Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Meutya Hafid dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)
Meutya Hafid dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)

Intinya sih...

  • Anak perlu dilindungi dari paparan negatif platform digital, orang tua memiliki hak untuk menuntut perlindungan anak dari platform.
  • Kritik masyarakat terhadap platform digital penting agar menciptakan keamanan digital bagi anak, dunia digital butuh perombakan yang hebat.
  • Tugas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk membabat konten berbahaya, platform digital harus memaksimalkan kapasitasnya dalam perlindungan anak.

Jakarta, IDN Times - Di tengah era kemajuan teknologi digital yang kini bisa diakses siapa pun dan kapan pun, kerentanan anak pada paparan negatif penggunaan atau materi konten digital semakin jadi perhatian.

Menteri Komdigi Meutya Hafid mengatakan sebagai pengguna platform digital, termasuk media sosial, orang tua punya hak menuntut perlindungan anak dari platform. 

Meutya menjelaskan, meski pemerintah sudah membuat regulasi, penting agar masyarakat juga vokal menuntut pada platform digital agar bisa menciptakan keamanan digital bagi anak.

"Jadi kalau pemerintah buat regulasi, mereka akan sampaikan kita kan juga, ini kan tergantung user. Jadi ini harus sama-sama, pemerintah buat aturan, ibu-ibu dan bapak-bapak juga menuntut," kata dia dalam agenda Hybrid Community Gathering bertajuk Like, Share, Protect Anak Kita di Dunia Digital di IDN Media HQ, Jakarta, Senin (21/4/2025).

"Sebagai konsumen, kita suka lupa bahwa social media itu kita jadi konsumen, karena mereka mendapat keuntungan, dan kita boleh menuntut," sambungnya.

1. Dorongan keamanan di dunia digital butuh perombakan

Meutya Hafid dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)

Meutya menjelaskan dunia digital yang saat ini memang butuh perombakan yang hebat, karena masyarakat dunia sekarang sudah terikat dengan digital. Sebelumnya dinilai bermanfaat maka jika sudah terlalu banyak merugikan, maka perlu gerakan untuk menghentikannya.

"Dan ini gak cuma di Indonesia, di dunia ini seperti gerakan baru yang mengatakan, oh iya, this has to stop. Selama ini memang kita gunakan, karena kita rasakan banyak manfaatnya, tapi ketika mudaratnya terlalu banyak, dan kita gak merasa platform melakukan kewajiban, tanggung jawabnya dengan baik," kata dia.

"Maka kita juga perlu mengkritisi. Jadi kurang lebih gambarnya seperti itu," imbuh Meutya.

2. PSE harus berani bersih-bersih

Meutya Hafid dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)

Salah satunya, kata Meutya, seperti saat ini judi online sudah gencar menyebarkan promosi lewat komentar di platform berbagi video. Jadi bukan hanya melalui konten secara langsung, namun dari sisipan-sisipan di tiap kesempatan.

Maka itu, kata Meutya, jadi tugas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk membabatnya. Komdigi, kata dia, punya kapablitas untuk meminta agar konten atau materi yang berbahaya itu diturunkan, namun semua kendalinya kembali pada PSE.

"Saya gak apa-apa, bahwa dan memang kewajiban masyarakat juga menuntut, ayo pemerintah take down, dan itu tugas kita. Tapi platformnya juga harus dituntut," kata dia.

3. Platform digital harus bertanggung jawab dan terus kembangkan sistem

Menkomdigi Meutya Hafid menjadi pembicara dalam Acara Talkshow bertajuk “LIKE, SHARE, PROTECT: Anak Kita di Dunia Digital yang diselenggarakan di IDN HQ, Senin, 21 April 2025 (IDN Times/Alya Dwi Achyarini)

Meski pemerintah sudah membuat aturan, kata Meutya, hal itu adalah rambu yang harus diikuti PSE. Jika PSE melakukan pembiaran maka akan sulit implementasi, dan pembabatannya hingga ke akar rumput.

Platform digital, kata Meutya, harus memaksimalkan kapasitasnya untuk melakukan perlindungan dan pemantauan hingga mengembangkan teknologi yang ada di dalamnya.

"Apakah platform sudah melakukan dari maksimal capacity, gitu lho. Kan tugaan kita belum. Makanya kita buat aturan ini, supaya mereka juga tertulis di kewajibannya bahwa mereka harus meng-upgrade teknologinya, supaya mereka bisa nge-check ini benar orang dewasa atau anak-anak, pura-pura orang dewasa menggunakan NIK orang lain," katanya.

Hal ini, kata Meutya, berkenaan dengan diresmikannya Peraturan Presiden (PP) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (Tunas) pada Maret lalu. Dengan PP Nomor 17 Tahun 2025, semua Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), baik publik maupun privat, wajib melakukan klasifikasi konten, verifikasi usia, serta menyediakan fitur kontrol orang tua.

Editorial Team