Bolehkah Kampanye Politik Bawa-Bawa Agama?

Ada tiga tantangan utama untuk moderasi beragama di RI

Jakarta, IDN Times - Politik dan agama tak bisa dipishkan. Namun, ada juga yang menyatakan jangan membawa-bawa agama saat melakukan kampanye politik.

Lalu, bolehkah kampanye politik membawa-bawa agama? Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan boleh. Sebab, setiap sendi kehidupan senantiasa ada unsur agamanya.

"Gal bisa itu kita gak bawa agama, itu gak bisa. Jangankan ke politik yang urusannya sangat penting, wong urusan personal hubungan suami istri misalnya, atau masuk toilet itu diatur dulu sama agama, ada doanya," ujar Lukman dalam acara Ngobrol Seru By IDN Times di Kantor IDN Media, Jakarta, Kamis (2/6/2022).

Baca Juga: MUI: Penistaan Jadi Bukti Turbulensi dalam Moderasi Beragama

1. Agama di ruang publik harus disampaikan secara universal

Bolehkah Kampanye Politik Bawa-Bawa Agama?Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin berkunjung ke Kantor IDN Media HQ pada Kamis (2/6/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Lukman mengatakan, apabila agama sudah masuk ke ruang publik, harus disampaikan secara universal. Misalnya, menyampaikan jangan korupsi karena menurut agama dilarang.

"Maka yang dibawa harusnya dibawa nilainya universal, jangan yang partikular," katanya.

Menurutnya, jangan membawa nilai agama yang partikular. Misalnya, jenazah yang mendukung calon tertentu tidak akan disalatkan. Bila itu terjadi, tentu akan merusak hubungan sosial.

"Kalau menyangkut harkat martabat kemanusiaan, itu pasti universal, setajam sebesar apapun perbedaaan antar kita, gak bisa dijadikan alasan untuk kita merendahkan kemanusiaan sesama. Karena agama itu untuk memanusiakan manusia," ucapnya.

Baca Juga: Menag: Moderasi Kunci Kerukunan dan Toleransi Umat Beragama

2. Tiga tantangan moderasi beragama di Indonesia

Bolehkah Kampanye Politik Bawa-Bawa Agama?Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin berkunjung ke Kantor IDN Media HQ pada Kamis (2/6/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Dalam kesempatan itu, Lukman mengatakan ada tiga tantangan utama moderasi beragama di Indonesia. Menurutnya, moderasi diperlukan untuk kondisi Indonesia yang masyarakatnya agamis dan majemuk.

"Jadi teman-teman perlu sangat sadari kita sebagai bangsa ini beda dengan bangsa-bangsa lain, selaian kemajemukan kita yang memang khas banget dibanding bangsa lain, nyaris tidak ada di dunia dari sisi ras beda, kita beda ras, saudara di timur etnisnya, bahasa, budaya dan sebagainya apalagi, tapi yang khas ciri keIndonesiaan adalah tingkat keberagamaannya," katanya.

Pertama, kata Lukman, tantangannya mengenai orang menganggap agamanya semakin ekslusif. Sehingga memunculkan orang mudah menghakimi pihak lain.

"Lalu muncul, bergama kok membangun konfrontatif dalam beragama, membangun permusuhan, ceramah, dakwahnya caci maki, menebar permusuhan, menebar fitnah," ujarnya.

Baca Juga: Lukman Hakim Dianugerahi Gelar Doktor Kehormatan dari UIN Jakarta

3. Minim ilmu agama sudah melakukan penafisiran sendiri

Bolehkah Kampanye Politik Bawa-Bawa Agama?Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin berkunjung ke Kantor IDN Media HQ pada Kamis (2/6/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Tantangan kedua yakni, muncul orang yang ilmu agamanya minim tapi sudah melakukan penafsiran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga, memunculkan kesimpulan yang keliru.

"Makna jihad yang kemudian mengalami defiasi, distorsi tapi memutarbalikkan makna. Hijrah, hijrah yang tadinya maknanya baik dari kondisi yang buruk, jadi baik lalu kemudian menjadi tidak mau bergaul dengan yang berbeda, gak mau bertetangga dengan yang beda, bisa beda keimanan bahkan suku bangsa, suku beda itu dihindari," katanya.

Kemudian yang ketiga, muncul fenomena di mana orang beragama itu memiliki faham dan amalan agama dan dan bernegara saling berhubungan adalah salah.

"Orang dengan mudah di muka umum memberhalakan Pancasila, yang mengandung unsur-unsur jahat, thogut misalnya. Thogut itu keyakinan di mana (Pancasila) semacam berhala yang harus dimusnahkan," katanya.

Padahal, kata Lukman, isi dari Pancasila mengandung nilai-nilai agama. Selain itu, ada juga pihak yang menganggap hormat kepada sang saka merah putih adalah menyekutukan Tuhan.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya