Nah ini harus pertanyaan besar ya bila ada seorang laki-laki yang ketika istrinya berdaya itu menjadi sebuah ancaman, sebetulnya ini kan apa ya melihat melihat perempuan sebagai manusianya, bahwa dia punya hak untuk mengaktualisasikan dirinya, karena pasti punya potensi-potensi yang bisa dikembangkan yang pastinya akan bermanfaat gitu, karena kalau dia hanya diam saja di rumah, ini pasti punya potensi, sayang sekali gitu, jadi memang sebetulnya kunci dalam rumah tangga itu adalah ketersalingan, sama-sama harus saling menghargai, sama-sama saling men-support gitu, menghormati.
Jadi bukan harus perempuan saja yang harus menghormati, yang harus menghargai tetapi ada ketersalingan, persoalan anak, persoalan dapur, persoalan rumah tangga harus bersama-sama, bukan harus perempuan saja yang menyelesaikan gitu, ini perlu ada perubahan mindset di kita bahwa penguatan perempuan itu bukan harus untuk melawan laki-laki, bukan. Tetapi bagaimana kita bermitra untuk bersama-sama mengelola, memanage rumah tangga supaya bisa seiring sejalanlah, gitu.
Kan Kementerian yang dipimpin oleh ibu itu audience-nya banyak, hampir 49 sekian persen populasi Indonesia perempuan, 36 persen kalau enggak salah itu anak-anak. Jadi ini udah sebetulnya dari segi jumlah ini sudah mayoritas ada di sini ya, apa quick wins yang akan dikerjakan oleh Kementerian ini di bawah pimpinan Ibu Arifah?
Jadi, quick wins kami sudah menetapkan tiga program prioritas di Kementerian kami yang spirit dan inspirasinya kami ambil saat kami retreat di Magelang bersama Bapak Prabowo, saya menangkap ada beberapa hal yang itu menjadi motivasi spirit kami untuk menentukan tiga program ini.
Yang pertama adalah ruang bersama Indonesia, yang kedua adalah perluasan pemanfaatan call center kami, 129 dan yang ketiga adalah satu data tentang perempuan dan anak yang berbasis desa, nah spirit yang kami ambil ketika kami retreat di Magelang memang kami bertanya-tanya, ada apa ya kok kita dibawa ke Magelang, kalau isunya di luarkan, oh menteri ini nanti memimpin secara militeristik, gitu memang sebelum berangkat kami dikirimi baju loreng, saya sempat pakai gitu ya ternyata baju loreng itu berat, tapi ternyata ada kebanggaan luar biasa.
Artinya, bahwa menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia bukan hanya tugasnya TNI, Polri, tentara, bukan, tapi kita sebagai warga negara juga punya kewajiban, punya tanggung jawab untuk menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia dari yang apa kita mampu gitu, itu yang pertama, yang kedua selama retreat di sana, Bapak Prabowo menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk korupsi.
Jadi bagi bapak ibu menteri yang masih mencoba-coba, ada pikiran untuk korupsi masih ada kesempatan untuk meninggalkan ruangan ini, artinya silakan pulang dari Akademi Militer, ini menunjukkan komitmen yang luar biasa karena beliau menginginkan di Kabinet Merah Putih tidak ada korupsi, yang ketiga sebetulnya misi dari kenapa kita semua menteri, pimpinan lembaga negara ini semuanya diajak ke sana, bukan di hotel berbintang tetapi di tenda-tenda di alam terbuka. Ternyata saya menangkap, bahwa Pak Presiden ingin membangun chemistry di antara menteri-menteri karena beliau menyadari menteri ini dari latar belakang yang berbeda, ada yang pengusaha ada yang politisi, ada yang aktivis, jadi bagaimana ibaratnya menteri-menteri ini kan kayak pasir, kayak batu, kayak semen, air, bagaimana dari bahan yang berbeda ini kemudian menjadi kekuatan menjadi satu bangunan untuk bersama-sama menuju Indonesia emas 2045.
Jadi dan kita merasakan sekali chemistry itu, kita baru 3 malam 4 hari, tetapi seolah-olah, seakan-akan kita kenal menteri ini sudah lama banget, karena dari bangun tidur jam 04.00, itu loncengnya sudah bunyi, kita mau tidur lagi sudah enggak bisa, kencang banget kan di Akademi Militer, kemudian ibadah sesuai agama masing-masing, olahraga kemudian ada di forum sampai jam 11.00 biasanya dan kedisiplinan ini luar biasa karena saya melihat selama event ini tidak ada satupun menteri yang terlambat datang ke forum, karena apa? Karena Pak Presiden datang 10 atau 5 menit sebelumnya, ini menunjukkan beliau tuh tidak lewat bicara, tetapi langsung memberikan contoh gitu ya.
Kemudian yang ketiga, beliau menyampaikan bahwa tidak ada ada satu pun kementerian yang bisa berhasil sendiri, mereka harus kolaborasi sinergi dan kerja sama. Jadi semua harus bersama-sama dan yang keempat yang membuat saya agak bergetar ketika beliau menyampaikan, 'bapak ibu menteri tidaklah untuk setia kepada saya, Prabowo Subianto, tapi setialah kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia'. Bagi saya Ini komitmen kebangsaan yang luar biasa, dia tidak ingin dihormati, tidak ingin setia yang berlebihan, tetapi sebagai tanggung jawab bahwa kita sebagai Menteri maka harus prioritas kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia, ini yang membuat kami bahwa wah ini enggak main-main gitu ya, karena saya juga perlu menata hati, menata diri untuk bisa menerima tugas ini, jabatan ini, karena menurut saya jabatan ini tanggung jawabnya luar biasa, maka saya harus benar-benar.
Nah kemudian dari empat hal itu, kami mendapat arahan dari bapak Menko, Bapak Pratik, bahwa kalau bisa program yang akan dijalankan jangan mulai dari nol karena nanti tidak akan maksimal, jadi nanti kalau kita mulai dari nol baru pertengahan sudah ganti lagi gitu, maka setelah kami konsolidasi internal, kami melihat salah satu program yang berhasil oleh Bu Bintang adalah desa atau lurah yang aman untuk anak dan perempuan itu sudah ada di 3.000 desa itu, itu akhirnya kalau zamannya Bu Bintang, desa, kelurahan yang ramah anak dan perempuan ini hanya menjadi fokusnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan saja, maka di periode ini kita namai ruang bersama karena memang ini ruang kolaborasi dari seluruh kementerian dan partisipasi masyarakat, nah kemudian merah putih awalnya namanya karena kami dari Kabinet Merah Putih.
Namun pada hari Senin yang lalu ketika kami diminta Bapak Presiden untuk presentasi, beliau menyarankan kalau bisa namanya ruang bersama Indonesia saja. Akhirnya sekarang kita namakan menjadi ruang bersama Indonesia. Nah Mbak Uni, ruang bersama Indonesia ini sebetulnya berangkat dari keprihatinan kami bahwa anak-anak kita dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, beberapa kali kami turun ke daerah, ada satu kasus yang cukup viral seorang kakak beradik usia 14, 16 tahun mengalami kekerasan seksual, peristiwanya sudah 2 tahun yang lalu dan masih belum selesai persoalannya saya, ketemu dengan pelaku saya tanya 'Nak kamu tuh belajar tentang hubungan orang dewasa dari mana? Itu kan enggak boleh itu harus dilakukan oleh orang dewasa yang sudah melakukan akad nikah, pernikahan, gitu'. (Dijawab) 'di rumah'. Oh nontonnya lewat apa? Lewat hp, hp-nya siapa? Hp-nya teman, di mana nontonnya di teras, terus orang tua enggak tahu? Tahu, siapa yang tahu?Ibu, terus Ibu bilang apa, 'nak, lagi pada nonton apa?' Lagi belajar.
Sayangnya si Ibu ini enggak melihat apa yang sedang mereka pelajari di di gadget itu. Jadi mereka pelajari dan usia anak 14, 16 tahun kan rasa ininya ingin tahunya tinggi, lagi masa puber, melihat seperti itu pastilah terdorong untuk melakukan itu, kemudian saya datang ke daerah tersebut, saya bertemu dengan Forkopimda, ada yang menggelitik saya ketika seseorang mengatakan begini, 'Bu Menteri, saya tuh heran ya kenapa sih kasus ini sampai viral tingkat nasional, internasional tadinya desa kami aman damai-damai saja, enggak ada gejolak gitu'. Saya sempat terhenyak juga, Pak, pernyataan Bapak sepertinya kurang tepat karena menurut saya masyarakat bapak ini sakit, ada seorang anak, dua orang anak, kakak beradik tidak punya ayah, ibunya buruh cuci yang tidak setiap hari dapat upah, mengalami kekerasan seksual, masyarakatnya diam pura-pura tidak tahu dan dinikahkan dengan salah satu pelaku, ketika si anaknya lahir umur 8 bulan, tes DNA-nya negatif, jadi pernikahan ini Ini akhirnya si Ibu mertuanya enggak mau lagi membiayai si anak ini, karena itu ternyata bukan anaknya yang laki-laki ini.
Kemudian kasus di Subang, ada anak umur 9 tahun mungkin, karena kelas 3 yang meninggal karena kekerasan dari temannya yang kakak kelas 5, saya tanya sama pelaku 'nak, apa sih yang kamu lakukan sehingga temanmu sakit kemudian meninggal gitu'. Saya hanya dorong kepalanya ke dinding, Oh ya? Seperti apa dorongnya, pelan, coba diingat lagi, iya ternyata kencang sekali dia dorong.
Sehingga dan itu nampaknya bukan sekali itu mungkin klimaks sehingga sudah banyak sekali yang terjadi, nah sementara ini analisa kami bahwa kekerasan terhadap anak, kekerasan yang dilakukan oleh anak karena pola asuh dalam keluarga dan penggunaan gadget, medsos yang tidak bijak, sehingga kami menilai bahwa ini harus ada kesadaran kita bersama maka ruang bersama Indonesia ini menjadi salah satu solusinya. karena Mbak Uni kita enggak bisa ngelarang anak-anak kita setop bermain gadget, enggak bisa, kami sudah silaturahmi dengan Mendikdasmen, Prof Mukti, Prof kami dari Kementerian usul bagaimana kalau tugas anak-anak sekarang tidak lagi melalui gadget, secara manual saja, PR-nya. apanya gitu secara manual. Karena anak-anak sekarang kalau udah ya main gadgetnya, (alasannya) lagi nugas, dulu kan karena pandemik. Sekarang kan sudah normal gitu loh, jadi saya pikir ini perlu ada kebersamaan di antara kita gitu, bahwa penggunaan gadget ini harus benar-benar eh secara bijak gitu. Prof Mukti menjawab bisa Bu kalau di sekolah, tapi setelah itu kan kita juga enggak bisa memastikan, nah di ruang bersama inilah kami mencoba menawarkan solusi bekerja sama dengan Dinas Pendidikan atau dengan siapapun lembaga manapun, untuk menyediakan permainan tradisional yang berbasis kearifan lokal, jadi basisnya.
