Komdigi Kategorikan Usia Anak di Regulasi Perlindungan Ruang Digital

Jakarta, IDN Times - Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Anindito Aditomo, mengungkapkan penting untuk menentukan usia mana yang akan masuk dalam penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ruang Digital.
Rencananya, dalam regulasi ini akan ada pembatasan usia anak mengakses media sosial atau medsos, agar jelas aturan tiap kategori usia boleh mengakses platform seperti apa.
"Tadi sudah disebutkan, pertama-tama perlu adanya pengaturan mengenai batas usia. Jadi batas usia berapa yang boleh mengakses platform digital seperti apa. Ini penting, karena kami paham meskipun ada hak mengakses informasi, ini perlu betul-betul diseimbangkan dengan hak untuk keamanan, hak atas keamanan di ruang digital," kata dia di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2025).
1. Batas usia dipetakan pada profil risiko platform

Anindito mengungkapkan, media sosial dan berbagai platform digital lain, tentu punya dampak positif, namun manfaat-manfaat itu akan mentah jika anak-anak mendapatkan risiko-risiko.
"Risiko bullying, kekerasan, risiko paparan pornografi, risiko paparan pada judi online, apa lagi? Kecanduan game online, misalnya, hal-hal yang positif tadi tentu tidak akan bisa mereka rasakan di ruang digital," katanya.
Makan nanti, Anindito menjelaskan, pembatasan usia akan dipetakan bukan hanya pada tahap perkembangan anak, tetapi juga terhadap profil risiko atau tingkat risiko masing-masing layanan dan platform.
2. Gandeng kriminolog hingga psikolog rumuskan pembatasan usia

Sebelumnya, Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menggelar pertemuan dengan sejumlah ahli dan akademisi terkait pembahasan regulasi perlindungan anak di ruang digital di Kemkomdigi, Kamis (6/2/2025).
Anindito mengatakan, dalam pertemuan siang tadi akan ada wacana meminta perspektif dari sisi kedokteran hingga kriminologi, untuk melihat batasan usia mana yang paling optimal.
"Dari kedokteran, dari psikologi, dari kriminologi, dari lembaga-lembaga internasional dan berbagai pihak akan duduk bersama lebih lanjut, untuk merumuskan pembatasan usia mana yang paling optimal," katanya.
3. Identifikasi PSE yang bukan media sosial tapi bisa bentuk interaksi ruang digital

Anindito mengatakan perlunya klasifikasi dan kategorisasi yang lebih jelas terhadap platform dan layanan-layanan yang disediakan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Dia menjelaskan ada PSE yang memberikan layanan yang menurut masyarakat dikategorikan bukan sebagai media sosial, tetapi menyediakan ruang interaksi, di mana anak-anak bisa bertemu dengan orang asing di sana.
"Nah, meskipun kategorinya bukan media sosial, tapi risiko yang diperoleh anak-anak bisa jadi sama saja, dengan ketika mereka mengakses media sosial. Jadi ini yang perlu kita pikirkan, profil risiko dari tiap-tiap layanan dan jenis platform yang disediakan oleh PSE," katanya.