Poin Utama Rekomendasi Tim Reformasi Hukum Diserahkan ke Jokowi

Ada empat pokja terkait percepatan rekomendasi Tim Reformasi

Jakarta, IDN Times - Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) resmi memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Rekomendasi itu diberikan ke Presiden Jokowi pada Kamis (14/9/2023) di Istana Kepresidenan Bogor.

Penyerahan itu dipimpin oleh Menko Polhukam, Mahfud MD. Total, ada 150 rekomendasi jangka pendek dan jangka menengah.

Tim Percepatan itu terdiri dari empat kelompok kerja (pokja), yakni Pokja Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum, Pokja Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam, Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, dan Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan.

Dari keempat pokja itu, ada sejumlah poin utama yang disampaikan melalui rilis media.

Baca Juga: Tim Reformasi Hukum Beri Rekomendasi Jokowi Grasi Massal Napi Narkoba

1. Bidang reformasi peradilan dan penegakan hukum:

Tim Percepatan menekankan pada perbaikan proses pengangkatan pejabat publik strategis (utamanya eselon I dan II) di institusi penegakan hukum dan peradilan, termasuk melalui lelang jabatan, verifikasi LHKPN dan LHA PPATK.

Tim mengusulkan pula dilakukan asesmen untuk menilai kembali kelayakan mereka yang kini menjabat dalam berbagai jabatan stategis. Guna mendukung profesionalitas aparat, direkomendasikan agar dilakukan pembatasan penempatan anggota Polri di kementerian/lembaga/daerah dan BUMN.

Pemerintah juga diminta untuk mengembalikan independensi dan profesionalitas KPK yang melemah akibat revisi UU KPK dan terpilihnya komisioner yang sebagian ‘bermasalah’ serta menolak pelemahan kembali Mahkamah Konstitusi (MK) melalui gagasan revisi UU MK saat ini.

Beberapa UU bermasalah, seperti UU Narkotika, UU ITE dan KUHAP, didorong untuk segera direvisi demi meminimalisir penyalahgunaannya oleh aparat.

Dalam rangka mendorong kepastian hukum dan keadilan, Tim Percepatan juga mengusulkan agar pemerintah bersama Mahkamah Agung (MA) untuk mempercepat eksekusi putusan pengadilan (baik perdata maupun Tata Usaha Negara) dan putusan Komisi Informasi dan Rekomendasi Ombudsman.

Polri juga diusulkan untuk menghentikan penyidikan kasus yang sudah lebih dari 2 tahun namun tidak kunjung dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, kecuali jika terkait pidana berat atau pelakunya belum ditemukan/buron.

Termasuk agar Presiden mengeluarkan grasi massal bagi narapidana penyalahguna narkotika dan pelaku tindak pidana ringan sekaligus untuk mengurangi overcrowding.

Baca Juga: Cegah Pemilu Curang, Tim Reformasi Sarankan Jokowi Awasi Dana Kampanye

2. Sektor reformasi hukum agraria dan SDA

Tim Percepatan menitikberatkan pada percepatan pembuatan prosedur 'Satu Peta', pengakuan dan/pemulihan hak-hak masyarakat hukum adat, pengesahan RUU Masyarakat Adat, serta perlindungan bagi pembela HAM-lingkungan.

Terutama dalam hal penyelesaian konflik agraria dan mafia tanah serta eksekusi putusan perdata dan TUN terkait kasus agraria dan sumber daya alam (SDA) karena sifatnya yang kompleks dan membutuhkan rincian data.

"Tim Percepatan merekomendasikan agar Presiden membentuk dua Satuan Tugas (Satgas), yakni Satgas Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria serta Satgas Pemberantasan Mafia Tanah dan Korupsi SDA," ujar Tim Percepatan.

Satgas-satgas tersebut diharapkan akan melakukan asesmen, identifikasi masalah dan kasus, serta mendorong penyelesaiannya. Termasuk di dalamnya, kasus-kasus konflik lahan, masalah perizinan (termasuk di pulau kecil dan terluar), serta optimalisasi penerimaan negara dari sektor SDA.

Secara spesifik, Tim Percepatan juga merekomendasikan agar PP Nomor 26 Tahun 2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut serta izin tambang yang ada di pulau-pulau kecil segera dicabut.

Selain itu, pemerintah diminta untuk melakukan moratorium izin baru di daerah yang belum ada kajian lingkungan yang jelas (Kajian Lingkungan Hidup Strategis/KLHS) serta penggunaan personel TNI dan Polri dalam pengamanan obyek vital nasional sampai dilakukan asesmen terkait.

Baca Juga: Jokowi Bagikan Beras Gratis untuk Warga Karawang

3. Pencegahan dan pemberantasan korupsi

Selanjutnya, Tim Percepatan merekomendasikan pemantauan aturan tentang publikasi Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan penggunaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) serta mendorong agar diterbitkannya aturan terkait optimalisasi penggunaan instrumen keuangan nontunai (cashless), termasuk untuk mencegah praktik ‘beli suara’.

Akuntabilitas dan konektivitas data juga menjadi perhatian serius. Tim merekomendasikan agar KPK memperkuat sistem verifikasi LHKPN, baik yang menilai keberatan laporan maupun mendeteksi kekayaan tidak wajar.

"Hal ini dilakukan dengan pemanfaatan TI dan database kekayaan yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga, misalnya data perpajakan, pertanahan, kendaraan, perbankan dan sebagainya," ujar Tim Percepatan.

Penguatan aturan dan penegakan aturan tentang benturan kepentingan (conflict of interest) di semua K/L/D, BUMD/D, transparansi dokumen perizinan (misalnya, data HGU), perlindungan whistleblower menjadi hal yang tidak bisa ditawar untuk segera diimplementasikan.

Tim Percepatan juga berharap agar segera dilakukan revisi Undang-Undang Tipikor dengan mengatur korupsi di sektor swasta, illicit enrichment, foreign public official bribery, dan trading in influence serta pengesahan rancangan undang-undang perampasan aset tindak pidana.

4. Reformasi peraturan perundang-undangan

Lebih lanjut, Tim Percepatan menghendaki adanya perubahan mendasar dalam kelembagaan pembuat peraturan, dimulai dengan menyusun peta jalan untuk pembentukan otoritas tunggal yang mengelola peraturan perundang-undangan. Termasuk untuk meningkatkan kualitas peraturan yang dibuat dan meminimalisir tumpang tindih kewenangan.

"Sambil mempersiapkan perubahan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undangan, dalam jangka pendek perlu dilakukan revisi Perpres Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor12 Tahun 2011, termasuk untuk membatasi model pembuatan aturan dengan metode omnibus dan keluarnya peraturan perundang-undangan di bawah Perpres yang terlalu banyak," lanjut TIm.

Selain itu, revisi Perpres ini ditargetkan juga akan memberikan prosedur untuk mencegah disharmonisasi peraturan serta menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan peraturan, termasuk dengan menjadikan petisi sebagai metode partisipasi.

Demi menjamin hak-hak masyarakat untuk dapat mengakses peraturan, Tim Percepatan juga meminta pemerintah untuk membuat situs tunggal yang lengkap memuat rancangan peraturan, seluruh peraturan (baik pusat maupun daerah) yang sudah diundangkan, serta dokumen terkait lain (misalnya naskah akademik dan notulensi pembahasan).

Baca Juga: Mahfud Ungkap Opsi Baru Tanggal Pendaftaran Capres 19-24 Oktober 2023

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya