Pejabat Undip Tersangka Kasus PPDS, DPR: Kampus Lain Harus Berbenah

- Wakil Ketua Komisi X Fraksi PKB DPR RI meminta kampus lain berbenah menyusul penetapan tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari.
- Kampus yang menyelenggarakan PPDS harus membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik menyimpang, seperti pungutan biaya tambahan yang tidak resmi.
- Ditreskrimum Polda Jateng menetapkan sejumlah pimpinan kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sebagai tersangka dalam kasus kematian dokter PPDS anestesi dr Aulia.
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X Fraksi PKB DPR RI Lalu Hadrian Irfani alias Lalu Ari meminta agar kampus lain berbenah menyusul penetapan tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Adapun, ketiga tersangka itu adalah Kepala Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani, dan senior dr Aulia berinsial ZYA.
Lalu Ari mengapresiasi upaya polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia. Meski, penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.
"Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dr Aulia," kata Lalu Ari, Jumat (27/12/2024).
1. Kasus dr Aulia harus jadi pelajaran

Lalu Ari mengatakan, kasus bullying dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya. Kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pendidikan kedokteran.
Ia menegaskan, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik menyimpang.
"Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Stop!" kata Lalu Ari.
2. KPK ungkap kebobrokan PPDS Undip

Dia menegaskan, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran. Hasil kajian KPK mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.
Misalnya, terkait biaya tambahan mulai Rp1 juta hingga Rp25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Padahal, biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Selain biaya tambahan, ada juga pungutan dari peserta PPDS yang digunakan untuk berbagai hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.
Temuan KPK mengungkapkan, peserta PPDS biasanya bekerja sama dengan teman seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka. Hal itu jelas memberatkan peserta PPDS.
Tidak hanya itu, peserta PPDS juga diminta menunjukkan saldo rekening saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS. Berdasarkan survei KPK, terdapat 58 responden yang mengaku diminta menunjukkan saldo tabungannya.
Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp100 juta.
"Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban," kata Lalu Ari.
3. Pimpinan Undip jadi tersangka

Ditreskrimum Polda Jateng menetapkan sejumlah pimpinan kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sebagai tersangka dalam kasus kematian dokter PPDS anestesi dr Aulia.
"Setelah dilakukan gelar perkara, kami dari Polda Jateng kemudian menetapkan tiga tersangka atas kasus PPDS," kata Kombes Pol Artanto, Kabid Humas Polda Jateng.
Dalam kasus ini, Artanto menjelaskan ada 36 saksi mata yang diperiksa penyidik Ditreskrimum guna menelisik keterlibatan ketiga tersangka tersebut.
Atas penetapan ketiga tersangka, pihaknya menyita barang bukti uang tunai Rp90,7 juta. "Uang itu dari jumlah akumulasi pada kasus ini," kata Artanto.