Prabowo Boleh Endorse Paslon, PDIP Nilai Jubir Istana Tak Paham UU

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, menilai bahwa Istana keliru dalam memahami aturan jika Presiden Prabowo Subianto diperbolehkan merekomendasikan dukungan kepada kandidat tertentu di Pilkada 2024.
Padahal, kata Deddy, aktivitas deklarasi dukungan Prabowo kepada Ahmad Luthfi dan Taj Yasin itu merupakan sebuah kampanye, sehingga Prabowo sebagai presiden harusnya cuti terlebih dahulu.
"Istana mengatakan tidak ada larangan presiden kampanye, oh iya betul. Tapi UU kita mensyaratkan kalau mau kampanye harus cuti. Jadi, jubir istana ini nggak ngerti UU. Definisi kampanye dalam UU kita juga jelas, ketika mempromosikan dan seterusnya," kata Deddy dalam rapat di ruang sidang Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2024).
Prabowo sendiri saat ini punya tiga jabatan penting, yakni sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan panglima tertinggi angkatan bersenjata. Deddy mengaku khawatir cawe-cawe yang dilakukan Prabowo mempengaruhi jajaran kementerian dan lembaga negara di bawah.
"Saya takutnya, walaupun mungkin Pak Presiden tidak berniat atau tidak terpikirkan, ada itu menjadi acuan seluruh instrumen di bawahnya, bisa ditangkap secara berbeda, bisa menginterpretasi pak. Saya kira hal ini harus diluruskan," ujar dia.
1. Deddy mengaku kecewa dengan pernyataan Prabowo yang tidak konsisten
Padahal, awalnya Deddy mengaku terharu mendengar pernyataan Prabowo yang dalam pidatonya menyebut tidak ada titip-titipan dalam pilkada.
"Silakan semua yang junior-junior saya terharu pak, karena sebelumnya banyak sekali peristiwa yang membuat kita meragukan di beberapa tempat provinsi, yang intervensi berbagai instrumen kekuatan negara itu sangat nyata, telanjang, dan masif," ucapnya.
Namun sayangnya anggapan Deddy seketika berubah menjadi kecewa usai Prabowo menyatakan dukungan kepada Luthfi dan Yasin. Menurutnya, pernyataan Prabowo itu tidak konsisten lantaran hanya dalam waktu tiga hari sudah berubah sikapnya.
"Tapi kebahagiaan saya dengan pidato presiden itu luntur hanya dalam 3 hari. Ketika kemudian Presiden RI yang sangat kita hormati Pak Prabowo Subianto ternyata kemudian menjadi endorse promotor untuk satu pasangan calon gubernur di Jateng," tutur Deddy.
Deddy menilai sikap Prabowo itu seakan menunjukkan bahwa Presiden RI turun kelas menjadi juru kampanye untuk paslon tertentu. Ia menganggap pilkada sudah kehilangan prinsip jujur dan adil.
"Ketika presiden RI turun kelasnya menjadi campagianer, jurkam untuk satu calon, saya kira kita kehilangan harapan, bahwa pemilu ini memang akan berlangsung dengan jurdil," beber.
Meski begitu, ia tak menampik, endorse yang diberikan Prabowo itu dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Gerindra. Namun, tentunya ada regulasi yang harus dijalankan ketika Prabowo menyatakan dukungan. Salah satunya mengenai cuti sebagai kepala negara.
"Betul Pak Prabowo Subianto merupakan Ketua Umum Partai Gerindra. Punya hak mengendorse calonnya. Tapi kalau itu dilakukan sebelum masa kampanye sangat boleh sebagai ketum. Tapi sebagai presiden yaitu tadi ada tahapan, regulasi yang harus diikuti," ujar dia.