Panglima TNI Minta Prajuritnya Hindari Pelanggaran HAM Saat Bertugas

Jakarta, IDN Times - Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto meminta kepada para prajuritnya agar menghindari pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) saat bertugas. Ia mengatakan pelanggaran HAM hanya akan menjauhkan TNI dari rakyat serta membuat musuh semakin kuat.
"Dalam rapim TNI/Polri maupun rapim TNI, kami juga harus melihat untuk menghindari tindakan pelanggaran HAM sebagaimana yang diminta oleh Presiden Jokowi," ungkap Hadi ketika membuka rapim TNI di Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur dan dikutip dari kantor berita ANTARA pada Selasa (16/2/2021).
Ia mendorong kepada setiap prajuritnya menyosialisasikan pemahaman mengenai HAM ke tingkat paling bawah. Tujuannya agar instruksi itu dilaksanakan ketika bertugas.
"Dia (prajurit) boleh berbuat apa dan apa yang harus dilakukan. Kami menghadapi permasalahan serius di lapangan," kata pria yang sempat menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu.
Instruksi dari Hadi itu menindak lanjuti masukan yang disampaikan oleh Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik ketika mengikuti rapat pimpinan TNI/Polri di Mabes Polri pada Senin kemarin. Taufan berharap agar personel TNI dan Polri dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif, terukur dan sesuai standar serta norma HAM.
Apa komentar Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengenai instruksi dari Panglima TNI itu? Apalagi berdasarkan catatan tahunan 2020 LBHI, militer termasuk aktor negara yang sering melanggar hak sipil.
1. LBH Indonesia catat militer adalah pelaku yang paling banyak lakukan pembunuhan di luar peradilan

Dalam catatan tahunan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2020, militer dan personel kepolisian adalah pelaku terbanyak yang melakukan pembunuhan di luar proses peradilan. Dalam catatan mereka yang pernah disampaikan ke publik ada 14 orang yang tewas tanpa melalui proses peradilan. Peristiwa itu terjadi di beberapa area mulai dari Medan, Palembang hingga Papua.
"Militer menjadi pelaku extra judicial killing sangat erat kaitannya dengan pengerahan kekuatan militer untuk alasan pengamanan atau backing korporasi. Khusus untuk Papua, extra judicial killing sebagai akibat pengerahan militer untuk merespons situasi politik di Papua," demikian isi laporan catatan tahunan 2020 YLBHI.
Sementara polisi, kata YLBHI, melakukan extra judicial killing, dalam ruang yang lebih besar, misalnya proses pemeriksaan sebagai tersangka di ruang-ruang tahanan. "Tidak jarang pula mengakibatkan korban meninggal dunia," katanya.
2. Komnas HAM dorong personel TNI/Polri gunakan dialog saat berhadapan dengan publik

Sementara, dalam rapim TNI/Polri, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik juga mendorong agar ketika berhadapan dengan publik, personel TNI/Polri tak menggunakan kekerasan. Ahmad menyarankan agar TNI dan Polri menggunakan komunikasi dan diplomasi publik.
"Dengan pendekatan dialog dapat menjadi soft power dalam lingkup tata pergaulan nasional dan global. Hal ini cukup efektif untuk merekatkan hubungan sosial dengan seluruh lapisan masyarakat," ujar Ahmad dalam keterangan tertulis dari Komnas HAM pada Senin kemarin.
Ia juga mengingatkan TNI dan Polri memiliki peran untuk menjaga dan mengembangkan amanat reformasi agar dua institusi itu bisa lebih profesional.
3. LBH Indonesia berharap instruksi Panglima TNI tak berakhir pernyataan verbal belaka

Sementara, menurut peneliti di YLBHI, Muhammad Isnur, instruksi dari Hadi adalah sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan oleh TNI. Sebab, hal itu merupakan perintah konstitusi dan UU mengenai TNI.
"Semangat reformasi dan arah pengembangan TNI adalah yang menghormati dan tak boleh melanggar HAM," ujar Isnur kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini.
Ia pun mewanti-wanti agar instruksi dari Hadi tak sekadar berakhir pernyataan verbal belaka. "Maka panglima harus benar-benar melaksanakan perintah konstitusi dan UU TNI, termasuk mengevaluasi setiap operasi serta praktik yang terjadi," katanya.