Jadi meneruskan desa, kelurahan yang ramah anak dan perempuan, jadi kita tidak berangkat dari nol cuma hanya saja kolaborasinya yang ditingkatkan, jadi kenapa pilihannya permainan tradisional? Karena kami melihat bahwa permainan tradisional ini mempunyai filosofi yang sangat tinggi dalam penanaman karakter anak Indonesia, permainan tradisional enggak ada yang sendiri, mereka ramai-ramai, kalau kita lihat di kampung tu kan guyub, di situ dia harus bekerja sama, sportif kemudian enggak boleh curang, harus antre dan yang paling penting tidak membedakan apapun agamanya, anak-anak enggak mengerti perbedaan itu. Jadi, mau Islam, Kristen, Hindu Buddha Konghucu, anak-anak akan tetap bermain, mau kaya, mau miskin anak-anak enggak mengenal itu, mereka akan bermain kecuali kalau memang sudah dicekoki oleh lingkungan sekitarnya.
Bagi saya ini ancaman bila ketika masih kecil mereka sudah membeda-bedakan, padahal kita ini Bhinneka Tunggal Ika, kemudian yang kedua, kami menawarkan juga Di ruang bersama Indonesia itu, passion, potensi anak-anak kita kita bangun, misalkan yang suka nari, yang suka melukis, yang suka menggambar, nanti di akhir bulan mereka pentas di balai desa sebagai pengakuan, bahwa oh namanya anak-anak ya ditonton pas, oh berarti saya ini diakui keberadaannya gitu. Kami sudah komunikasi dengan Mendikti, Prof boleh enggak kami mengusulkan jadi mahasiswa-mahasiswa yang akan diwisuda, sebelum diwisuda diwajibkan untuk magang di ruang bersama Indonesia.
Jadi (kayak KKN), jadi lebih fokus, jadi misalkan yang psikolog, terapkanlah ilmunya untuk perempuan-perempuan kita yang butuh dampingan secara psikologis. Sebetulnya sih strategi dari kami aja ya, karena Kalau kami manggil psikolog kan dana kami tidak banyak gitu, tapi dengan kolaborasi memberikan kesempatan gitu ya dan Prof, sangat setuju, Kemendikti sangat setuju dan ini sudah saya sampaikan di Universitas Indonesia, ketika saya jadi keynote (speech) di situ, kemudian Universitas Gadjah Mada, kemudian di Universitas Islam Negeri Yogyakarta dan terakhir kemarin di Universitas Islam Negeri Jakarta Jakarta.
Saya sampaikan kepada anak-anak, ya anak-anakku kami punya lab namanya ruang bersama Indonesia, daripada kalian sudah diwisuda sudah mendapat gelar sarjana baru turun ke masyarakat, kemudian ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan, nanti stempelnya jadi jelek, sarjana Kok begitu gitu, kok sarjana kayak begini, nah mumpung belum diwisuda praktikkan ilmunya, kalau salah oh ya namanya juga mahasiswa, masih ada toleransi gitu. Wah mereka applause sekali dan siap untuk bersama-sama
Kan bisa diawasi sama dosen-dosennya?
Iya, jadi bersama-sama UIN Jakarta sudah siap, nanti di bulan April akan ada 5.000 mahasiswa yang akan KKN nah di situ kami minta prioritas di ruang bersama Indonesia gitu, kemudian yang ketiga keprihatinan kami adalah bahwa anak-anak kita sebetulnya sudah semakin tidak mengenal negerinya sendiri, Indonesia, mereka punya idola dari negara-negara lain ngertilah Uni dari mana mereka. Padahal kita punya Soekarno, punya Hatta, Cut Nyak Dien, RA Kartini, Dewi Sartika, ini kan pahlawan-pahlawan yang luar biasa, belum tokoh-tokoh nasional kita, kan harusnya mereka mengidolakan tokoh-tokoh dan pahlawan-pahlawan kita.
Oleh karena itu kita akan berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan atau siapapun lembaga organisasi atau pribadi yang merasa terpanggil untuk memanggil kembali anak-anak kita, untuk mengerti budayanya, mengerti negerinya kita akan fasilitasi buku-buku sejarah, pendongeng-pendongeng yang hebat untuk bercerita tentang hebatnya tokoh-tokoh kita dan indahnya Indonesia. Ini memang mimpi yang terlalu idealis, terlalu tinggi ya. Tetapi saya yakin bahwa ketika kita memulai dan kita bergandengan tangan, berkolaborasi, Insya Allah selama 5 tahun seluruh desa sudah memiliki ruang bersama Indonesia.
Nah, kenapa fokusnya adalah di desa? Sebetulnya beberapa Kementerian punya penyuluh di tingkat desa, di KKBN, kesehatan, agama dan sebagainya. Tapi selama ini ibarat lidi mereka masih tersebar sendiri-sendiri di dalam satu desa. Nah sekarang kita punyai wadah ibaratnya lidi ini, yuk kita kumpulin jadi satu bersama-sama kita menangani menyelesaikan mencarikan solusi yang terjadi di desa tersebut bersama-sama. Jadi saling melengkapi gitu, sebetulnya yang addict terhadap gadget ini bukan anak-anak, bukan anak-anak saja, ibunya lebih parah. Jadi ketemulah kenapa anak-anak kita sekarang modelnya seperti ini, karena pola asuhnya si Ibu. Jadi kita akan bekerja dengan berbagai pihak, apakah si Ibu Ini potensinya dibangkitkan gitu ya, punya keahlian apa passionnya di mana, kita coba sambungkan dengan berbagai pihak supaya mereka kuat secara ekonomi, ada kemandirian kemudian parenting bagaimana mengasuh anak di keluarga gitu ya, supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Seperti Kasus yang di Lebak Bulus anak usia 14 tahun membunuh ayah, nenek dan ibunya, ibunya selamat, saya ketemu dengan si anak ini, saya di WA oleh anggota dewan Komisi VIII, beliau menanyakan ibu menteri, ibu menteri ketemu dengan si anak? Ketemu Pak saya bilang gitu, terus apakah si anak ini minum karena alkohol, tidak, Pak. Apakah si anak ini obat-obatan? Tidak, apakah dari medsos? Tidak, Pak. Terus? Karena setelah di-tracking oleh pihak penyidik di hp-nya itu bagus dilihat ya, tidak ada yang dia download dari aplikasi yang negatif, baik kemudian komunikasi dengan keluarga dengan ayahnya dengan mamanya tuh,' Iya Mama sayang, Papa sayang, I love you', yang gitulah.
Jadi ini menurut saya keluarga yang sangat ideal ya sekilas gitu, tetapi kenapa dia melakukan itu, ternyata ketika saya tanya dia enggak mau ayah dan ibunya capek, dia enggak mau melihat ayah ibunya bekerja siang malam gitu, untuk dia gitu, jadi supaya ibu bapaknya enggak capek tiba-tiba dia melakukan hal yang tidak diinginkan.
Jadi sebetulnya kegiatan atau peristiwa ini menjadi momentum bagi kita semua kita mulai introspeksi, sebetulnya pol asuh kita ini seperti apa belum tentu anak yang kelihatannya diam, tetapi sebetulnya dia memendam sesuatu gitu. Nah maka ini harus ada kepekaan, parenting itu sangat perlu. Ruang bersama Indonesia ini bukan sekadar event atau kegiatan formalitas, bukan tetapi ini lebih kepada gerakan, gerakan perempuan-perempuan Indonesia yang berbasis desa, Kenapa? Peristiwa dua anak yang mengalami kekerasan 2 tahun tidak ada apa-apa di desanya, saya melihat bahwa memang masyarakatnya sakit, kemudian sudah asosial, mereka tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di sekitarnya atau memang pura-pura tidak mau tahu. Sehingga dengan adanya ruang bersama Indonesia ini, kami merekatkan kembali kebersamaan, keterikatan, empati kemudian simpati kepada warga sekitarnya. Ini idealis, memang idealis tetapi ini harus kita lakukan, apapun rintangan, tantangannya ketika sudah terketuk hatinya, saya yakin kita bisa melakukan.