WHO: 2 Juta Orang Mungkin Meninggal karena COVID-19

Tiongkok dan AS belum mau kerjasama tanggulangi COVID-19 

Jenewa, IDN Times – Sejak virus corona ditemukan pertama kali di Wuhan, Tiongkok, tahun lalu, kasus infeksi virus tersebut begitu hebatnya menyerang dunia. Hingga hari Jum’at (25/9), data yang dihimpun oleh Pusat Data Coronavirus Johns Hopkins University (JHU) menunjukkan bahwa 32,4 juta orang sudah terinfeksi virus mematikan ini.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menahan agar virus tidak menyebar lebih dahsyat dan menginfeksi banyak umat manusia. Namun, berbagai upaya tersebut tetap tak mampu menahan ganasnya virus, yang menurut JHU korban meninggal sudah mencapai 986 ribu jiwa.

Penelitian dan pengujian vaksin sudah dilakukan oleh banyak lembaga kredibel di dunia. Namun, sebelum vaksi benar-benar bisa digunakan ke tubuh manusia, WHO memperingatkan bahwa sangat mungkin korban meninggal akan mencapai 2 juta orang akibat COVID-19.

1. Bisa mencapai angka yang lebih tinggi

WHO: 2 Juta Orang Mungkin Meninggal karena COVID-19WHO mengajak koordinasi tingkat internasional agar COVID-19 tidak menimbulkan korban yang lebih tinggi. Ilustrasi (unsplash.com/Martin Sanchez)

Mike Ryan, pejabat WHO bidang kedaruratan: “Kecuali jika kita melakukan semuanya, (2 juta korban)... tidak hanya bisa dibayangkan, tetapi sayangnya sangat mungkin (mencapai angka itu),” katanya memperingatkan pada hari Jum’at, seperti dilasir dari laman berita Reuters (26/9).

Organisasi Kesehatan Dunia melalui Mike Ryan tersebut juga memperingatkan bahwa angka kematian bisa jadi akan lebih dari 2 juta orang sebelum vaksi digunakan ke tubuh manusia. Jika koordinasi tingkat internasional tidak dilakukan, kematian akan menyerang dan menyebabkan korban meninggal tak terbayangkan banyaknya.

Banyaknya anak muda yang melakukan protes kebijakan penguncian wilayah (lockdown) dan menjadi tak terkendali saat penguncian wilayah dilonggarkan, termasuk yang dituding membuat penyebaran COVID-19 semakin masif. Namun menurut Ryan, anak-anak muda tersebut juga tidak bisa disalahkan (26/9).

Sebagian besar korban meninggal memang orang tua, dimana sistem kekebalan tubuhnya tak sekuat yang dimiliki oleh anak-anak muda. Di Amerika Serikat sendiri yang “meraih prestasi” sebagai negara dengan tingkat kematian tertinggi di dunia akibat COVID-19, 70 persen korban meninggal adalah orang tua berusia sekiat 60 tahun.

2. Gelombang kedua COVID-19 di Eropa mengkhawatirkan

WHO: 2 Juta Orang Mungkin Meninggal karena COVID-19Gelombang kedua COVID-19 yang menyerang Eropa, membuat tren infeksi terus meningkat dan mengkhawatirkan. Ilustrasi (unsplash.com/Noah)

Negara-negara Eropa yang telah menyadari bahwa gelombang kedua COVID-19 bakal menghantam negara mereka, melakukan berbagai kebijakan untuk pencegahan. Baru-baru ini Spanyol melakukan kebijakan penguncian wilayah pada beberapa distrik di kota Madrid, meski kebijakan tersebut diprotes oleh rakyatnya.

Inggris juga melakukan kebijakan penguncian di beberapa wilayahnya, dan mencoba sebisa mungkin untuk tak melakukan penguncian total karena ketakutan perputaran ekonomi yang akan mandeg. Meski begitu, gelombang kedua COVID-19 di Eropa menimbulkan kekhawatiran. 

Melansir dari laman berita BBC, Mike Ryan mengungkapkan perasaannya: “Secara keseluruhan di wilayah yang sangat luas itu (Eropa), kami melihat peningkatan penyakit (COVID-19) yang mengkhawatirkan,” katanya (26/9). Maria van Kerkhove, kepala teknis WHO untuk COVID-19 juga menyatakan bahwa terjadi tren peningkatan kasus di Eropa.

Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), jumlah total kasus yang saat ini menghantam Eropa adalah 3 juta lebih. Sedangkan kematian karena COVID-19 berjumlah 187 ribu orang yang meninggal.

Baca Juga: Selama Pandemik, Dinkes Sleman Temukan 7 Ibu Hamil Positif COVID-19

3. Kerjasama penyediaan vaksin COVID-19

WHO: 2 Juta Orang Mungkin Meninggal karena COVID-19WHO melakukan kerjasama lintas negara untuk menyediakan vaksin. AS dan Tiongkok belum ikut kerjasama. Ilustrasi (unsplash.com/Martin Sanchez)

WHO telah melakukan berbagai upaya, seperti bekerja dengan menyediakan vaksin kepada seluruh populasi manusia di dunia melalui fasilitas COVAX. Fasilitas ini dibuat untuk melindungi populasi paling rentan terkena infeksi COVID-19 seperti orang tua dan petugas kesehatan.

COVAX telah melakukan kerjasama dengan produsen vaksin sebagai upaya untuk menyediakan vaksin COVID-19. Menurut laman berita CNBC, 159 negara telah memutuskan untuk ikut terlibat dan menandatangani kerjasama tersebut. Hanya saja, Amerika Serikat lewat Presiden Trump belum bergabung pada program tersebut. Tiongkok juga belum menandatangani kerjasama (26/9).

Pejabat WHO masih terus melakukan upaya dan diskusi kepada Tiongkok agar mau bekerjasama dan bersatu melakukan koordinasi internasional untuk mencegah badai COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan.

“Jika kita memikirkan tentang fungsi vaksi, orang-orang tidak perlu mati sia-sia dan tidak akan mati karena menunggu vaksi. Kita tidak seharusnya menunggu,” kata penasihat senior dirjen WHO, Dr. Bruce Alyward kepada CNBC (26/9).

Baca Juga: Lansia dan Komorbid Jadi Pasien COVID-19 Meninggal Tertinggi di Aceh

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya