Kisah Soediran Ditangkap karena Gabung SOBSI Pasca-Peristiwa G30S 1965

Soediran dipenjara tiga tahun hingga mengalami siksaan

Jakarta, IDN Times - Pagi itu awal November 1965, Soediran berada di rumah bersama keluarganya. Dia mendengar kabar ada kericuhan penangkapan massal akibat peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang diduga didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Soediran risau lantaran banyak teman-temannya yang ditangkap karena disebut-sebut terlibat peristiwa pemberontakan yang menewaskan tujuh petinggi TNI AD yaitu Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen M.T Haryono, Mayjen D.I Panjaitan, Mayjen Sutoyo, Brigjen Katamso, Kapten Pierre Tendean, dan Ade Irma Suryani yang merupakan anak dari Jenderal A.H Nasution.

Kerisauan Soediran bukan tanpa alasan. Pria yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini merupakan anggota Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), yang pada saat itu dekat dengan PKI. SOBSI merupakan salah satu organisasi yang dikenal berafiliasi dengan PKI (onderbouw) sama seperti Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Pemuda Rakjat.

"Kerisauan mbah ini terbukti, pada November 1965, dia ditangkap oleh tentara dan dibawa ke Penjara Wirogunan, Yogyakarta. Kakek ditahan sampai 1968," ujar Kartiko Bagas, cucu Soediran, saat dihubungi IDN Times, Jumat (6/10/2023).

Baca Juga: Mengenang G30S dan Pembantaian Massal Masyarakat Sipil yang Dituding PKI

1. Soediran gabung SOBSI untuk memperjuangkan hak buruh

Kisah Soediran Ditangkap karena Gabung SOBSI Pasca-Peristiwa G30S 1965Surat Pemecatan Soediran Yudhi dari BKN Pasca G30S PKI (IDN Times/Dok. Istimewa)

Soediran Yudhi Raharto, pria kelahiran 1939 itu merupakan salah satu korban penangkapan dan penahanan massal pasca-peristiwa G30S PKI. Dengan dalih gerakan tumpas PKI, "Ganyang PKI", Soediran ditangkap dan disiksa tanpa peradilan apapun.

"Kakek itu kelahiran 1939 tapi di KTP ditulis 1942, hal-hal kayak gini kata mbah wajar ya, istilahnya ngenomkan umur," ujar Bagas. 

Awalnya, Soediran merupakan pegawai BKN yang terletak di Jakarta. Kemudian, pada pertengahan 1965, ia dipindahkan ke Yogyakarta. Saat inilah Soediran memutuskan bergabung ke SOBSI.

"Awal gabung karena ikut atasannya di Badan Kepegawaian Negara, pada saat itu kan SOBSI organisasi buruh besar, tujuannya untuk mensejahterahkan buruh," jelas Bagas.

"SOBSI ini kan sering berpihak pada golongan marjinal, makanya dia memiliki banyak anggota. Jadi pada saat itu kakek bergabung bukan karena mau terlibat politik atau partai politik," sambung Bagas.

2. Soediran dipenjara tiga tahun dan mengalami kekerasan fisik dari tentara

Kisah Soediran Ditangkap karena Gabung SOBSI Pasca-Peristiwa G30S 1965Soediran Yudhi dan Surat Pemecatan dari BKN Usai Ditangkap Pasca G30S 1965 (IDN Times/Dok. Istimewa)

Niat Soediran pupus, saat dia ditangkap pada November 1965. Soediran yang kala itu masih berusia 26 tahun dibawa ke Penjara Wirogunan dan ditahan sampai 1968.

"Kakek dipenjara cuma makan nasi jagung, dia ditempatkan di kamar ukuran 6x6 atau 3x3 bersama puluhan orang lainnya. Jadi kalau tidur posisinya duduk karena saking sempitnya," ujar Bagas.

Setahun usai ditangkap, pada 1966, Soediran mendapatkan kabar ia dipecat dari BKN. Semasa di penjara, ia juga kerap menerima kekerasan fisik dari tentara, dan ditanya berbagai pertanyaan soal keterlibatan dirinya dengan peristiwa G30S.

"Selama tiga tahun dalam penjara, simbah dapat kekerasan fisik seperti yang dilakukan oleh tentara, mulai dari tendangan dan pukulan kayak gitu. Kakek juga ditanya banyak pertanyaan yang beliau sendiri tidak mengerti," ungkap Bagas.

"Sewaku di penjara itu mbah punya teman namanya Radjiman. Tapi kalau kakek setelah 1968 itu dibebaskan, sedangkan Mbah Radjiman dibawa ke Pulau Buru untuk pengasingan dan baru dibebaskan 1979," sambung Bagas.

Baca Juga: Izinkan Keturunan PKI Masuk TNI, Andika Dinilai Pas Dampingi Ganjar

3. Dibebaskan 1968, Soediran dan keluarga dikucilkan masyarakat hingga kesulitan dapat pekerjaan

Kisah Soediran Ditangkap karena Gabung SOBSI Pasca-Peristiwa G30S 1965Surat Pembebasan Penjara dan Peninjauan Kembali Tahun 1968 (IDN Times/Dok. Istimewa)

Pasca-pembebasan, Soediran belum bisa bernafas lega. Soediran mendapat stigma anggota PKI dan dikucilkan masyarakat. Stigma ini tidak hanya melekat pada Soediran, melainkan juga pada keluarga dan anak-anaknya.

"Anak pertama kakek itu sampai diceburin ke sawah dan diteriakin anak PKI. Dari SD sampai SMP selalu dapat cap 'anak PKI' dan dilarang datang ke masjid," cerita Bagas.

Stigma yang melekat pada Soediran dan keluarganya membuat dia kesulitan mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.

"Kalau mau ngurus administrasi itu tetap terkena cap PKI, apalagi waktu itu KTP-nya ada cap ET(Ex Tapol atau tahanan politik). Dulu sebelum ditangkap kakek kerja di BKN, setelah dibebaskan jadi kerja seadanya," ungkap Bagas.

"Kakek sempat ngurus haknya sebagai pegawai negara, tapi malah gagal. Selama itu selalu dibilang 'apasih PKI, kok ikut-ikutan' sama masyarakat di lingkungan desa," sebut Bagas.

Baca Juga: Sama-sama PKI, 5 Perbedaan Pemberontakan PKI 1948 dan G30S 1965

4. Soediran masih trauma dan dikucilkan

Kisah Soediran Ditangkap karena Gabung SOBSI Pasca-Peristiwa G30S 1965Soediran dan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM Berat dari Komnas HAM (IDN Times/Dok. Istimewa)

Saat ini, keluarga Soediran tengah mengurus hak-haknya yang dilanggar, dengan bantuan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Kalau sekarang lagi proses mengurus hak pensiun ketika jadi PNS dulu," ujar Bagas.

Hingga saat ini, Soediran selalu merasa dipinggirkan dan terkucil bila bertemu dengan anggota TNI. Terlebih, saat ia di penjara, selalu disebut-sebut sebagai PKI dan dihujani cemoohan.

"Ya karena penangkapan ini, kakek kalau ketemu TNI selalu merasa dikucilkan," tutup Bagas.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya