Menyusuri Lorong Waktu, Potret Konflik dari Lensa Para Jurnalis

Diskusi dan pameran foto semasa konflik terjadi di Aceh

Banda Aceh, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh menggelar pameran foto serta diskusi bertajuk ‘Refleksi Darurat Pers di Aceh: Jurnalis Tak Bisa Dibungkam’.

Kegiatan yang dilaksanakan di Kantor AJI Banda Aceh, sejak Rabu, 28 April 2021, sekaligus dalam rangka kampanye kemerdekaan pers menjelang peringatan World Press Freedom Day (WPFD) 2021 yang diperingati setiap 3 Mei.

Baca Juga: Jurnalisme Warga dan Ancaman bagi Media Mainstream di Masa Pandemik

1. Refleksi darurat pers di Aceh, bukan untuk membuka luka lama

Menyusuri Lorong Waktu, Potret Konflik dari Lensa Para JurnalisSuasana pemeran foto dan diskusi yang digelar AJI Kota Banda Aceh dan PFI Aceh (IDN Times/Istimewa)

Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin, dalam kata sambutannya mengatakan diskusi tersebut dilaksanakan sebagai refleksi darurat pers di Aceh. Kendati demikian, kata Juli Amin, kegiatan ini bukan bertujuan untuk membangkitkan kembali konflik Aceh, tetapi, lebih kepada menyampaikan kisah jurnalis saat tetap bisa berkarya meskipun dalam tekanan dari yang bertikai.

Beberapa foto yang dipamerkan dalam kegiatan ini merupakan hasil jempretan para jurnalis yang bertugas pada masa konflik Aceh, mulai dari darurat militer, darurat sipil, hingga terjalinnya perdamaian.

“Intinya pameran dan diskusi ini menyampaikan bahwa jurnalis jangan dibungkam, jangan rampas kemerdekaannya dalam meliput, sesulit apapun seorang jurnalis tetap harus mengabadikan apa yang terjadi,” kata Juli Amin.

2. Menyusur lorong waktu masa konflik di Aceh melalui 20 foto

Menyusuri Lorong Waktu, Potret Konflik dari Lensa Para JurnalisSuasana pemeran foto dan diskusi yang digelar AJI Kota Banda Aceh dan PFI Aceh (IDN Times/Istimewa)

Halaman Kantor AJI Banda Aceh yang terletak di Jalan Angsa, Nomor 23, Gampong Batoh, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh, Aceh, dihiasi beberapa tiang hitam. Setiap tiangnya mematri sejumlah foto suasana masa konflik saat terjadi di Aceh yang telah terbingkai.

Foto-foto itu, dikatakan Sekretaris Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh, Eko Densa merupakan hasil jepretan dari beberapa jurnalis maupun fotografer senior di Aceh. Sedikitnya, ada 20 foto dipajang dalam pameran ini yang telah berlangsung sejak, Selasa (27/4/2021) itu.

“Foto-foto yang dipamerkan merupakan hasil karya dari jurnalis senior di Aceh, seperti Bedu Saini (Ketua PFI Aceh), Adi Warsidi dan Hotli Simanjuntak kala meliput di era konflik dulu,” kata Eko Densa.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Selama 2020 Terburuk Pascareformasi

3. Mereka berkisah, kerap merasakan bagaimana ancaman dari berbagai pihak yang bertikai

Menyusuri Lorong Waktu, Potret Konflik dari Lensa Para JurnalisSuasana pemeran foto dan diskusi yang digelar AJI Kota Banda Aceh dan PFI Aceh (IDN Times/Istimewa)

Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber yang juga jurnalis senior di Aceh, di antaranya Munir Noer (Ketua Pengda IJTI Aceh), Adi Warsidi (CEO Acehkini) dan Hotli Simanjuntak (fotografer EPA).

Saat sesi diskusi, masing-masing pemateri saling menyampaikan pengalamannya saat meliput suasana konflik belasan tahun silam. Munir Noer mengungkapkan, salah satu bentuk tindakan negatif yang dialami jurnalis saat konflik adalah ancaman terhadap keluarga wartawan.

“Ketika berita naik, keluarga kita akan menjadi ancaman, ini sebuah permasalahan untuk wartawan lokal saat konflik,” ujar Munir, mantan jurnalis RCTI itu.

CEO Acehkini, Adi Warsidi menyampaikan, saat awal darurat militer, pemerintah membuat pembatasan-pembatasan terhadap wartawan di Aceh, sehingga pemberitaannya lebih dominan tentang TNI.

“Awal darurat militer berita tentang GAM banyak tidak termuat. Makanya banyak mobil-mobil yang membawa koran terbakar di perjalananan,” kata Adi Warsidi.

Berbeda lagi yang dialami Hotli Simanjuntak. Sebagai wartawan dari media internasional, ruang geraknya saat konflik lebih luas daripada para jurnalis lokal. Apalagi, kala itu ia berasal dari luar Aceh.

“Saya bisa kemana-mana, kalau mau dicari keluarga ataupun kantor media lokasinya di luar Aceh, jadi sedikit bebas, tetapi tetap ada ancaman dan kendala-kendala selama bertugas,” kata Hotli Simanjuntak.

Baca Juga: Liputan Terorisme, Jangan Abaikan 13 Pedoman dari Dewan Pers

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya