Polri: Nama Aguan Tidak Pernah Disebut Saksi di Kasus Pagar Laut

Intinya sih...
- Bareskrim belum berencana memanggil Aguan terkait kasus pagar laut Tangerang, Banten.
- Dittipidum Bareskrim Polri hanya akan memeriksa saksi berdasarkan alasan tertentu, seperti jika nama mereka disebut dalam pemeriksaan sebelumnya.
Jakarta, IDN Times - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap bahwa nama konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan tidak pernah disebut saksi dalam kasus pagar laut Tangerang, Banten.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, mengatakan, selama ini nama pemilik perusahaan Agung Sedayu Grup itu hanya disebut-sebut di media sosial.
"Saat pemeriksaan saksi tidak ada yang menyebut (Aguan). Kalau yang dikatakan di media sosial dan lain sebagainya, itu tidak bisa menjadi patokan karena semuanya itu setiap apa yang dilangkahkan Polri pasti ada dasarnya," kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, Selasa (18/2/2025).
1. Bareskrim belum ada rencana memeriksa Aguan
Djuhandhani mengatakan, pihaknya akan mengambil keterangan atau memeriksa saksi berdasarkan alasan tertentu. Misalnya, jika pihak yang bakal dimintai keterangan itu sebelumnya telah disebut dalam pemeriksaan oleh pihak yang terperiksa.
“Kita memeriksa terhadap sebuah perkara atau pun melaksanakan penyidikan, tentu saja ada alasan. Alasannya, dari keterangan keterangan baik itu saat sudah kita tetapkan sebagai tersangka," ujar Djuhandhani.
2. Bareskrim Polri tetapkan empat tersangka kasus pagar laut Tangerang
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di sekitar wilayah pagar laut Tangerang, Banten.
Mereka adalah Kades Kohod, Arsin bin Asip, Sekdes Kohod, Ujang Karta, dan penerima kuasa berinisial SP dan CE.
“Empat tersangka ini kaitannya adalah pemalsuan beberapa surat dokumen untuk permohonan atas hak atas tanah,” kata Djuhandhani.
3. Kades Kohod dan 3 tersangka lain menerbitkan 260 sertifikat
Djuhandhani mengatakan, keempat tersangka itu diduga membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod.
Selain itu, dokumen lain yang dibuat oleh Kades dan Sekdes Kohod sejak Desember 2023 sampai dengan November 2024.
Seolah-olah pemohon mengajukan permohonan pengukuran melalui KJSB Raden Muhamad Lukman Fauzi Parikesit dan permohonan hak Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
"Hingga terbitlah 260 SHM atas nama warga Kohod," kata Djuhandhani.