Kejahatan Lingkungan: Bola Panas untuk Capres 2024

Adakah catatan hitam dari capres di kejahatan lingkungan?

Jakarta, IDN Times - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sempat menyatakan ada dana hasil kejahatan lingkungan mengalir ke partai politik. Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, juga sempat menyatakan food estate merupakan bagian dari kejahatan lingkungan.

Namun, pernyataan Hasto itu kemudian diredam oleh Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani. Menurutnya, terlalu jauh bila food estate dianggap sebagai kejahatan lingkungan.

Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala, menjelaskan mengenai food estate apakah masuk dalam kejahatan lingkungan atau tidak. Dia juga membeberkan catatan hitam bakal calon presiden terkait kejahatan lingkungan.

Hal itu disampaikan Satrio dalam program Gen Z memilih episode 26. Berikut wawancara dan link videonya:

Baca Juga: Cak Imin Nilai Food Estate Gagal Cegah Kenaikan Harga Pangan

Apakah program food estate ini masuk dalam kejahatan lingkungan kalau dari kajian Walhi?

Kejahatan Lingkungan: Bola Panas untuk Capres 2024Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala (dok. IDN Times)

Ya, sebetulnya kejahatan lingkungan secara teoritis itu yang berkembang adalah green criminology. Apa itu? Dikonseptualisasikan di peraturan perundang-undangan yang kita pakai kan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 soal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada prinsipnya, apa yang disebut kejahatan lingkungan itu terkonseptualisasi dalam dua bentuk, perusakan dan pencemaran, itu secara hukum. Dalam praktik, ada yang disebut kejahatan lingkungan dikategorikan dalam kejahatan lingkungan sah secara administratif. Ada juga yang disebut tidak sah secara administratif. Karena, sebetulnya instrumen yang dilanggar sebagai kejahatan lingkungan itu administratif. Misalnya, kejahatan terhadap amdal, tidak berizin, nah dalam konteks ini sebetulnya food estate sebagai program pemerintah, dia berizin gak? Berizin. Sah gak? legal. Cuma, belum tentu mempertimbangkan kualifikasi apa yang kita sebut dalam lingkungan itu sebagai daya dukung dan tampung.

Perdebatan konseptual kejahatan lingkungan selalu menjadi perdebatan sebetulnya, karena konsep hukumnya itu sendiri sebetulnya, pada awal kehidupan manusia itu, terhadap hukum lingkungan itu sebetulnya antara manusia dan lingkungan, bentuknya bisa macam-macam itu pencurian bio diversitas, pencurian keragaman hayati atau penghancuran terhadap keanekaragaman hayati.

Nah, bagi Walhi mendefinisikan kejahatan lingkungan itu sebuah tindakan perbuatan yang melakukan perampasan lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan melakukan perampasan terhadap sumber-sumber kehidupan rakyat yang menggunakan kekuatan politik, kekuatan modal maupun kekuatan korporasi.

Baca Juga: Food Estate Dikritik PDIP, Gerindra: Tak Ada Visi Misi Menteri

Menurut Walhi, food estate untuk dampak lingkungannya, baik atau buruk?

Kejahatan Lingkungan: Bola Panas untuk Capres 2024Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala (dok. IDN Times)

Sejauh penelitian yang kami lakukan paling banyak itu di Kalimantan Tengah. Karena, sebetulnya kesalahannya itu mengulang, khususnya di Kalimantan Tengah. Itu ada tiga kabupaten, dan beberapa itu ada di lahan gambut. Gambut itu ekosistem penting, esensial. Dia unik punya ekosistem hidrologi tersendiri.

Pertanyaannya adalah, apakah ini baru terjadi hari ini? Gak, kita mengulang kesalahan masa lalu, dari zaman Presiden Soeharto sudah ada, namanya Pengembangan Lahan Gambut, sama untuk pangan, zaman SBY juga melakukan juga ada. Di Papua, integrated food estate and energy, itu juga sama, karena ada beberapa hal yang menurut kita problem itu, bentuk pertaniannya kan yang tadinya masyarakat kita agraris, masyarakat kita itu punya pengetahuan gak terhadap pertanian? Punya, tapi ini mau diambil alih menjadi konsep industrial. Kedua, membuka lahan-lahan baru yang itu paling banyak catatan kami itu deforestasi.

Beberapa hal ini kemudian menjadi janggal bagi kami, kenapa harus terus diulang. Karena beberapa temuan ditunggangi pihak lain, menguntungkan segelintir orang karena mekanismenya menjadi industrial, ada beberapa kegagalan, misalnya di Kalteng dan ada juga dimanfaatkan untuk peternakan skala besar.

Coba kita cek kalau misalnya secara visi, itu kita setuju, melihat Indonesia harus berdaulat pangan, penting, krisis pangan harus kita akui, apalagi situasi terbaru krisis iklim, akan ada potensi krisis pangan. Tapi, mewujudkan kita untuk menghadapi krisis pangan seringkali trouble, kenapa harus dibuat food estate sedangkan di sisi lain ada alih fungsi lahan

Walhi menemukan gak dalam kajiannya indikasi dana hasil kejahatan lingkungan masuk ke partai politik?

Masih sangat asumtif, tapi secara pola bisa ketemu. Kan, persoalannya dana sumbangan ke partai politik dari sumber yang sah itu tidak pernah ada mekanisme trasnparansi, dan apa yang dirilis PPTAK itu kita apresiasi. Tapi, bagaimana kita bisa kawal, gak ketahuan padahal itu sangat fundamental itu untuk kita ketahui larinya uang dari kejahatan itu ke partai. Tunjuk partainya yang mana, atau ke semua. Mekanismenya seperti apa, Walhi ini kan bukan infrastruktur penegakan hukum negara, untuk mencari satu kejahatan modusnya apa, dia larinya ke mana, kejahatan lingkungan ini mirip seperti korupsi, kejahatan yang luar biasa, jadi perlu perangkat sistematis dari penegak hukum.

Apakah Walhi memiliki catatan hitam terkait kejahatan lingkungan untuk Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto?

Parameternya tentu soal kemudian ke mana keberpihakan ke lingkungan hidup. Siapa catatan hitamnya? Kalau corak bisnisnya negara masih ke arah corak produksi yang kapitalistik, mengeksploitasi habis-habisan, tentu semuanya mempunyai catatan hitam, karena semuanya akan tergantung pada bisnis itu.

Walhi apakah memandang dari ketiga bacapres miliki komitmen untuk mencegah kejahatan lingkungan?

Sampai hari ini, kami belum mendengar ya terkait dengan komitmen pencegahan lingkungan, apalagi dengan kaitan situasi krisis iklim hari ini. Jangan lupa, kita belum punya undang-undang khusus terkait perubahan iklim, bagaimana mengaturnya, bagaimana Indonesia bisa beradaptasi terhadap perubahan iklim, kalau mau terjadi perubahan, harusnya ada perubahan radikal, karena perwujudan pengembalian ekosistem.

https://www.youtube.com/embed/6t6a6l-krFQ

Untuk membangun lumbung pangan seperti apa seharusnya?

Menurut kami, dalam pelaksanaan program apapun, harus mengacu pada keadilan ekologi, negara ini sangat kaya sumber daya alam, tapi selalu terjebak dalam tata kelolanya, bagaimana itu bisa menyeimbangkan, harmoni dan lain-lain. Dalam pengetahuan itu kita punya, masyarakat adat kita sudah tahu lebih lama dan bisa menyeimbangkan kehidupan bersama alam. Tentu bukan hanya food estate dan ada banyak program negara.

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya