Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pelaku kejahatan siber. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Teknologi berkembang pesat hingga menciptakan perubahan bentuk eksploitasi seksual anak, yang kini merambah hingga ke daring. Koordinator Nasional (end child prostitution, child pornography) ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian, mengungkap beberapa modus penyebaran materi eksploitasi seksual anak di dunia.

Forum gelap di web atau dark web menjadi tempat penyimpanan, perdagangan, dan penjualan konten Eksploitasi Seksual Anak (CSEM). Dengan adanya penyebaran konten di dark web, maka bisa dibilang akan sulit mengidentifikasi dari mana asal konten dan dari mana anak-anak itu berasal.

“Jadi material eksploitasi seksual anak apakah mengandung ketelanjangan, misalnya, atau hubungan seks antara anak dengan anak, itu juga diperdagangkan. Dan angka perputaran uang untuk perdagangan konten-konten yang mengandung pornografi hubungan seks atau perbuatan kekerasan seksual,” ujar dia dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023).

"Jadi anak mengalami kekerasan seksual, lalu divideokan dan itu disebarluaskan atau diperdagangkan, lewat jalur dua gelap. Apakah ada peminatnya? Banyak peminatnya, yang kita sebut pedofil," sambungnya.

1. Konten yang tersebar bisa saja ada seumur hidup anak

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Sakti)

Ahmad mengatakan, sulit untuk menghapus konten eksploitasi seksual anak secara permanen. Situs CSEM sering mereplikasi konten dari satu situs ke situs lain, membuat penghapusan satu situs tidak secara otomatis menghilangkan konten tersebut secara global.

“Ada kemungkinan begitu kekerasan seksual itu telah ada di berbagai platform web, itu akan ada seumur hidup," kata dia.

2. Sulitnya melacak dan platfom yang tak ramah pada anak

Koordinator Nasional (End Child Prostitution, Child Pornography) ECPAT Indonesia Ahmad Sofian dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sulitnya menghapus konten kekerasan seksual anak secara daring ini menjadi kekhawatiran global. Kebijakan platform web kerap kali tidak selalu ramah anak dalam menghapus konten semacam itu, juga menjadi perhatian.

"Bagaimana penyelenggara sistem elektronik (PSE) itu bisa segera melakukan penghapusan tanpa harus diminta oleh bersangkutan, tanpa diminta oleh putusan pengadilan dia otomatis menghapus dan menghancurkan konten-konten itu. Tapi tidak semua platform memiliki kebijakan yang ramah anak dalam penghapusan konten-konten itu,” ujarnya.

Selain itu, kata Ahmad, ada juga situs yang menjual akses ke CSEM, termasuk penyalahgunaan streaming langsung bayar-per-tayang, biasanya dengan menggunakan Bitcoin sebagai mata uang pilihan untuk pembayaran.

3. Pedofil memanfaatkan kecerdasan buatan di Inggris

Ilustrasi teknologi kecerdasaan buatan AI (freepik.com/freepik)

Sementara, BBC melaporkan para pedofil kini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat dan menjual materi pelecehan seksual anak yang tampak nyata. Termasuk pemerkosaan bayi dan balita.

Ahmad menyoroti temuan ini sebagai tantangan baru dalam upaya melawan eksploitasi anak. Penjualan akses ke konten tersebut dan peran situs dalam menyediakan konten semacam itu, turut diulas dalam konteks global.

Investigasi BBC menemukan beberapa pedofil mendapatkan gambar pelecehan seksual anak melalui langganan di situs berbayar.

Editorial Team