika parpol berwenang mengusung kader terbaik untuk ikut dalam Pilpres.
“Ketentuan Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah parpol. Dengan demikian, amat terang dan jelas, parpol lah yang terlibat sangat aktif. Tidak hanya berperan, serta namun juga berkompetisi sebagai konsekuensi logisnya maka parpol yang seharusnya memiliki dan diberikan kewenangan untuk menentukan formasi tim, pasukan-pasukan terbaiknya dalam ajang kompetisi pesta demokrasi," kata Arteria.
Baca Juga: [WANSUS] Pemilu Proporsional Tertutup Menghilangkan Kedaulatan Rakyat
2. Pertanyakan kembali sistem pemilu proporsional terbuka
Arteria mempertanyakan apakah sistem proporsional terbuka yang saat ini digunakan sudah memenuhi prinsip pemilu, seperti jujur dan adil.
Editor’s picks
Hal itu bisa terlihat dalam tiga pemilu terakhir menggunakan sistem proporsional terbuka. Menurutnya dalam tiga kali pemilu terakhir ini justru memunculkan banyak masalah.
“Sehubungan dengan asas pemilu jujur dan adil, apakah sistem yang sudah tiga kali diterapkan sudah memenuhi prinsip-prinsip pemilu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, profesional, akuntabel, efektif dan efisien?" tanya Arteria di hadapan hakim MK itu.
Baca Juga: PBB Susul PDIP Dukung Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
3. Sistem proporsional terbuka disebut jadi penyebab kemunduran demokrasi
PDIP juga menganggap sistem pemilu proporsional terbuka menyebabkan dampak negatif berupa kemunduran demokrasi. Sebabnya PDIP menilai sistem pemilu proporsional terbuka rentan memunculkan praktik politik uang, liberalisasi demokrasi, dan demokrasi transaksional.
“Karena kompetisi bersifat antarcaleg, bukan antarpartai. Keadaan demikian akan menjadi ladang subur bagi praktik oligarki politik,” kata Arteria.
“Hanya mereka yang memiliki kapital yang besar dan kekuasaan yang besar saja yang mampu untuk survive dalam proporsional terbuka,” sambung dia.
4. Sidang lanjutan MK 9 Januari
Sidang uji materi UU Pemilu itu akan dilanjutkan kembali pada 9 Februari 2023 mendatang dengan agenda mendengar keterangan tambahan dari presiden, DPR, dan penyelenggara pemilu.
Dalam sidang gugatan sistem pemilu proporsional terbuka ini, sebanyak 8 fraksi di parlemen menolak mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. PDIP menjadi satu-satunya partai di Parlemen yang mendukung sistem pemilu tertutup ini.
Baca Juga: Sidang Uji Materi Sistem Pemilu di MK, DPR dan PDIP Beda Pandangan