Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pekerja perempuan sedang melinting tembakau menjadi cerutu di Pabrik Taru Martani (IDNTimes/Febriana Sinta)
Pekerja perempuan sedang melinting tembakau menjadi cerutu di Pabrik Taru Martani (IDNTimes/Febriana Sinta)

Intinya sih...

  • Kondisi buruh perempuan Indonesia tak sehat dan aman
  • Praktik diskriminasi, kekerasan, dan ketidakpastian hubungan kerja mengganggu kesehatan reproduksi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kabid Politik Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih, mengatakan, kondisi buruh perempuan Indonesia berada dalam kondisi tak sehat dan aman.

Dia mengatakan, ada laporan buruh perempuan diperiksa saat haid. Hal ini menempatkan perempuan merasa bersalah dan tertekan.

"Baru-baru ini kami baru saja menerima pengaduan bahwa buruh perempuan yang sudah mengambil cuti haid itu dikondisikan dalam posisi yang tertekan dan merasa bersalah dan akan ada upaya intimidasi dalam bentuk pemeriksaan haid," kata dia dalam konferensi daring “Memperingati Hari Buruh Sedunia”, Senin (29/4/2024).

Hari buruh atau May Day diperingati yang jatuh setiap 1 Mei merupakan kelompok perempuan sebagai upaya mendorong pemenuhan hak dan mendengarkan suara mereka.

1. Posisi merasa dilecehkan

Konferensi daring “Memperingati Hari Buruh Sedunia”, Senin (29/4/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dia menjelaskan, buruh perempuan berada di posisi tidak selamat karena sampai hari ini masih ada praktik-praktik diskriminasi dan kekerasan yang terjadi terhadap buruh perempuan. Baik kekerasan dalam bentuk verbal, fisik, psikologi, maupun seksual. 

"Bagaimana situasi itu menghantui buruh perempuan dalam posisi yang merasa dilecehkan," ujarnya.

2. Sebanyak 80 juta buruh informal tak terdata BPJS Ketenagakerjaan

Logo BPJS Ketenagakerjaan. (dok. BPJS Ketenagakerjaan)

Dia mengatakan, buruh informal di Indonesia dan mayoritas buruh informal tidak terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Akibatnya, jika mereka mengalami kekerasan hingga kecelakaan kerja, tidak terdata dengan baik. 

"Ada sekitar 80 juta buruh informal yang tidak terdata sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, artinya mereka berpeluang untuk pada saat mereka terjadi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja itu tidak terdata dengan baik," kata Jumarsih.

3. Kepercayaan diri menurun untuk menuntut hak maternitasnya

Ilustrasi karyawan perempuan di PT TWC. (Dok. Istimewa)

Buruh perempuan juga mengalami kondisi yang tidak sehat karena ketidakpastian hubungan kerja berdampak pada kesehatan reproduksi. Kepercayaan diri menurun untuk menuntut hak maternitasnya berupa cuti haid, cuti melahirkan, cuti keguguran, atau ruang laktasi. 

Kemudian fasilitas terkait dengan kesehatan. Misalnya, soal toilet aman dan air yang bersih juga jadi kendala yang ditemui buruh perempuan.

"Kemudian jam kerja yang panjang itu berdampak pada kesehatan mental, teman-teman buruh perempuan mengalami stres dan itu mengganggu aktivitas produktivitasnya," kata dia.

Editorial Team