Badan Bahasa: Indonesia Belum Bersikap Dukung Melayu Jadi Bahasa ASEAN

Penggunaan Bahasa Indonesia lebih banyak dibanding Melayu

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Bahasa, Endang Aminudin Aziz, mengatakan hingga saat ini belum ada sikap resmi dari pemerintah Indonesia mendukung Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi ASEAN.

"Saya secara pribadi belum melihat pernyataan atau mendengar pernyataan Pak Jokowi yang disebut Perdana Menteri Malaysia itu yang menyatakan setuju, sementara di satu sisi Bu Menlu, Bu Retno sudah memberikan pernyataan bahwa usulan itu memang ada tetapi masih dikaji, perlu dikaji, jadi kami berpegang pada itu saja," kata Aminudin kepada IDN Times, Senin (4/4/2022).

Baca Juga: Indonesia-Malaysia Dukung Bahasa Melayu Jadi Bahasa Kedua Asean

1. Indonesia berhati-hati dalam mendukung Bahasa Melayu

Badan Bahasa: Indonesia Belum Bersikap Dukung Melayu Jadi Bahasa ASEANKepala Badan Bahasa, Endang Aminudin Aziz (dok. Pribadi)

Aminudin berujar, Indonesia dalam posisi berhati-hati dalam mendukung Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi ASEAN. Sebab, Bahaya Melayu di Indonesia merupakan salah satu bahasa daerah.

"Jadi statusnya dari kaca mata kita itu adalah bahasa daerah, sementara kan bahasa nasional kita kan Bahasa Indonesia, dan Bahasa Indonesia sudah sangat beda dengan Bahasa Melayu," ucapnya.

2. PM Malaysia berharap Bahasa Melayu jadi bahasa resmi ASEAN

Badan Bahasa: Indonesia Belum Bersikap Dukung Melayu Jadi Bahasa ASEANPerdana Menteri Malaysia, Datuk Sri Ismail Sabri yakoob di Istana Merdeka, Jakarta (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob, berkunjung ke Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 1 April 2022. Dalam sambutannya, Sabri mengaku Presiden Joko "Jokowi" Widodo mendukung penguatan bahasa Melayu.

"Kami juga setuju dan berterima kasih kepada Presiden, karena setuju dengan Malaysia untuk memperkuat Bahasa Melayu," ujar Sabri dalam sambutannya yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Senin (4/4/2022).

Sabri mengatakan, bahasa rumpun Melayu ini juga digunakan di sejumlah daerah di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand selatan, Kamboja, Filipina, dan Singapura. Dia berharap Bahasa Melayu jadi bahasa resmi di ASEAN.

"Jadi kami sepakat, siap dengan antarbangsa. Saya, seperti Presiden, akan menggunakan Bahasa Melayu sebagai media komunikasi kita, dan kita sepakat bahwa jika kita bekerja sama untuk memperkuat bahasa rumpun Melayu ini, bahasa rumpun Melayu, mungkin suatu saat bisa dijadikan bahasa ASEAN," katanya.

Baca Juga: Mas Menteri Nadiem Tolak Bahasa Melayu Jadi Bahasa Resmi ASEAN

3. Penggunaan Bahasa Indonesia lebih banyak dari Melayu

Badan Bahasa: Indonesia Belum Bersikap Dukung Melayu Jadi Bahasa ASEANBendera ASEAN. (setnas-asean.id)

Lebih lanjut, Aminudin menegaskan, penggunaan Bahasa Indonesia lebih banyak dari Melayu. Dia mengatakan, ada sejumlah orang di luar negeri belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia.

"Kalau untuk yang Bahasa Melayunya, itu tersebarnya hanya di Malaysia, Singapura sebagian, kemudian Brunei, sementara Bahasa Indonesia selain di wilayah Indonesia, juga di wilayah Thailand selatan itu mereka bicara Bahasa Indonesia, karena kan kami mengajarkan kepada mereka bahasa Indonesia melalui program DIPA," katanya.

"Kemudian di Kamboja, di Vietnam, di Timor Leste kita punya puluhan guru di situ, kemudian muridnya bukan hanya seratus dua ratus, muridnya ribuan. Kemudian di wilayah yang lain, di negara-negara Eropa, Australia, di Amerika, kita mengajarkan DIPA, tidak ada yang mengajarkan secara khusus bahasa Melayu," sambungnya.

Aminudin mengatakan, yang lebih cocok menjadi bahasa resmi ASEAN adalah Bahasa Indonesia. Sebab, jumlah penutur bahasanya lebih banyak.

"Kalau Malaysia mengatakan, ada penutur Bahasa Melayu 300 juta, dari mana mereka punya 300 juta, pasti itu lebih banyak orang Bahasa Indonesia. Penduduk Indonesia saja sudah 270 jutaan kan," ujarnya.

Dia kemudian menyebut terdapat 70 juta orang belum bisa bicara Bahasa Indonesia. Mereka yang dikesampingkan itu adalah balita dan orang yang berada di daerah terdepan, terpencil, tertinggal (3T) yang belum mendapatkan pendidikan Bahasa Indonesia.

"Berarti kalau Malaysia mengklaim ada 300 juta di ASEAN, itu berarti 200 jutanya Indonesia," imbuhnya.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya