Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Prabowo hadir di HGN 2025
Presiden Prabowo Subianto hadir dalam puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025 di Indonesia Arena, Jakarta, Jumat (28/11/25). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Prabowo dinilai melemahkan lembaga yudikatif

  • Rehabilitasi tak bisa diberikan sembarangan

  • Rehabilitasi yang diberikan Prabowo dinilai khianati proses peradilan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dua hari usai Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengumumkan pemberian rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto, eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi dan dua mantan direksi ASDP yakni Harry MAC dan Muhammad Yusuf Hadi akhirnya menghirup udara bebas.

Ketiganya merupakan terdakwa kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara yang sempat menjadi terpidana hanya beberapa jam saja karena langsung direhabilitasi.

Ini memang bukan kali pertama Prabowo memberikan pengampunan dalam kasus korupsi. Sebelumnya ada dua nama tokoh lainnya, yakni mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, yang menerima abolisi, dan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang menerima amnesti.

Kini giliran tiga mantan bos ASDP yang menerima pengampunan dari presiden. Penggunaan hak presiden tersebut belakangan menjadi bahasan hangat di kalangan masyarakat, ada yang setuju atas sikap Prabowo tersebut, namun tak sedikit yang mempertanyakannya.

Para ahli hukum dan masyarakat awam khawatir keputusan ini bakal menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum kasus korupsi di Tanah Air. Tak hanya melemahkan lembaga hukum Negara, 'campur tangan' Prabowo ini juga dianggap sebagai intervensi kotor pemerintah pada upaya pemberantasan korupsi.

1. Prabowo dinilai melemahkan lembaga yudikatif

Presiden Prabowo Subianto (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai intervensi yang dilakukan Prabowo melemahkan lembaga yudikatif.

"Intervensi ini jelas mengaburkan hak-hak tersebut dan menciderai prinsip independensi peradilan," ujar Wana dalam keterangannya.

Wana mengatakan, ICW sempat mengingatkan bahwa intervensi perkara seperti saat ini tidak dapat dibenarkan. Sebab, sistem peradilan pidana berpotensi kacau.

"Jika aturan mengenai pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi ini tidak ada, maka ke depan intervensi penegakan hukum serupa akan semakin masif. Preseden ini juga berpotensi mengacaukan sistem peradilan pidana yang seharusnya mengedepankan objektivitas penanganan perkara," ujarnya.

2. Rehabilitasi tak bisa diberikan sembarangan

Praswad Nugraha (IDN Times/Aryodamar)

Senada dengan ICW, mantan Penyidik KPK Praswad Nugraha mengatakan intervensi yang dilakukan Presiden Prabowo dapat merusak trias politica, khususnya yudikatif. Seharusnya, rehabilitasi tak bisa diberikan sembarangan.

"Mekanisme rehabilitasi yang seharusnya menjadi hak pemulihan bagi narapidana yang telah menyelesaikan masa pidana, kini disalahgunakan untuk membatalkan putusan pengadilan yang masih berjalan atau baru saja memperoleh kekuatan hukum tetap," ujar Praswad, Rabu (26/11/2025).

3. Rehabilitasi yang diberikan Prabowo dinilai khianati proses peradilan

Eks Penyidik KPK, Praswad Nugraha (IDN Times/Athif Aiman)

Praswad menilai, rehabilitasi ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap proses peradilan yang telah berjalan dengan semestinya. Sebab, kasus ASDP bukanlah kasus yang dibangun secara terburu-buru atau dengan bukti yang lemah.

"KPK telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyusun berkas perkara yang solid, dengan pembuktian yang begitu kuat hingga Majelis Hakim memutuskan adanya kerugian negara yang signifikan. Fakta persidangan mengungkap praktik korupsi korporasi yang sistematis dan terstruktur, mulai dari pra kondisi dan manipulasi proses akuisisi, mark-up harga kapal-kapal yang sudah karam dan menjadi besi tua, hingga rekayasa proses KSU-Akuisisi yang melibatkan berbagai pihak," ujarnya.

4. KPK merasa bukan preseden buruk, ditambah keputusan itu hak prerogatif Presiden

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (IDN Times/Aryodamar)

Meski sudah dua kali mendapatkan intervensi, KPK merasa hal tersebut bukan preseden buruk. KPK menilai hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden yang diatur Undang-Undang.

"Bagi kami itu bukan merupakan preseden buruk. Yang menjadi tugas kami sudah selesai baik pembuktian secara formil maupun formil," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Rabu (26/11/2025).

Asep menguraikan bahwa KPK mulai dari penyelidik, penyidik, hingga penuntut umum secara formil sudah diuji melalui praperadilan. Secara materiil, pemenuhan unsur-unsur pasal sudah diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang menyatakan para terdakwa bersalah.

"Perlu dibedakan terhadap hasil, di mana ada pemberian rehabilitasi itu bukan lagi menjadi lingkup kami," ujarnya.

Senada, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945, Presiden punya hak memberikan grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dan DPR RI.

"Hak prerogatif Presiden tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga lain, karena kekuasaan tersebut diberikan langsung oleh UUD 1945 untuk memastikan Presiden dapat menjalankan tugasnya secara efektif," ujar Johanis saat dikonfirmasi, Selasa (25/11/2025).

"Dengan demikian, KPK pun tidak dapat mengintervensi keputusan Presiden untuk memberikan rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya," lanjutnya.

5. MA tak bersedia menjelaskan pertimbangan di balik persetujuan pemberian rehabilitasi

Mantan Dirut ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi bebas dari Rutan KPK, Jumat (28/11/2025). (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, Mahkamah Agung (MA) merespons pemberian rehabilitasi kepada eks Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP), Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya, sebagai hak istimewa presiden yang sudah diatur dalam UUD 1945.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) pemberian rehabilitasi juga membutuhkan pertimbangan dari MA. Sementara, juru bicara MA, Yanto, hanya menyebut rehabilitasi merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh presiden. Sehingga, dapat diberikan ke siapapun.

"Rehabilitasi itu hak istimewa yang diberikan kepada presiden lewat UUD yaitu pasal 14 ayat (1) bahwa presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA)," ujar Yanto di kantor MA, Jakarta Pusat, pada Rabu (26/11/2025).

Ia tak bersedia menjelaskan apa pertimbangan MA. Pria yang juga merupakan hakim agung itu hanya menyebut ada kepentingan lebih besar sehingga Ira dan dua koleganya layak diberi rehabilitasi.

"Barang kali (presiden gunakan hak istimewa) untuk kepentingan yang lebih besar, nasional, itu hak istimewa yang dimiliki oleh presiden dan diberikan oleh konstitusi kita," tutur dia.

Pada Jumat, 28 November 2025, Ira Puspadewi dan kedua rekannya akhirnya menghirup udara bebas. Ia keluar dari rutan KPK disambut keluarga dan para pewarta yang sudah menunggunya.

Ira berterima kasih kepada Presiden Prabowo dan seluruh jajaran menteri yang terlibat dalam pembebasan dirinya dalam kasus ini. Ira juga berterima kasih kepada DPR RI karena merestui pemberian rehabilitasi oleh pihak pemerintah.

"Kami menghaturkan terima kasih dan apresasi setinggi-tinginya ke Bapak Presiden Prabowo Subianto yang telah berkenan menggunakan hak istimewanya dengan rehabilitasi bagi perkara kami," kata Ira di Gedung KPK, Jakarta Selatan.

Pada kesempatan itu, Ira juga berterima kasih kepada Mahkamah Agung (MA), Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, hingga Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, dan seluruh rakyat Indonesia.

"Terima kasih semuanya, mohon doa. Semoga kita semua bekerja sama sebagai anak bangsa memberikan yang terbaik untuk bangsa ini. Terima kasih," kata dia.

Ira Puspadewi akan tercatat dalam sejarah antikorupsi Indonesia, sebagai penerima hak istimewa presiden berupa rehabilitasi, yang hingga kini masih menuai pro dan kontra.

Editorial Team