Pakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)
Selain karena partai politik ingin memastikan kemenangan, Titi menjelaskan, peningkatan calon tunggal pada Pilkada karena makin banyaknya hambatan untuk berkontestasi.
"Makin ke sini, makin banyak hambatan untuk ikut kontestasi, mendapatkan tiket pencalonan atau disebut juga dengan barrier to entry, berupa makin beratnya syarat pencalonan, baik jalur perseorangan maupun partai politik," katanya.
Dahulu syarat menjadi calon perseorangan itu, kata Titi, pada rentang antara 3 persen dan 6,5 persen. Namun, kini mencapai 6,5-10 persen.
Lalu berikut juga untuk calon dari partai politik makin berat persyaratan koalisi pencalonannya. Harus punya 20 persen kursi atau 25 persen suara sah hasil pemilu DPRD terakhir. Sebelumnya, syarat pencalonan itu hanya 15 persen kursi atau 15 persen suara sah pemilu DPRD.
Selain itu, Titi melanjutkan, calon tunggal meningkat karena adanya hegemoni kekuatan petahana.
"Jadi, petahana yang sangat kuat, lalu juga didorong oleh mesin politik yang dimiliki membuat kemudian kecenderungan calon tunggal meningkat karena lebih dari 80 persen calon tunggal. Dari 53 calon tunggal sejak 2015 sampai 2020 itu adalah petahana," katanya.